JURNALIS.co.id – Pihak oknum polisi Polres Kayong Utara menawarkan uang damai kepada orang tua korban pelecehan anak di bawah umur. Sempat menerima Rp130 juta, ayah korban merasa tertipu atas tawaran dari pihak pelaku yang merupakan Kanit Paminal Polres Kayong Utara berpangkat AIPDA berinisial AK tersebut.
Ayah korban mengatakan pemberian uang bermula TG, selaku penghubung mendatangi dirinya untuk bernegosiasi permintaan maaf sekaligus membicarakan kompensasi atas apa yang dilakukan pelaku kepada anak kandungnya berusia 11 tahun.
“Awalnya TG datang ke rumah saya, istilahnya menyampaikan bahwa ibu DS, istri pelaku ingin meminta maaf. Saya bilang saya maafkan, tapi alangkah baiknya datang ke rumah saya kalau memang mau meminta maaf. Habis itu istri pelaku ini datang kerumah menyampaikan permintaan maaf,” ungkap ayah korban, Rabu (12/06/2024) siang.
Dari pertemuan tersebut, bapak korban mengakui ada beberapa pihak menawarkan uang kompensasi dengan beberapa syarat. Di antaranya, menandatangani surat surat damai.
Bapak korban saat mendapatkan tawaran sejumlah uang mengaku bingung. Namun, salah satu pihak pelaku memberikan keyakinan jika perjanjian tersebut disetujui, bapak korban sebagai pelapor tetap aman. Dengan berbagai pertimbangan, bapak korban pun siap menandatangani surat pernyataan damai.
“Inisial DS itu nanya perlu uang berapa, tapi saya tidak menyebutkan. Karena hari itu tidak ada keputusan, pulanglah istri terduga pelaku ini,” ujarnya.
Tapi, istri pelaku masih mengirim pesan WhatsApp (WA) ngajak ketemu di Sukadana. Bapak korban tidak mau. Dia maunya, kalau ketemu ke rumahnya saja.
“Akhirnya, yang inisial TG menghubungi saya lagi, bilang FJ (rekan AK) mau ketemu. FJ itu nanya perlu berapa (uang), sebutkan saja katanya. Saya bilang ke FJ 150 juta. Habis itu FJ datang lagi, kalau segini (Rp130 juta) gimana katanya, saya bilang pikir-pikir dulu, nanya keluarga dulu,” tutur bapak korban.
Setelah sepakat diangka Rp130 juta, akhirnya bapak korban bersama anak laki-lakinya bertemu dengan penghubung pelaku di salah satu rumah warga yang tak jauh dari kediamannya. Di rumah tersebut, ada beberapa orang yang hadir. Di antaranya Kepala Desa, Kepala Dusun dan tokoh masyarakat. Ada pula pengacara terduga pelaku, DY yang rencananya ditunjuk menjadi pengacara bapak korban, FJ, dan istri pelaku.
“Akhirnya sampai di hari Sabtu (08 Juni 2024) kami bertemu di rumah ID, saran dari pak Kades. Dan saya berani bertemu karena dihadiri juga pak Kades, tokoh masyarakat, saksi dan sebagainya,” ucapnya.
“Akhirnya terjadi kesepakatan itu. Kami berani pergi karena dijamin ini sudah selesai, kami yang urus, kata kuasa hukum, makanya kami melangkah pergi,” sambung ayah korban.
Disampaikan bapak korban, tidak cuma pernyataan damai, pada pertemuan tersebut ada dua surat lainnya yang harus ditandatangani dia dan korban. Surat penunjukan DY sebagai kuasa hukum yang dipersiapkan dari pihak pelaku dan surat pernyataan permohonan maaf. Sampai saat ini, orang tua korban maupun putri kandungnya yang bertanda tangan tidak memegang salinan ketiga surat tersebut.
“Surat itu ada tiga jenis. surat damai, surat kuasa (penunjukan kuasa hukum kepada DY) dan surat pernyataan. Surat pernyataan itu, untuk korban. Terus korban harus minta maaf, itu yang agak janggal,” ungkap bapak korban.
Bapak korban menyampaikan, dari hasil WA anaknya dengan FJ, dia beserta keluarga diarahkan untuk pergi meninggalkan rumah. Bapak korban yang merasa semua persoalan selesai karena sudah menandatangani surat damai akhirnya pergi menuju Kalimantan Selatan (Kalsel) menggunakan mobil travel.
“Setelah itu selesai memang ada yang menyarankan untuk pergi, kalau mau pergi, pergilah, sudah aman, itu kata FJ melalui WA anak saya, abang korban. Uang (Rp130 juta) itu juga FJ yang menyerakan ke anak saya,” terang bapak korban.
Namun, pada Senin (10/06/2024) siang bapak korban beserta keluarga diamankan pihak kepolisian Polres Kayong Utara di daerah Lembah Hijau, Kecamatan Tayap, Kabupaten Ketapang. Mereka diminta untuk memberikan
“Saya ke Kalsel karena keluarga saya di sana. Karena kami pikir sudah ada yang jamin, sudah aman, sudah selesai katanya,” pungkas bapak korban.
Kasus Jangan Berhenti di Tengah Jalan
Terpisah, Ketua Komisi 1 DPRD Kayong Utara, Dedy Effendi menyayangkan upaya pihak-pihak yang ingin menghentikan kasus ini. Di antaranya mengaburkan dan menghilangkan saksi pelapor dengan menyuruh pergi dari Kabupaten Kayong Utara.
“Kita meminta penyidik kepolisian untuk mengusut tuntas, ini kan ada upaya menghilangkan saksi pelapor, sehingga nanti dalam menggali keterangan-keterangan saksi pelapor kepolisian akan kesulitan,” ucap wakil rakyat ini.
Dedy menegaskan Komisi 1 DPRD Kayong Utara tidak ingin kasus ini berhenti di tengah jalan. Apa lagi ini ada pihak-pihak yang ingin menghentikan dengan cara-cara memberikan uang damai. (bak)
Discussion about this post