– Para buruh harian lepas pekerja bongkar muat memprotes manajemen PT SIMBA yang terletak di Desa Wajok Hilir, Kecamatan Siantan, Kabupaten Mempawah, Senin (13/09/2021). Pasalnya, pekerjaan yang harusnya dikerjakan buruh lepas diambil perusahaan untuk dikerjakan karyawannya.
Kepada sejumlah wartawan, Ketua Koperasi Mudah Mandiri, Edhil mengungkapkan, koperasi itu berdiri sejak enam tahun lalu. Bergerak di sektor penyedia jasa tenaga kerja bongkar muat (TKBM) untuk perusahaan-perusahaan bongkar muat yang ada di Desa Wajok Hilir. Buruh di bawah naungan koperasi yang dipimpinnya sekitar 90-an orang.
“Koperasi kita bekerjasama dengan penyedia bongkar muat salah satunya dermaga milik PT SIMBA. Sistem kerjasama yang dilakukan, koperasi menyediakan jasa buruh bongkar muat dan angkutan muatan (tracking) dengan berdasarkan surat perintah kerja,” jelas Edhil.
Sejak enam tahun lalu, hubungan koperasi dengan PT SIMBA berjalan baik. Namun sejak Direkrut Utama PT SIMBA berganti dan saat ini dipimpin Tan Tjun Hwa, mulai muncul berbagai permasalahan.
“Pak Tan ini sudah setahun sebagai Dirut PT SIMBA. Sejak ia memimpin masalah mulai muncul. Karena adanya upaya monopoli pekerjaan,” ujarnya.
Beberapa hari lalu, kata Edhil, manajemen PT SIMBA mengambil pekerjaan secara sepihak. Pekerjaan bongkar muat pipa dari mobil ke penumpukan dan dari penumpukan ke tongkang. Pekerjaan itu harusnya dikerjakan buruh yang bernaung di koperasi.
Perusahaan yang dimiliki Siman Bahar ini mencoba mengambil alih pekerjaan dengan menyuruh karyawan upah bulanan untuk mengerjakan bongkar muat. Akhirnya buruh yang berada dinaungan koperasi tidak mendapatkan pekerjaan.
Menurut Edhil, secara aturan, dermaga umum tidak boleh memperkerjakan karyawannya. Pekerjaan itu harus diberikan kepada buruh yang sudah dinaungi badan hukum.
“Otan ini membuat grup buruh sendiri di dermaga PT SIMBA. Gudangnya sendiri. Semua mau diambil alih. Padahal jelas dalam aturannya tidak boleh,” jelasnya
Tidak hanya masalah pekerjaan untuk buruh, PT SIMBA d ibawah kendali Tan Tjun Hwa juga mengambil alih surat perintah kerja (SPK). Harusnya SPK itu dikeluarkan pemilik barang kepada TKBM.
“Dampak yang terjadi adalah adanya pengurangan pembayaran. Jelas koperasi dan buruh dirugikan dengan kebijakan sepihak tersebut,” katanya.
“Seperti pekerjaan bongkar muat bungkil, biasanya langsung ke pemilik bungkil. Tapi sekarang langsung diambil PT SIMBA,” sambung Edhil.
Dia menyatakan, kebijakan sepihak dan adanya upaya monopoli yang dilakukan PT SIMBA, sehingga buruh dan pengawas protes ke koperasi. Karena protes tersebut, mediasi untuk bongkar muat pipa pun dilakukan.
“PT Simba akhirnya mengembalikan pekerjaan bongkar muat pipa itu kepada buruh dengan upah sebesar Rp15 ribu per kubik,” bebernya.
Untuk masalah monopoli pekerjaan ini sudah pihaknya laporkan ke kepala desa. Mereka meminta PT SIMBA tidak memonopoli semua pekerjaan.
“Serahkan pekerjaan yang harusnya milik buruh. Karena buruh yang bekerja adalah warga lokal,” ungkapnya.
Edhil memberikan contoh monopoli yang dilakukan PT SIMBA, yakni pengusaha pelayaran tidak boleh menggunakan pelayanan bongkar muat (PBM) lain. Harus ke PBM PT SIMBA. Padahal secara aturan pemilik barang boleh menggunakan PBM mana saja.
“Dampaknya banyak perusahaan pelayaran tidak mau bersandar ke dermaga PT SIMBA. Akhirnya karena kebijakan sepihak itu, buruh tidak memiliki pekerjaan,” pungkas Edhil.
Jangan Adu Domba
Keberadaan PT SIMBA harusnya berdampak positif bagi masyarakat. Bukan sebaliknya, malah membuat masalah.
Ketua RT 2 RW 3 Dusun Coklat, Desa Wajok Hilir, Hamidun mengatakan perusahaan yang berdiri di wilayah Wajok Hilir, harusnya memberikan peluang pekerjaan, sehingga ekonomi masyarakat dapat terbantu.
“Tetapi apa yang terjadi. Sejak PT SIMBA dipegang Tan Tjun Hwa ada upaya-upaya yang dilakukan perusahaan untuk menyingkirkan masyarakat dari pekerjaannya. Kalau semua pekerjaan diambil perusahaan. Masyarakat di sini mau kerja apa. Jangan seperti itu,” terangnya.
