
JURNALIS.CO.ID — Pemerintah Kota Pontianak berkolaborasi dengan Kantor Kementerian Agama Kota Pontianak dalam penyelenggaraan pencatatan perkawinan bagi 10 pasangan dari umat Buddha. Kegiatan ini digelar di Balai Nikah Mal Pelayanan Publik (MPP) Kapuas Indah pada Selasa (15/7/2025), sebagai tindak lanjut dari nota kesepahaman antara Wali Kota Pontianak dan Kepala Kantor Kemenag Kota Pontianak.
Kepala Bidang Pelayanan Pencatatan Sipil Disdukcapil Kota Pontianak, Dwi Suryanti, menekankan pentingnya pencatatan pernikahan dalam sistem administrasi negara.
“Jika tidak tercatat, maka secara hukum pernikahan itu belum sah di mata negara. Ini berdampak pada hak-hak keperdataan, termasuk perlindungan hukum bagi anak-anak dari pasangan tersebut,” ungkapnya.
Mengacu pada UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, setiap pernikahan yang sah secara agama juga wajib dicatatkan ke negara. Disdukcapil bersama Kemenag terus memfasilitasi hal ini, baik untuk umat Muslim maupun non-Muslim.
“Untuk umat Muslim, pencatatan dilakukan melalui isbat nikah di Pengadilan Agama. Sedangkan non-Muslim seperti umat Buddha dan Konghucu, dilakukan melalui Disdukcapil,” jelas Dwi.
Ia mengungkapkan masih banyak masyarakat yang belum memahami pentingnya pencatatan pernikahan. Sebagian warga menganggap pernikahan adat atau kepercayaan sudah cukup sah, padahal belum memiliki kekuatan hukum.
“Khususnya bagi non-Muslim, banyak yang belum tahu kalau saat ini pencatatan harus dilakukan di Disdukcapil. Ada juga yang mengira nikah adat atau kepercayaan sudah sah sepenuhnya,” ujarnya.

Tantangan lain, lanjut Dwi, adalah ketidaksesuaian nama pada dokumen pasangan, terutama bagi warga keturunan Tionghoa.
“Kadang satu orang bisa punya dua atau tiga versi nama, ada nama Tionghoa, nama Indonesia, pakai alias, dan sebagainya. Ini jadi tantangan saat proses verifikasi dokumen,” imbuhnya.
Pencatatan pernikahan tidak bisa langsung dilakukan setelah pengajuan berkas. Sesuai prosedur, Disdukcapil wajib mengumumkan rencana pencatatan selama 10 hari kerja untuk memberikan ruang keberatan jika ada pihak yang memiliki alasan sah, seperti status pernikahan sebelumnya.
“Prosedur ini dilakukan untuk memberi kesempatan jika ada pihak-pihak yang keberatan. Ini penting demi menjamin keabsahan pencatatan,” pungkasnya.
Melalui sosialisasi dan sinergi lintas instansi, Pemkot dan Disdukcapil berharap kesadaran masyarakat meningkat untuk mencatatkan pernikahan secara sah, guna menjamin perlindungan hukum dan administrasi bagi seluruh warga.[rdh]
Discussion about this post