
JURNALIS.CO.ID – Pemerintah Kota Pontianak menargetkan angka stunting di wilayahnya dapat ditekan hingga di bawah 10 persen pada tahun 2026.
Berbagai upaya percepatan penurunan stunting pun terus diintensifkan, mulai dari koordinasi lintas sektor, survei lapangan, hingga penyaluran bantuan gizi bagi ibu hamil dan balita.
Wali Kota Pontianak, Edi Rusdi Kamtono, menyampaikan bahwa Tim Percepatan Penurunan Stunting (TP3S) terus bergerak aktif untuk melakukan pendataan dan intervensi langsung ke lapangan.
Salah satu langkah strategis adalah pelaksanaan survei guna memperoleh data valid mengenai kondisi ibu hamil dan balita yang menunjukkan gejala stunting.
“Kita sudah turun di angka 16,4 persen pada tahun 2023. Namun secara nasional, dengan indikator baru, angkanya kembali naik menjadi 22,3 persen. Maka dari itu, kita ingin tekan lagi hingga di bawah 10 persen pada 2026,” ujarnya usai memimpin Rapat Koordinasi TP3S Kota Pontianak di Hotel Harris, Kamis (26/6/2025).
Edi menekankan pentingnya pencegahan stunting sejak masa kehamilan. Ia menyoroti pentingnya kesadaran orang tua, khususnya ibu hamil, dalam menjaga kesehatan serta asupan gizi selama kehamilan.
“Kalau kehamilan memang diharapkan, biasanya orang tua sangat menjaga. Tapi ada juga yang hamil tidak direncanakan atau tidak diinginkan, bahkan karena faktor kemiskinan. Ini seringkali membuat kehamilan tidak dijaga dengan baik, bahkan ada yang coba digugurkan. Ini yang berisiko tinggi dan harus kita intervensi,” jelasnya.
Menurutnya, pola makan yang tidak memadai juga menjadi penyebab stunting, terutama pada ibu hamil yang mengalami mual hebat atau mengidam sehingga menolak makanan bergizi. Untuk itu, Pemkot Pontianak terus menyalurkan bantuan makanan bergizi bagi kelompok rentan.
“Bantuan makanan bergizi sudah berjalan, tinggal kita lihat datanya. Saya akan minta data berapa jumlah ibu hamil yang sudah mendapatkan bantuan,” tuturnya.

Wali Kota Edi juga menyoroti pentingnya pemahaman yang menyeluruh terkait stunting, bukan hanya berdasarkan ciri fisik semata seperti tinggi badan di bawah rata-rata.
“Stunting ini tidak sekadar soal tinggi badan. Ada juga yang disebabkan oleh faktor psikologis dan bawaan sejak lahir. Kita perlu data yang benar-benar valid untuk memetakan kondisi sesungguhnya,” sebutnya.
Ia menegaskan bahwa stunting merupakan kondisi gagal tumbuh pada balita, umumnya disebabkan oleh kurangnya asupan gizi serta infeksi kronis, terutama pada masa seribu hari pertama kehidupan, sejak dalam kandungan hingga anak berusia dua tahun.
Lebih lanjut, Edi menyerukan pentingnya sinergi antarlembaga serta keterlibatan aktif masyarakat dalam mengidentifikasi potensi stunting di lingkungan masing-masing.
“Bisa saja tetangga kita, bahkan cucu kita sendiri, mengalami stunting tapi kita tidak sadar. Ini yang harus jadi perhatian bersama,” katanya.
Sementara itu, Kepala Bidang Pengendalian Penduduk DP2KBP3A Kota Pontianak, Ismail, menjelaskan bahwa rakor TP3S ini bertujuan menyatukan komitmen dan menyusun langkah strategis antar pemangku kepentingan.
“Melalui rapat koordinasi ini diharapkan terjadi sinergi antar sektor, mulai dari analisis situasi, penguatan perencanaan, hingga evaluasi pelaksanaan untuk mendukung upaya percepatan penurunan stunting secara komprehensif,” pungkasnya.[red]
Discussion about this post