– Hakim Pengadilan Negeri (PN) Sanggau menjatuhkan vonis terdakwa kasus Tindak Pidana Perlindungan Anak (TPPA) Martinus Agung (MA) dengan pidana 12 tahun penjara dalam sidang yang digelar secara virtual pada Kamis (16/09/2021).
Majelis hakim diketuai Dian Anggraini yang didampingi Rizky Edy Nawawi dan Bahara Ivanovski Stevanus Napitupulu serta diikuti Jaksa Penuntut Umum (JPU) Juliani Barasila Hutabarat maupun terdakwa itu menyatakan MA terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan TPPA.
“Vonis terdakwa dengan kurungan 12 tahun dikurangi selama terdakwa berada di dalam tahanan dengan perintah agar terdakwa tetap ditahan dan denda sebesar Rp1 miliar dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar maka diganti dengan pidana penjara selama tiga bulan,” terang Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Sanggau Tengku Firdaus, Jumat (17/09/2021).
Terdakwa dinilai bersalah sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Dakwaan Primair Pasal 81 Ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.
“Terdakwa dan JPU diberikan waktu tujuh hari sejak putusan dibacakan, menerima putusan atau banding atas putusan tersebut, kami masih monitor tujuh hari ke depan,” ujarnya.
Tengku menambahkan putusan tersebut sama dengan tuntutan JPU Kejari Sanggau. Jika terdakwa menyatakan banding pihaknya juga akan banding atas putusan tersebut. Jika diterima oleh terdakwa, maka akan dieksekusi.
“Ini vonis untuk perkara cabul yang kedua. Untuk perkara cabul yang sama dilakukan oleh terdakwa terhadap korban lain tersangka diputus bebas oleh majelis hakim PN sanggau pada beberapa waktu lalu dan kami JPU masih lakukan upaya hukum kasasi,” pungkas Tengku.
Sebelumnya, diberitakan MA disangkakan melakukan tindakan kejahatan seksual terhadap anak tiri dan keponakannya. Hal ini dilakukan sebanyak dua kali kepada anak tirinya dan satu kali kepada keponakannya. Sehingga, KPPAD Kalbar sempat mendesak aparat penegak hukum memberikan hukuman tambahan kepada para pelaku predator anak ini berupa kebiri.
Desakan tersebut disampaikan Komisioner KPPAD Kalbar Divisi Data dan Informasi Alik R Rosyad didampingi Wakil Ketua KPPAD Kalbar Sulastri saat mendampingi persidangan MA di PN Sanggau, Kamis (07/01/2021) lalu.
Dia berkata,, fakta-fakta di persidangan sudah disampaikan saksi korban dan alat bukti yang lain. Walaupun memang terdakwa tidak mengakui perbuatannya. Namun, tentu nanti majelis hakim akan mempertimbangkannya sambil mendengarkan keterangan saksi-saksi yang lain.
“Nah, terkait Undang-Undang Perlindungan Anak Nomor 35 Tahun 2014 menyebutkan bahwa sangkaan terhadap pelaku kejahatan seksual adalah minimal 5 tahun dan maksimal 15 tahun penjara,” katanya.
Namun, apabila dilakukan orang tua kandung, tenaga pendidik dan tenaga pengasuh, maka ancaman hukumannya bisa ditambah sepertiga menjadi maksimal 20 tahun penjara. Pihaknya kala itu berharap JPU bisa melakukan penuntutan maksimal.
“Tentu bisa diikuti dengan putusan hakim terhadap pelaku kejahatan ini, karena jelas di situ dilakukan terhadap anak tiri dan keponakannya. Walaupun kami juga sanggat menghormati bahwa itu menjadi kewenangan dari proses persidangan,” ujarnya.
Alik menambahkan di akhir tahun 2020, Presiden RI telah menandatangani PP Nomor 70 Tahun 2020 mengenai sanksi tambahan terhadap pelaku kejahatan seksual anak. Yaitu tindakan kebiri kimia, pemberian identitas ataupun alat pendeteksi, rehabilitasi serta publikasi terhadap pelaku kejahatan ini.
“Terkait PP ini kami mendorong Kejaksaan Negeri Sanggau juga bisa memberlakukan sanksi tambahan terhadap terdakwa MA ini, karena telah memenuhi salah satu syarat untuk dilakukan kebiri kimia karena dilakukan lebih dari satu kali dan korbannya lebih dari satu orang,” tuturnya.
“Apabila PP Nomor 70 Tahun 2020 ini dilakukan di Pengadilan Negeri Sanggau dan oleh Kejaksaan Negeri Sanggau tentu akan menjadi contoh ataupun menjadi roll model untuk daerah-daerah lain, sehingga menjadi warning untuk calon-calon predator maupun pelaku kejahatan seksual terhadap anak,” tambah Alik. (DD)
Discussion about this post