
JURNALIS.co.id – Upaya pelestarian seni tradisi di wilayah perbatasan kembali diperkuat melalui Program Pengabdian kepada Masyarakat Skema Program Inovasi Seni Nusantara Tahun Pendanaan 2025.
Program tersebut dilaksanakan di Dusun Serangkang, Desa Entikong, Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat, pada 10–16 November 2025, berdasarkan Kontrak Nomor: 481/C3/DT.05.00/PM-PSNI/2025 tanggal 01 Oktober 2025.
Kegiatan ini berfokus pada revitalisasi Tari Bekanyar—warisan budaya Dayak Bidayuh yang tumbuh di kawasan perbatasan Indonesia–Malaysia.
Mengusung tema “Revitalisasi Tari Bekanyar Dayak Bidayuh sebagai Identitas Perbatasan Indonesia–Malaysia di Serangkang, Entikong”, program tersebut diinisiasi tim akademisi Universitas Tanjungpura (Untan).
Tim pengabdi terdiri dari Dwi Surti Junida (Antropologi Sosial FISIP Untan) sebagai ketua, serta dua anggota: Nurmila Sari Djau (Pendidikan Seni Pertunjukan FKIP Untan) dan M. Zainul Hafizi (Pendidikan IPS FKIP Untan).
Program dibiayai oleh Direktorat Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Direktorat Riset dan Pengembangan, Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi sebagai bentuk dukungan terhadap inovasi pelestarian seni Nusantara.
Selama satu pekan, tim melaksanakan rangkaian kegiatan untuk menghidupkan kembali fungsi, nilai, dan ruang sosial Tari Bekanyar dalam masyarakat Dayak Bidayuh.
Kegiatan dibuka dengan sosialisasi yang menegaskan pentingnya menjaga identitas budaya di tengah derasnya arus globalisasi.
Warga diperkenalkan kembali pada sejarah, makna, serta posisi Bekanyar dalam struktur kehidupan adat mereka.
Tahapan dilanjutkan dengan workshop intensif bersama Sanggar Tari Timengen Bidayuh, mitra budaya yang menjadi pusat pengembangan Bekanyar.
Peserta mempelajari teknik dasar, pola gerak, struktur pertunjukan, penggunaan kostum, hingga filosofi nilai yang melandasi setiap gerakan.
Keterlibatan sanggar menjadi penopang penting untuk menjaga keaslian dan spirit seni tradisi ini.
Revitalisasi juga diperkuat melalui pendampingan bagi generasi muda. Anak-anak dan remaja tidak hanya mempelajari tarian, tetapi juga memahami konteks adat dan filosofisnya, agar regenerasi pelaku seni dapat berlangsung berkelanjutan.
Program ditutup dengan pementasan kolaboratif hasil pelatihan. Pertunjukan ini menjadi bagian dari luaran resmi program, termasuk produksi video untuk pengajuan Hak Kekayaan Intelektual (HKI), pembuatan poster revitalisasi, serta publikasi internasional.
Legalitas sanggar turut diperkuat untuk memastikan keberlanjutan aktivitas seni di Serangkang.
Dalam rangka penguatan kapasitas sanggar, tim menyerahkan perlengkapan seni berupa perangkat musik, kostum, dan sarana teknis lainnya. Sebanyak 50 persen dana kegiatan dialokasikan untuk kebutuhan tersebut.
Bantuan diserahkan simbolis oleh ketua tim, Dwi Surti Junida, kepada pembina sanggar, Bu Nella, S.Pd., atau Mamak Kian, sosok sentral dalam pelestarian Bekanyar.
“Kami sangat berterima kasih atas pendampingan dan bantuan yang diberikan. Program ini membuat kami semakin yakin bahwa Tari Bekanyar harus terus hidup. Kami akan melestarikannya sebagai bagian dari jati diri masyarakat Dayak Bidayuh,” ujarnya.
Ketua tim, Dwi Surti Junida, menegaskan revitalisasi Bekanyar merupakan langkah strategis menjaga keberlanjutan budaya lokal.
Sementara itu, M. Zainul Hafizi menilai program ini menumbuhkan kesadaran bahwa seni tradisi bukan sekadar hiburan, tetapi identitas komunitas.
Nurmila Sari Djau menambahkan, pelibatan generasi muda adalah fondasi penting bagi kesinambungan budaya Bidayuh.
“Melalui kolaborasi antara perguruan tinggi, pemerintah, sanggar, dan komunitas setempat, revitalisasi Tari Bekanyar membuktikan bahwa pelestarian budaya merupakan proses berkelanjutan yang memerlukan dukungan multidisipliner,” ungkapnya.
“Program Pengabdian kepada Masyarakat Skema Program Inovasi Seni Nusantara 2025 ini menjadi contoh nyata bagaimana warisan budaya dapat terus hidup, berkembang, dan memperkokoh identitas masyarakat di wilayah perbatasan Indonesia–Malaysia,” jelasnya.
(Bak)




















Discussion about this post