– Seluruh pengurus serta kader Partai Demokrat di seluruh Indonesia diinstruksikan untuk setia dan waspada. Sekjen DPP Partai Demokrat, Teuku Riefky Harsya menegaskan, “Tidak ada konflik internal, apalagi dualisme kepemimpinan Partai Demokrat. Partai Demokrat yang diakui pemerintah hanya satu, pimpinan Ketum Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).”
Instruksi ini ditandatangani oleh Sekjen DPP Partai Demokrat atas nama Ketum dan beredar luas di kalangan pengurus dan kader.Â
Dalam instruksi tersebut, Sekjen Riefky Harsya juga menyerukan para pengurus dan kader untuk memantau serta mengawasi penggunaan atribut-atribut Partai Demokrat secara ilegal.Â
“Mengimbau agar seluruh elemen partai untuk merespons dengan cepat dan tepat berbagai perkembangan yang terjadi khususnya terkait acara pertemuan, konferensi pers, kehadiran di sidang pengadilan dan kegiatan-kegiatan lain dimana atribut Partai Demokrat dipakai oleh mantan kader, terutama mereka yang telah dipecat karena terlibat kudeta dalam Gerakan Pengambilalihan Kepemimpinan Partai Demokrat (GPK-PD).
Para pengurus dan kader diminta melaporkan penyalahgunaan atribut tersebut pada pihak yang berwajib dengan pasal pelanggaran hak cipta serta melaporkannya juga pada tim Satgas DPP PD.
Meski berada di luar pemerintahan, Partai Demokrat dan Ketum AHY terus memperoleh kenaikan elektabilitas yang konsisten dalam berbagai survei. Kenaikan tren itu dimanfaatkan oleh oknum penguasa, untuk mengambil alih Partai dan menjadikannya sebagai kendaraan politik menuju ajang kontestasi di tahun 2024.
Upaya pengambilalihan itu terjadi sejak 1 Februari 2020, dengan memanfaatkan sejumlah mantan kader yang telah dipecat. Penolakan pemerintah terhadap KLB ilegal yang diselenggarakan kekuatan eksternal ini sempat membuat lega masyarakat, khususnya elemen-elemen masyarakat sipil, di tengah terus turunnya kualitas demokrasi dan kebebasan sipil di Indonesia.
Tapi pihak KLB ilegal yang didukung dan melibatkan KSP Moeldoko ini rupanya belum jera, dan kini mencoba upaya hukum, walaupun ditengah jalan satu persatu pendukungnya rontok. Upaya hukum yang melibatkan Yusril Ihza Mahendra ini juga dikritik para ahli hukum dari berbagai kampus di Indonesia karena tidak cermat, mengandung kesalahan logika (logical fallacy) sehingga berpotensi menimbulkan kekacauan hukum (legal anarchy), yang justru bisa menjadi bumerang bagi upaya pemulihan ekonomi yang sedang dilakukan pemerintah. (Rilis/Red)
Discussion about this post