
JURNALIS.CO.ID — Pemerintah Kota Pontianak bersama pemerintah kabupaten/kota se-Kalimantan Barat resmi menandatangani Nota Kesepahaman (MoU) dengan Kejaksaan Tinggi Kalbar terkait penerapan pidana kerja sosial bagi pelaku tindak pidana.
Kesepakatan yang ditandatangani Wali Kota Pontianak Edi Rusdi Kamtono ini menjadi tahap awal penerapan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) Nomor 1 Tahun 2023, yang mulai berlaku pada 2 Januari 2026, khususnya melalui skema collaborative justice untuk perkara dengan ancaman hukuman tertentu.
Edi menjelaskan bahwa melalui MoU tersebut, pemerintah daerah dan kejaksaan akan berkolaborasi dalam mekanisme penanganan serta pembinaan bagi pelaku tindak pidana yang mendapatkan sanksi kerja sosial.
Skema ini akan menjadi salah satu alternatif penyelesaian perkara di luar pidana penjara.
“Terutama bagi pelanggar dengan ancaman hukuman di bawah lima tahun,” ungkapnya usai menandatangani MoU di Aula Kantor Kejaksaan Tinggi Kalbar, Kamis (4/12/2025).
Untuk pengawasan, Edi menuturkan bahwa pemerintah daerah akan menyiapkan mekanisme teknis melalui rapat koordinasi lintas OPD.
Kegiatan kerja sosial, seperti pembersihan lingkungan hingga program pembinaan, akan berada di bawah pengawasan OPD terkait.
“Misalnya Satpol PP dan dinas terkait yang berhubungan dengan fungsi pembinaan,” jelasnya.
Ia menambahkan, skema collaborative justice difokuskan pada tindak pidana dengan ancaman hukuman di bawah lima tahun dan memungkinkan penerapan mekanisme perdamaian sebagai bagian dari penyelesaian perkara.
“Mekanisme perdamaian antara pelaku dan korban juga memungkinkan diterapkan sebagai bagian dari penyelesaian perkara,” tutur Edi.
Wali Kota menyambut baik kerja sama ini dan menilai pidana kerja sosial sebagai pendekatan yang lebih humanis dan berorientasi pada pemulihan.
“Melalui MoU ini, pemerintah daerah dan kejaksaan dapat bersinergi dalam pembinaan pelaku tindak pidana agar mereka dapat kembali ke masyarakat dengan lebih baik,” tutupnya.
KUHP baru memperkenalkan konsep kolaborasi hukum dengan mengedepankan pidana kerja sosial yang membutuhkan sinergi erat antara kejaksaan dan pemerintah daerah.
Regulasi tersebut juga menekankan pembinaan narapidana melalui pelatihan keterampilan serta menguatkan prinsip restorative justice dan pendekatan rehabilitatif demi pemulihan sosial, bukan sekadar pembalasan.
(Rdh)




















Discussion about this post