– Sejumlah perwakilan perusahaan perkebunan dan perwakilan pengurus koperasi sawit mengelar konferensi pers menyikapi maraknya loading ramp atau loading point di luar pabrik kelapa sawit di Wisma Jambu Mawar Parindu, Kabupaten Sanggau, Kamis (10/09/2020).
General Manager PT MAS, Kun Hardadi yang hadir dalam konferensi pers itu menyampaikan, menghadapi tata niaga sawit yang sebebas-bebasnya saat ini, semua perusahaan perkebunan mengalami dampak yang sangat membahayakan kelangsungan investasi di Kabupaten Sanggau.
“Keberadaan loading ramp menjadi perpanjangan pabrik-pabrik tanpa kebun membuat sistem pemasaran tidak terkontrol. Dampaknya, yang pertama akan gulung tikar atau bangkrut adalah koperasi atau KUD sawit,” kata Kun.
Dikatakan dia, forum ini terbentuk karena nasib yang sama, terancamnya perusahaan investasi dan terancam gulung tikarnya koperasi di Bumi Daranante.
“Dan ndak kalah penting lagi, menciptakan dampak yang sangat mengkhawatirkan di lapangan. Artinya akan banyak merubah kearifan lokal di lapangan, di tingkat petani, di tingkat penduduk,” ujarnya.
Dengan sistem yang bebas seperti ini, kata Kun, koperasi bangkrut dan perusahaan menghadapi persoalan. Tidak menutup kemungkinan ada banyak pemecatan. Diperparah lagi semakin maraknya pencurian-pencurian. Sehingga situasi ini mengkhawatirkan.
“Makanya, dengan situasi yang sama dihadapi semua perkebunan kelapa sawit di Sanggau, kami ngobrol-ngobrol dengan PTPN, PT SIA dan semua perusahaan perkebunan, maka terbentuklah forum ini,” sebutnya.
Kedepan forum ini akan dilembagakan. Perkumpulan ini beda dengan GAPKI yang hanya gabungan pengusaha. Tapi, ini akan bergabung antara perusahaan dan koperasi.
“Forum Komunikasi Perkebunan dan Koperasi Sawit Kabupaten Sanggau namanya,” jelasnya.
Ditegaskan dia, pihaknya tidak mau sistem kompetisi bebas yang diciptakan oleh pabrik-pabrik tanpa kebun melalui ramp-ramp akan membuat carut marut yang tidak karuan. Karena, tidak ada manfaatnya. Bahkan merugikan pemerintah daerah dan petani.
“Kita mau penertiban tata niaga kelapa sawit di Kabupaten Sanggau. Sementara ini tidak ada tata tertibnya, masing-masing bisa membuat pemasangan harga semau-maunya. Ini sangat membahayakan, bahkan sekarang ini dialami semua perusahaan perkebunan, 70 persen produksi plasmanya lari ke luar,” terangnya.
Kun menuturkan, untuk mengatasi persoalan ramp yang semakin marak, seperti jamur tumbuh di musim hujan, harus ada campur tangan dari pemerintah.
“Intinya kita hanya akan bilang ke pemerintah daerah, melindungi ndak investasi di Sanggau, pemerintah daerah melindungi ndak risiko, dampak-dampak yang berpotensi semakin maraknya pencurian dan kehidupan yang tidak teratur,” pintanya.
Dijelaskannya untuk petani mandiri atau petani swadaya sebetulnya pabrik tanpa kebun seharusnya menghimpun dalam satu koperasi sebagai penyumbang sumber buah untuk pabrik mereka, bukan loading ramp. Pabrik tanpa kebun harus merangkul semua petani swadaya untuk melembagakan diri dalam satu koperasi dan itu menjadi sumber bahan mentah pabrik tersebut untuk diolah.
“Sebetulnya kalau misalnya persoalan dengan petani swadaya, saya yakin PT SIA, PT MAS dan lainnya siap. Kebetulan di PT MAS sendiri, seluruh petani swadaya yang di dalam izin lokasi PT MAS sudah kita rangkul sebagai pihak kedua, kita lembagakan dan kita akui sebagai petani kita,” tutur Kun.
Ia menambahkan, sampai saat ini belum ada undangan audensi dari TP5K Kabupaten Sanggau. “Dalam forum ini kita arahkan ke sana, kita minta waktu untuk audensi dengan Bupati. Kalau perlu hadir dari DPRD, biar semua mendengar,” ujarnya.
