JURNALIS.CO.ID – Saat ini, jumlah pengangguran terbesar di tingkat nasional justru didapatkan dari lulusan vokasi SMK maupun politeknik.
Hal tersebut disampaikan oleh Ketua Umum Apvokasi (Aliansi Pendidikan Vokasional Seluruh Indonesia), Marsudi Wahyu Kisworo dalam seminar Nasional Apvokasi Arah Kebijakan Pendidikan Vokasi di Masa Pemerintahan Mendatang, yang dilaksanakan di Balai Petitih Kantor Gubernur Kalbar, pada Kamis (26/09/2024).
“Pendidikan vokasi itu dibuat adalah untuk mempersiapkan tenaga kerja yang siap kerja, tapi faktanya pengangguran terbesar di nasional itu justru disumbangkan oleh pendidikan vokasi SMK maupun program-program politeknik dan diploma, ini artinya ada anomali besar,” kata Marsudi.
“Jadi dominasi dari lulusan program diploma 1, 2 dan 3 dan SMK itu adalah yang mendominasi tenaga kerja di Indonesia yang menganggur,” sambungnya.
Menurut Marsudi, hal ini terjadi karena ketidaksesuaian antara para pencari kerja lulusan vokasi dengan kebutuhan industri.
“Di sini kita bisa duga bahwa jumlah pencari kerja yang memenuhi syarat untuk mendapat pekerjaan itu tidak sesuai dengan lowongan kerja, artinya tidak terjadi link and match (kesesuaian dunia pendidikan vokasi dengan industri kerja),” kata marsudi.
Marsudi mengatakan, jika ingin membuat pendidikan vokasi yang dapat mencetak lapangan kerja, maka harus disesuaikan dengan kebutuhan industri yang ada.
Selain itu, Marsudi juga mengungkapkan, kalau ke depan terdapat beberapa tantangan yang akan dihadapi dalam dunia kerja seperti adanya revolusi industri 4.0 dan digitalisasi, di mana para pekerja manusia akan digantikan oleh mesin yang akan berdampak pada hilangnya sejumlah profesi pekerjaan.
“Kajian dari World Economic Forum mengatakan, bahwa 47% pekerjaan pekerjaan yang ada sekarang itu dalam waktu 20 tahun yang akan datang akan hilang digantikan dengan mesin,” ungkapnya.
Marsudi juga menambahkan, di era globalisasi ini, para lulusan vokasi diharapkan tidak hanya untuk memenuhi pasar kerja dalam negeri tetapi juga harus bisa merebut peluang pasar kerja di luar negeri.
“Dengan dunia globalisasi, kita juga harus bisa berfikir bahwa pendidikan vokasi kita tidak mendidik anak-anak untuk bekerja dalam negeri saja jadi jangan sampai orang asing yang merebut pasar kerja orang Indonesia tetapi kita bangsa Indonesia yang harus merebut pasar tenaga kerja di negara luar,” pungkasnya. (dis)
Discussion about this post