
JURNALIS.CO.ID – MEMPAWAH – Isu pembatalan rencana pembangunan Pendopo Rumah Dinas Bupati Mempawah senilai Rp 15 miliar ternyata belum memadamkan kemarahan publik. Sejumlah elemen masyarakat, mulai dari perangkat desa hingga aktivis mahasiswa, kini justru makin beringas memelototi setiap rupiah dalam APBD Mempawah agar tidak “tercuri” oleh proyek-proyek yang dianggap tidak masuk akal.
Kepala Desa Antibar, Julkarnaidi, yang akrab disapa Eju, menjadi salah satu sosok yang vokal menyuarakan kegelisahan warga. Ia secara terang-terangan menelanjangi ketimpangan prioritas Pemkab Mempawah yang lebih memilih memoles kemewahan rumah dinas ketimbang memperbaiki infrastruktur dasar yang hancur lebur.
“Kami tidak akan diam. Pengawalan anggaran ini akan terus kami lakukan. APBD harus tepat sasaran untuk rakyat, bukan sekadar proyek oknum elite yang haus pembangunan fisik seremonial,” tegas Eju kepada Jurnalis.co.id.
Titik api kekesalan warga bermuara pada hancurnya infrastruktur jalan di sejumlah daerah di Kabupaten Mempawah. Misalnya Jalan Bardanadi di Desa Antibar. Padahal, jalan itu adalah urat nadi vital yang menyambungkan Kelurahan Pasir Wan Salim, Desa Pasir Panjang, dan Desa Antibar. Meski berstatus jalan alternatif lintas kota dalam provinsi, kondisinya saat ini sudah seperti kubangan yang menghina mobilitas warga.
Eju membedah postur APBD Mempawah 2025 dengan tajam. Ia membandingkan syahwat pembangunan gedung mewah dan proyek rehabilitasi lainnya yang nilainya anggarannya tak sedikit, terkesan dipaksakan di tengah cekikan keterbatasan anggaran.
“Logikanya di mana? Dana Rp 15 miliar untuk pendopo itu jika dialihkan bisa memperbaiki jalan rusak hingga berkilo-kilometer. Rakyat butuh jalan yang mulus untuk menyambung hidup, bukan pendopo mewah yang hanya bisa ditonton!” cecar Kades Antibar tersebut.
Eju menilai perencanaan anggaran Rp 15 miliar tersebut sebagai langkah yang tuli dan buta terhadap kondisi ekonomi masyarakat yang sedang dihantam inflasi tinggi pasca-pandemi. Ia menganggap gelombang demo mahasiswa empat jilid beberapa waktu lalu adalah puncak muak rakyat terhadap kebijakan yang tidak peka.
Tak hanya membidik eksekutif, Eju juga melempar bola panas ke arah gedung DPRD Mempawah. Ia menilai para wakil rakyat telah gagal menjalankan fungsi pengawasan dan cenderung “main aman”.
“Jangan hanya lihai mengklaim sudah berbuat untuk rakyat di media sosial, tapi faktanya sunyi senyap saat anggaran konyol ini diloloskan. DPRD harus punya taji sebagai pengawas, jangan cuma jadi penonton atau malah jadi ‘stempel’ kepentingan oknum!” sindirnya pedas.
Mengakhiri pernyataannya, Eju menyerukan konsolidasi total kepada seluruh elemen mahasiswa dan masyarakat untuk membentuk barisan pengawasan yang solid. Ia mengingatkan bahwa UU No. 14 Tahun 2008 menjamin hak rakyat untuk mengetahui ke mana larinya uang mereka.
“Uang daerah itu uang rakyat. Kita harus pastikan tidak ada celah bagi proyek titipan oknum elite. Fokus kita satu, pergunakan APBD lebih berpihak ke urusan rakyat!” pungkasnya. (Jur)





















Discussion about this post