– Forum Wartawan dan LSM (FW-LSM) Kalimantan Barat kembali mendatangi Kantor Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kalbar, Senin (10/08/2020) membawa bukti-bukti tambahan terkait pelaporan dugaan korupsi APBD Kota Singkawang Tahun 2018 dan 2019.
“Ini menjadi awal langkah kita yang baik sejak menerima laporan sebelumnya. Kami sudah diberikan kepercayaan oleh pimpinan untuk memperkuat data dulu, karena inilah senjata kami untuk di persidangan nanti apabila maju di persidangan,” kata Chandra Yahya Welo SH MH, Asisten Intelijen (Asintel) Kejati Kalbar saat dialog sebelum penyerahan data tambahan.
Chandra didampingi staf Intelijen dan Kasi Penkum Pantja Edy Setiawan menerima perwakilan FW-LSM yang beranggotakan berbagai LSM dan insan pers setiap kabupaten/kota se-Kalbar. Pihaknya merespons bukti tambahan dan akan segera menindaklanjutinya.
Menurut Chandra, ketika pelaporan awal yang baru berupa transkrip pembicaraan dari rekaman dan beberapa data pendukung lainnya memang masih sumir, belum ada fakta yang mengarah pada perbuatan melawan hukum.
“Namun dengan tambahan ini akan semakin lengkap dan bisa saja ke ranah pidana khusus,” kata Chandra.
Pada kesempatan dialog, Yayat Darmawi SE SH MH, Ketua Presidium FW-LSM Kalbar mengatakan bukti-bukti tambahan dari berkas yang dilaporkan pada 2 Juli 2020 sudah dilengkapi sehingga sudah semakin jelas aspek pelanggaran hukum dan potensi kerugian negaranya.
“Konstruksi hukumnya juga sudah terang benderang,” kata Yayat.
Menurut dia, seluruh rangkaian proses pelaporan tersebut menindaklanjuti mencuatnya rekaman ‘bagi-bagi proyek’ yang melibatkan Walikota Singkawang Tjhai Chui Mie dan oknum anggota Dewan.
“Kami menginginkan kasus ini masuk dan diuji di ranah pengadilan, jangan sampai hilang di perjalanan. Hal ini berdasarkan pengalaman masa lalu ada beberapa kasus yang senyap seiring mutasi aparat hukum terkait yang menangani. Intinya harus ada garansi selesai di meja hijau,” tegas Yayat yang juga Koordinator Tim Investigasi dan Analisis Korupsi (TINDAK) Indonesia.
FW-LSM, kata Yayat, akan senantiasa memberikan support kepada Kejaksaan Kalbar dalam pemberantasan korupsi.
“Dari data yang kami sampaikan ini tentunya menjadi kewenangan kejaksaan untuk menggalinya lagi lebih dalam sehingga melampaui dari minimal dua alat bukti yang dipersyaratkan,” ujarnya.
Hal sama dikemukakan Wan Daly Suwandi, Sekjen Presidium FW-LSM Kalbar yang menjelaskan bahwa penyerahan bukti tambahan ini menindaklanjuti dari hasil audiensi sebelumnya.
“Mudah-mudahan dengan bukti tambahan ini bisa mempercepat proses hukum,” kata Wan Daly.
Anggota FW-LSM lainnya, Khitmat Siregar yang juga Ketua Gerakan Anti Suap dan Anti Korupsi (Gasak) Kabupaten Ketapang mengatakan kelambanan proses hukum dapat menyebabkan desakan publik yang semakin kuat. Untuk itu, tindak lanjut dari aparatur penegak hukum sangatlah penting.
“Memang yang kita tahu hukum ini semacam karet, bisa ditarik dan bisa juga dibentuk sempurna. Kita harus bersinergi karena masing-masing memiliki keterbatasan. Semoga kasus ini berproses dan tidak terjadi istilah 86,” ujar Khitmad Siregar.
Dijelaskan Khidmat, ada beberapa kesamaan antara kasus di Ketapang dan Singkawang dalam persoalan pokok-pokok pikiran (Pokir) atau aspirasi Dewan. Di Ketapang melibatkan HMU, Ketua DPRD Ketapang yang sekarang telah menjadi mantan dengan modus penyalahgunaan wewenang dan gratifikasi. Hanya saja, biasanya korupsi itu dilakukan bersama-sama, namun HMU sendirian saja. Kasusnya sudah masuk persidangan di Pengadilan Tipikor Pontianak.
“Bedanya di Singkawang, permasalahan sangat kompleks karena ada dugaan keterlibatan Walikota, Badan Anggaran, Aparatur Sipil Negara dan pihak ketiga. Semuanya seperti sudah tersistem. Aspek perbuatan melawan hukum sangat jelas, penyalahgunaan wewenang, ada unsur gratifikasinya juga dan dilakukan bersama-sama,” kata Khidmat yang beberapa waktu lalu bersama rekan-rekannya pernah aksi damai di Kejati Kalbar untuk kasus yang lain. (rn007)
Discussion about this post