Hamidun menyatakan jangan saat ingin membuka usaha saja datangnya bagus-bagus. Lalu setelah mendapatkan izin masyarakat tidak dilibatkan. Perusahaan jangan mengadu domba masyarakat. Kemudian jangan benturkan masyarakat dengan aparat.
“Intinya kami minta pengelola PT SIMBA mengganti Tan Tjun Hwa. Karena keberadaannya selalu membuat masalah. Carilah orang yang mau bekerjasama dengan masyarakat, bukan yang ingin membunuh masyarakat,” pinta Hamidun.
Sedangkan Pengawas Buruh dari Koperasi, Sugianto, membenarkan aksi buruh yang memprotes kebijakan sepihak PT SIMBA. Karena perusahaan berusaha mengambil paksa pekerjaan buruh. Bongkar muat barang harusnya menjadi pekerjaan buruh, tetapi oleh perusahaan diambil lalu memperkerjakan karyawannya sendiri.
“Awalnya bongkar muat pipa itu, sudah ada kesepakatan dengan pemilik barang. Tetapi tiba-tiba pekerja diambil alih PT SIMBA,” ungkapnya.
Sugianto menyatakan, karena kebijakan sepihak itu, terjadilah protes dari buruh kepada PT SIMBA. Karena masyarakat sangat membutuhkan pekerjaan tersebut.
“Harusnya pekerjaan yang ada di dermaga untuk warga lokal. Kalau begitu caranya, kami hanya jadi penonton,” ucap Sugianto.
Tak Boleh Monopoli PBM
Ketua Asosiasi Perusahaan Bongkar Muat Indonesia (APBMI) Kalbar, Dharma turut angkat bicara terkait protes buruh lepas bongkar muat kepada PT SIMBA. Dia menegaskan PT SIMBA yang dipimpin Tan Tjun Hwa alias Otan untuk tidak memonopoli Pelayanan Bongkar Muat (PBM) setiap ada perusahaan yang hendak bersandar di dermaganya yang terletak di Dusun Coklat, Desa Wajok Hilir, Kecamatan Siantan, Kabupaten Mempawah .
Dharma mengatakan tidak ada aturan untuk memonopoli PBM. Perusahaan tidak boleh mengutus pekerja sendiri untuk pekerjaan bongkat muat. Melainkan harus menggunakan pelayanan jasa bongkar muat.
“Jadi pak Tan itu kurang benar, karena sudah sempat dimediasikan di KSOP, dan itu tidak dibenarkan,” tegas Dharma.
Menurutnya, jasa pekerja atau buruh bongkar muat harusnya diberikan kepada warga setempat. Misalkan saja melalui koperasi.
“Keberadaan perusahaan dalam hal ini PT SIMBA harusnya memberikan asas manfaat kepada masyarakat setempat,” lugasnya.
“Soal adanya upaya monopoli, kemudian misalnya upaya monopoli sistem yang dibuat tidak sesuai aturan itu tidak diperbolehkan. Maka dampak yang terjadi keribuatan seperti ini,” tambah Dharma.
Dharma berpendapat, kalau perusahaan mengikuti manajemen dan sistem yang ada, tentu tidak akan terjadi keributan seperti ini.
“Kan sewa dermaga dan gudang sudah masuk jasa perusahaan. Bongkar muat itu untuk buruh atau pekerja. Dan diutamakan pekerja setempat,” tegasnya.
“KSOP itu jelas tidak memperbolehkan dia untuk memonopoli PBM,” timpal Dharma.
Lanjut dia, jika PT SIMBA yang dinahkodai Tan Tjun Hwa ingin tetap memonopoli PBM, maka menjadi hak setiap perusahaan bongkar muat untuk memilih tempat sandar yang lain.
“Karena kalau kami merasa tidak nyaman tentu bisa ke tempat lain (dermaga, red), karena kalau untuk ikut aturan dia, kita juga tidak bisa,” tegasnya.
Ia pun berharap, ke depan PT SIMBA dapat mengayomi masyarakat setempat dan perusahaan kecil yang sudah berjalan.
“Karena jujur saja, sebelum Pak Tan yang pegang managemen, PT SIMBA sangat ramai yang bersandar dan masyarakat yang bekerja sebagai buruh juga tidak ada protes. Setelah di pegang Pak Tan. Sangat kurang yang bersandar, karena ridak sesuai dengan konsumen dan rekan kerja yang lain,” tuturnya.
Enggan Beri Penjelasan
Sementara itu, Direktur PT SIMBA, Tan Tjun Hwa alias Otan ketika dikonfirmasi melalui via teleponnya oleh wartawan mengatakan belum dapat memberikan keterangan dan tanggapan.
“Lebih baik jumpa baru bisa cerita,” ujar Tan Tjun Hwa.
Saat ditanya kapan berjumpa, Ia menerangkan nanti jika ada waktu. Namun ketika diminta untuk berjumpa agar dapat dikonfirmasi saat ini dirinya menyatakan belum bisa.
“Nanti jumpa saja, tidak bisa komen. Saya lagi mikir, lagi sibuk. Belum bisa memberikan tanggapan sekarang,” tutup Tan Tjun Hwa. (rin)
Discussion about this post