JURNALIS.co.id – Menyikapi persoalan dugaan pencaplokan tanah milik Jayadi, pihak Bandara Pangsuma Putussibau mengklaim menggunakan sistem sewa. Tanah tersebut berada di ujung runaway 28 Bandara.
Herry Dianto, Kasubag TU Bandara Pangsuma Putussibau menyampaikan untuk persoalan tanah milik Jayadi yang digunakan oleh pihak Bandara memang sudah cukup lama. Sebelumnya, pihak Bandara sudah sering menyampaikan kepada Pemerintah Kabupaten Kapuas Hulu untuk segera melakukan pembebasan lahan milik Jayadi.
“Terakhir di tahun 2022 ada surat balasan dari Pemda Kapuas Hulu, di mana surat balasan tersebut berbunyi pihak Pemda Kapuas Hulu belum bisa melakukan pembebasan lahan karena keterbatasan anggaran,” katanya, kemarin.
Herry berharap ada kerja sama, saling koordinasi dan tindaklanjut terhadap persoalan ini. Baik dari pemerintah daerah maupun pemilik tanah.
“Karena kami pun sudah intens menyampaikan surat kepada Pemda Kapuas Hulu, sehingga pada tahun 2022 baru ada balasannya. Untuk tindaklanjutnya kita juga harus koordinasi pemerintah pusat,” ujarnya.
Herry mengatakan awalnya tanah milik Jayadi memang rencananya akan dilakukan pembebasan lahan untuk kebutuhan Bandara. Sehingga pihaknya berkoordinasi terus dengan pemerintah daerah.
“Nanti kita juga akan berkoordinasi kembali dengan pemilik tanah (Jayadi) dan Pemda Kapuas Hulu. Kita akan bicarakan kembali, apa yang harus dilakukan oleh pihak Bandara untuk menyelesaikan persoalan ini. Dan kita akan tanya apa maunya dari pak Jayadi,” tuturnya.
Terkait adanya pemberian uang kepada Jayadi pada tahun sebelumnya, Herry mengaku kurang mengetahui. Lantaran dirinya belum lama bertugas di Kapuas Hulu.
“Tapi semenjak saya bertugas di sini, kami sampaikan kepada pemilik tanah ada pembayaran sewa tanah dan melalui mekanisme sesuai procedural. Karena untuk sewa tanah tersebut Rp7 juta sudah dianggarkan dan disepakati. Untuk tindaklanjutnya jika memang Jayadi tidak terima nanti kita koordinasi lagi, mau beliau seperti apa. Kita terbuka,” terang Herry.
Sebelumnya diberitakan sudah hampir 10 tahun tanah milik Jayadi di Kelurahan Kedamin Hulu, Kecamatan Putussibau Selatan, Kabupaten Kapuas Hulu, diduga dicaplok Bandara Pangsuma Putussibau.
Lahan seluas 1.900 M2 milik Jayadi tersebut awalnya sempat dijanjikan Pemerintah Kabupaten Kapuas Hulu akan dibebaskan untuk digunakan Bandara Pangsuma Putussibau. Alih-alih lahannya dibebaskan, justru dirinya diberikan harapan palsu. Untuk itu, Jayadi menuntut kejelasan dari Pemkab Kapuas Hulu sejauh mana proses pembebasan lahannya yang sudah dicaplok Bandara Pangsuma Putussibau.
“Dulu tahun 2012 itu ada lima orang pemilik tanah yang terkena pembebasan lahan untuk Bandara, tetapi empat pemilik lahan tersebut sudah selesai pembebasan. Sementara saya tidak,” katanya saat ditemui di rumahnya, Selasa (08/08/2023).
Jayadi mengatakan tanah miliknya tersebut sudah memiliki sertifikat. Dirinya hanya meminta kejelasan terhadap lahan miliknya yang dicaplok Bandara tersebut. Jika tanahnya digunakan dengan sistem sewa oleh Bandara, maka harus diperjelas. Begitu juga jika lahannya tersebut dibebaskan untuk kebutuhan Bandara.
Jayadi menceritakan awal tanahnya akan dibebaskan oleh Pemkab Kapuas Hulu pada tahun 2012. Dia bersama pemilik lahan lainnya diundang pihak pemerintah daerah saat itu. Pemkab Kapuas Hulu meminta persetujuan kepada pemilik lahan agar dibebaskan untuk kebutuhan Bandara Pangsuma.
“Setelah itu, tanah kami ini diukur bersama pihak BPN dan Bandara, namun pengukuran itu tidak sah, karena tanah saya memiliki sertifikat. Sudah diukur berulang kali, saya pun mempertanyakan masalah pembebasan lahan ini, namun tidak ada kejelasan. Parahnya lagi, lahan milik orang lain justru lahannya dibebaskan dan dibayar,” bebernya.
Jayadi mengatakan pada akhir tahun 2013 terjadinya penyiangan lahan yang dibebaskan. Saat itu, dirinya diberi uang sebesar Rp2,5 juta oleh pihak Bandara dengan alasan bahwa tanah miliknya sudah lawas. Namun pemberian uang ini bukanlah sebagai sewa tanah.
“Kemudian tahun selanjutnya, saya diberikan lagi uang Rp5 juta, dan ini dianggap sebagai tanda sewa tanah untuk Bandara, karena mereka beralasan tanah saya ini tidak lama lagi akan dibebaskan. Kemudian tahun selanjutnya diberi kembali uang sebesar Rp7 juta,” sebutnya.
Jayadi mengungkapkan dari tahun ke tahun dia selalu dijanjikan oleh pihak Bandara bahwa lahan akan dibebaskan. Namun, hingga hari ini tidak ada kejelasan. Sementara lahannya tersebut sudah berdiri beberapa tiang lampu runway Bandara.
“Saya hanya menuntut kejelasan apakah tanah saya ini benar-benar lahannya dibebaskan oleh Pemkab Kapuas Hulu atau hanya disewa oleh Bandara,” ucapnya.
Dikatakan Jayadi, jika lahan benar-benar disewa oleh Bandara Pangsuma, tentu harus ada hitung-hitungannya dan harus duduk bersama membahasnya.
“Bukannya saya diberikan uang dengan tidak tentu jumlahnya setiap tahun. Kalau pun tanah saya mau disewa, saya minta Rp50 juta per tahun,” ujarnya.
Disebutkan Jayadi, sebelumnya di lokasi tanahnya yang dicaplok oleh Bandara tersebut bukan lahan kosong. Banyak tanam tumbuh mulai dari cempedak, empakan, tengkawang dan lain-lain.
“Tetapi karena dulu kita dengar lahan kita akan dibebaskan, maka kita tebanglah tanam tumbuh tersebut,” jelasnya.
Untuk menyelesaikan persoalan ini, Jayadi sudah beberapa kali berusaha menemui kepala Bandara Pangsuma, namun terkesan menghindar.
“Kita harap baik dari pemerintah daerah maupun Bandara, kita dapat duduk bersama menyelesaikan persoalan ini. Karena jika tidak selesai masalah ini, kita minta cabut itu lampu runaway yang sudah ada di lahan saya,” pungkas Jayadi. (opik)
Discussion about this post