Oleh: Fikri Akbar
DEMOKRASI sedianya merupakan proses bagaimana melahirkan manusia-manusia super. Unggul dari segi fisik, mental, keimanan dan kecerdasan. Manusia-manusia yang juga bebas dalam berpikir dan bertindak untuk meng-create apa saja.
Untuk itu, demokrasi tidak bisa dibiarkan jalan sendiri. Demokrasi tidak sekedar butuh regulasi, tapi juga pabrik untuk memproduk manusia-manusia kuat bermental juara. Akan menjadi apa dia nantinya, proses pabrikasinya yang akan menentukan.
Ini juga yang mungkin menjawab berbagai pertanyaan kita, kenapa ada negara-negara gagal membangun negaranya? Karena pembangunan sejatinya berpusat pada manusianya. Sumber Daya Alam (SDA) Indonesia mungkin akan habis pada waktunya, tapi tidak untuk Sumber Daya Manusia (SDM)
Sebaliknya, beberapa negara bisa maju saat ini, karena mereka dulunya menghabiskan seluruh SDA yang ada di dalam perut bumi mereka. Sampai-sampai tak bersisa–untuk membangun manusia. Bahkan beberapa di antaranya terpaksa mengorek SDA negara lain guna terus menopang kelanjutan pembangunan manusianya.
Dan ketika SDA itu habis, manusia dengan peradaban yang direncanakan secara matang itu, yang kembali melanjutkan pembangunan. Pabrikasi ini bertumpu pada sistem dan pendidikan.
Bagaimana dengan pembangunan fisik? Serahkan kepada manusianya. Negara hanya memfasilitasi apa yang dibutuhkan. Negara tidak perlu repot mengambil alih total pembangunan. Karena hal itu tak hanya akan membuang uang, tapi juga membuang energi dan konsentrasi. Tugas negara ada di sila ke-2 dari Pancasila.
Secara natural manusia bebas dan cerdas. Bisa membangun sendiri peradabannya. Tugas negara cukup mengarahkan dan mengatur. Tidak membatasi atau melarang.
Tujuan Pabrikasi
Sistem yang dibuat oleh negara memastikan tidak ada orang-orang bodoh yang hidup di negeri ini. Karena negara sedianya bertugas mencetak manusia-manusia handal, mumpuni dalam berbagai bidang keilmuan, orang-orang yang siap hidup, bermental pemimpin, punya tanggungjawab dan cita-cita.
Pada level yang lebih serius, negara harus memastikan tidak boleh ada orang-orang tolol yang menjadi Presiden atau masuk ke parlemen.
Dari sisi pendidikan misalnya, pabrikasi manusia super butuh perencanaan yang matang dan dilakukan sejak dalam tahap-tahap awal kehidupannya. Artinya, ketika anak lahir, maka anak tersebut bukan lagi hanya milik ayah dan ibunya, tapi juga milik negara. Sekali lagi, dalam model negara semacam ini, investasi terbesarnya bukan pada SDA, tapi pada SDM.
Negara wajib mengontrol asupan makanan dan gizi melalui program kesehatan. Ketika cukup umurnya, seorang anak akan langsung dilembagakan melalui pendidikan berjenjang. PAUD-SD-SMP. Seluruh perkembangannya–mulai dari aspek biologis hingga kecenderunganya–dimonitor oleh tim ahli secara komprehensif dan terkoneksi dengan satu badan negara.
Dalan posisi ini kewajiban belajar bukan lagi tanggungjawab orangtuanya, tapi tanggungjawab negara. Orangtua cukup diberikan hak biologis. Percayakan semua beban dan tanggungjawab perawatan kepada sistem negara.
Setelah diketahui bakat dan minatnya, manusia bebas ini diarahkan masuk ke lembaga-lembaga pendidikan profesi sesuai bidang dan kemampuan masing-masing. Selama satu periode tertentu, lakukan uji coba lapangan ke lembaga-lembaga non profit yang telah disediakan.
Berikan dukungan terus menerus, hingga yang bersangkutan benar-benar cakap. Lembaga ini juga akan melahirkan manusia-manusia kuat dan hebat, yang mampu dan siap menjalani hidup secara mandiri.
Selesai menjalani sistem pabrikasi yang dibuat sedemikian rupa. Berikan kepada kader ini pilihan. Lanjut kepada baktinya terhadap lembaga profit yang bisa menjamin kesejahteraan hidupnya atau tidak. Jika pilhannya tidak, maka negara memberikannya modal finansial untuk hidup dan mengembangkan dirinya.
Hingga pada usia 30-35 tahun negara menjamin tidak ada yang menganggur dan miskin, karena semua beraktifitas dan berproduksi dengan caranya masing-masing, dengan bekal pendidikan yang baik serta finansial yang dimiliki.
Pemerintahan dan Kekuasaan
Dengan memiliki kesiapan SDM–yang tak hanya baik secara fisik, mental dan moral, namun juga mumpuni dalam berbagai bidang ini, akan lebih memudahkan negara dalam memperkuat pondasi pembangunan, terkecuali dalam urusan pemerintahan.
Beguitupun pada level kekuasaan, SDM-SDM yang relatif bersih dari motivasi atau kepentingan materi secara otomatis akan mengisi posisi-posisi kekuasaan yang ada.
Namun, karena ini urusannya kepada masa depan negara, maka negara harus menyaipakan saringan khusus bagi mereka yang ingin menjadi presiden atau anggota legislatif.
Pada level ini, SDM akan menjalani berbagai uji kemampuan secara sistematis dan ketat–sebelum akhirnya dia lulus dan dikembalikan kepada masyarakat untuk dipilih. Intinya, siapapun dari mereka yang akan dipilih melalui pemilu, sudah pasti memiliki jaminan mutu.
Pada saat yang bersamaan, lembaga-lembaga partai politik berkesinambungan melakukan pantauan. Calon kader diberikan hak dan memiliki nilai tawar untuk masuk dan memilih partainya. Lanjutkan mekanisme kepartaian untuk meneguhkan konsep yang diusung oleh kader-kadernya.
Sehingga dalam kontestasi pemilihan akhir, perdebatan atau uji publik nantinya hanya berkutat pada seputar konsepsi memajukan negara yang dibawanya. Tidak lagi bicara hal-hal teknis, seperti kemampuan berbahasa, berhitung, hafal pancasila dan UUD 45, termasuk kemampuan menganalisa dan sebagainya.
Dengan cara ini secara otomatis akan mempersempit atau menutup celah bagi orang-orang yang tidak berkompeten ikut masuk dan mengurusi negara.
Penulis: Pempred equatoronline.id
Discussion about this post