Ia juga memastikan bahwa pihaknya bukan ingin merusak yang berinvestasi di Sanggau seperti pabrik tanpa kebun. Cuma aturan semuanya harus diikuti.
“Jangan seperti di Las Vegas yang hampir tidak ada peraturan, semua dibebaskan. Kami tidak mau carut marut seperti di Sumatera yang sering kita dengar bebas semuanya,” tutup Kun.
Sementara itu, Manager Kebun Parindu PTPN XIII, Jan Purdy Rajagukguk mengatakan, forum ini menolak keras kehadiran loading ramp. “Hasil rapat kami pada tanggal 1 September 2020 sudah kami sampaikan pemerintah daerah,” jelasnya.
Rajagukguk mengungkapkan, rapat pada tanggal 1 September lalu menghasilkan tujuh poin kesepakatan. Poin pertama adalah menolak keberadaan loading ramp. Kedua, memastikan PKS yang berada di Kabupaten Sanggau menerima TBS (Tandan Buah Segar) melalui kelembagaan petani yang telah dimitrakan oleh Dinas Perkebunan dan tidak dibenarkan membeli TBS dari loading ramp dari luar PKS.
“Ketiga, penerapan Permentan 01 Tahun 2018 dan Pergub Kalbar Nomor 63 Tahun 2018 dilaksanakan secara konsisten,” ungkapnya.
Keempat, lanjut dia, setiap perusahaan perkebunan wajib melakukan pembinaan kepada petani plasma dan pekebun swadaya di wilayah masing-masing dengan koperasi yang bermitra. Kelima, perusahaan perkebunan kelapa sawit bersepakat mengikuti harga TBS yang ditetapkan Tim Penetapan Harga TBS Provinsi Kalbar.
“Keenam, perusahaan perkebunan meminta pemerintah daerah memastikan TBS yang berasal dari Kabupaten Sanggau tidak dijual ke kabupaten lain, kecuali perusahaan satu group dan belum memilik PKS di Kabupaten Sanggau dapat mengirim TBS-nya ke perusahaan yang satu group di kabupaten lain,” paparnya.
Terakhir, sambung dia, perusahaan perkebunan meminta audensi dengan Bupati dan instansi terkait tata niaga TBS dan keamanan berinvestasi di Kabupaten Sanggau.
“Soal forum ini, pak Heriyanto sebagai inisiatornya. Saya sebagai manager kebun parindu dan kebetulan ada di wilayah Desa Binjai, sehingga kami sering berkomunikasi. Beliau ini tokoh yang konsisten untuk memastikan loading ramp ini ditertibkan oleh pemerintah daerah agar koperasi kembali hidup,” ucapnya.
Menurut Rajagukguk, selama tiga tahun Heriyanto berjuang untuk itu. Ketika mereka bertemu, ternyata satu visi.
“Kami komunikasikan juga dengan pak Direktur kami di PTPN XIII, dan beliau setuju agar kepentingan petani harus menjadi yang utama di dalam pengelolaan perkebunan kita. Kesejahteraan petani yang kita utamakan, termasuk infrasturktur dan segala macam. Dan hanya bisa jika mereka bermitra dengan koperasi,” tukas Rajagukguk.
Sementara itu, salah satu inisiator Forum Komunikasi Perkebunan dan Koperasi Sawit Kabupaten Sanggau, Heriyanto menegaskan, keberadaan loading ramp merusak tata niaga TBS. Pada saat sosialisasi Permentan 01 Tahun 2018 dan Pergub 63 Tahun 2018, loading ramp harus ditutup.
“Sejak 2016 kami minta loading ramp ini ditertibkan, kami minta difasilitasi TP5K, sampai saat ini TP5K Kabupaten Sanggau belum pernah mendengar suara kami. Belum pernah TP5K mengundnag kelembagaan petani dan perusahaan untuk membicarakan terkait loading ramp ini,” ungkapnya.
Heriyanto mengaku prihatin, justru yang diundang TP5K adalah loading ramp. Padahal, selama ini pihaknya minta diundang dan difasilitasi, tapi tidak dilakukan TP5K.
“Kami berharap kepada Bupati Sanggau, DPRD, pak Kapolres, pak Dandim dan pak Kajari. Kami sudah surati, tegakkan aturan, jangan peraturan yang sudah dibuat oleh negara dilanggar. Dan menurut saya pemerintah daerah sedikit kurang konsisten dalam menerapkan peraturan yang dibuat oleh negara,” pungkas Heriyanto. (faf)
Discussion about this post