– Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) dan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sintang dianggap sepihak menguasai tanah yang berada di Jalan Tanjung Ria Sepauk, Desa Tanjung Ria, Kecamatan Sepauk.
Tanah seluas 1912 m2 itu dikuasai oleh DJKN setelah meninjau permasalahan yang bersumber dari PMK. 06_2020, bahwa tanah tersebut dinyatakan milik ex Tionghoa dan TNI.
Salah satu ahli waris, Abang Syamsuri menjelaskan, bahwa tanah tersebut sebenarnya tanah adat yang sah. Para ahli waris memiliki surat karunia tahun 1954, namun diabaikan oleh tim yang mendata aset negara.
“Surat kepemilikan yang dikeluarkan oleh oleh Swapraja tahun 1954 Ade M Djoen seolah-olah tidak dianggap dan tidak sah. Seperti diabaikan,” ujar pria yang akrab disapa Syam ini, Selasa (15/09/2020).
Tentu, kata Syam, sangat bertentangan dengan Undang-Undang (UU) Pertanahan tentang Surat Tanah Karunia Swapraja yang diatur dalam UU, dimana ahli waris dikarunia tanah dengan pertimbangan.
Adapun pertimbangan pertama, pemilik tanah tersebut adalah tanah adat. Terdapat area makam Aji Melayu pendiri kerajaan Sintang yang pertama. Kedua, pada masa penjajahan, tanah tersebut dikuasai oleh Belanda. Setelah zaman Swapraja diperintahkan untuk semua aset kerajaan diserahkan kepada ahli waris pemilik tanah.
“Di mana ahli waris tersebut diterangkan bahwa Abang Agoes adalah bekerja sebagai Pasukan Merah Putih masa penjajahan. Beliau juga keturunan langsung dari Pangeran Laksamana 1 Sepauk dengan gelar Penobatan Raja Muda Sepauk anak dari Sultan Sintang ke-22,” terangnya.
Sementara pertimbangan ketiga, dasar-dasar kepemilikan secara administrasi sah adalah surat karunia No.4/Swp/1954 Pemerintah Swapraja Sintang, ditandatangani di Sintang 3 Maret 1945 oleh Ketua Majelis Swapraja Sintang yakni A.M Djohan dengan luas tanah 1,812 M2 yang terletak di Tanjung Sepauk.
“Isinya bahwa 1938 telah ditanam pohon kapas (kapok) yang ditanam oleh Almarhum Abang Agoes bersama Hasan Latin saat juru tulis Wadana Sepauk dan Abang Agoes Telefonis Sepauk dengan batas Timur Sungai Kapuas Barat, Sungai Sepauk Selatan, Tepekong Cina Utara, Tanjung Kapuas dan Sepauk,” terangnya.
Sementara yang terakhir tahun 1998 diperkuat kembali oleh Kepala Desa Tanjung Ria dengan surat kepemilikan tanah beserta ahli waris. Setelah Abang Agoes meninggal dunia pada 20 Februari 2008, diketahui Kepala Desa Tanjung Ria, Liu Khin Tung beserta saksi.
“Demi keadilan, kami meminta kepada pihak-pihak yang bertanggung jawab, terutama DJKN dan Pemda Sintang serta tim verifikasi aset untuk segera mengembalikan status tanah tersebut kepada pemilik sebenarnya yang sah,” terangnya.
Jika dirunut kembali, kata dia, bahwa tanah tersebut bisa dimasukan tanah adat milik kepangeranan Sepauk, karena terdapat makam pendiri pertama Kerajaan Sepauk dan tidak mungkin pihak lain memiliki tanah tersebut.
“Karena pihak lain tidak mempunyai surat yang sah. Yang lebih parahnya lagi, pada penentuan status kepemilikan tanah, parah ahli waris dan pemilik tanah tidak pernah diundang atau disurati untuk diminta keterangan,” tegasnya.
Syam juga memaparkan, bahwa dulunya Tionghoa yang berada di sana hanya meminjam tanah tersebut untuk sekolah Cina. Namun sekarang mereka mengklaim tanah tersebut, karena mau besarkan Pekong.
“Tanah itu tanpa seizin ahli waris juga dibuatkan lapangan basket dan bangunan rumah. Padahal mereka sama sekali tidak punya surat sah kepemilikan tanah tersebut,” pungkas Syamsuri. (pul)
Discussion about this post