– Kejaksaan Tinggi Kalimantan Barat harus mampu membuktikan unsur pidana pengadaan hibah mobil ambulans Covid-19 Dinas Kesehatan (Dinkes) Kalbar.
Ketua Umum DPP Laskar Anti Korupsi Indonesia (LAKI) Burhanudin meyakini pemanggilan yang bersifat klarifikasi kepada pihak-pihak terkait oleh penyidik Kejati Kalbar sudah pasti mengantongi beberapa alat bukti petunjuk awal untuk melakukan penyelidikan.
“Tidak mungkin pihak Kejati berani memeriksa pihak-pihak terkait bila belum memiliki alat bukti,” katanya, Kamis (14/10/20210).
Menurut Burhanudin, dalam kasus ini masyarakat akan menguji keprofesionalitas, obyektifitas dan transparansi kejaksaan menangani dugaan korupsi. Apabila tidak mampu membuktikan adanya unsur pidana dalam pengadaan ambulans ini, maka akan berdampak buruk terhadap kinerja kejaksaan.
“Karena penanganan kasus ini sudah menjadi sorotan masyarakat sebagaimana yang telah dilansir dari berapa jumlah media baik cetak maupun online yang telah menjadi konsumsi publik,” lugasnya.
Dikatakannya, keadilan dan kepastian hukum merupakan barometer keberhasilan penegak hukum dalam memberantas korupsi demi terwujud Indonesia yang bebas Korupsi (Good and Clean Gavermance).
“LAKI akan mengawal kasus ini sampai jelas status hukumnya,” ujarnya.
Menurut Burhanudin, LAKI tidak menginginkan ada pihak lain yang memanfaatkan untuk berlindung di masa pandemi untuk melakukan korupsi atau memperkaya diri. Pihaknya berharap kepada pihak Kejati Kalbar untuk tidak ragu-ragu melakukan dan menindak para pelaku korupsi demi Indonesia Hebat sesuai dengan visi dan misi Presiden RI Joko Widodo.
“Hibah pengadaan mobil ambulans sangat patut diduga berpotensi menimbulkan masalah hukum,” sebutnya.
Sejogyanya, kata Burhanudin, proyek pengadaan hibah 12 mobil ambulans Covid-19 dilakukan pelelangan namun dibatalkan dan lanjutkan dengan Penunjukan Langsung (PL). Antara satu unit dengan unit yang lain terdapat adanya perbedaan. Hal ini terbukti ketika AUTO 2000 Jalan Ahmad Yani Pontianak menerima disposisi pengiriman kendaraan ambulans tersebut, adanya perbedaan spesifikasi. Padahal pembelian satu pintu, yaitu ATPM Toyota Pusat.
“Selanjutnya pemeriksaan fisik kendaraan yang dilakukan oleh penyidik Kejati Kalbar menemukan adanya spesifikasi yang tidak sesuai, sebagaimana yang disampaikan oleh Penyidik Kasi C Intel Kejati Kalbar kepada awak media,” ulasnya.
“Penyimpangan ini diduga dilakukan oleh PT Ambulans Pintar Indonesia (API), di mana sebanyak 6 unit ambulans tidak memenuhi spesifikasi sebagaimana yang ditetapkan oleh Direktorat Fasilitas Pelayanan Kesehatan Direktorat Jendral Pelayanan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI tahun 2019, dan Kergangka Acuan Kerja (KAK) Pengadaan tersebut,” sambung Burhanudin.
Dijelaskannya, penyimpangan spesifikasi yang dimaksud adalah penunjang karoseri transportasi infecsius yakni Air Pulrifier System yang mana di dalamnya harus dilengkapi dengan HEPA Filter dengan lima tahapan terdiri dari Pra Filter, Filter HEPA, Filter Karbon, plasmawave, dan Sinar UV yang tidak dipasang sesuai standar, tidak dipasangnya Rigit Servical collad dewasa, berupa karet busa dan plastic berkualitas.
Sehingga pengadaan pembelian 6 unit mobil ambulans oleh PT API berbeda spesifikasi dengan yang dibeli oleh CV Cahaya Kurnia Mandiri (CKM). Di sisi lain Daftar Penggunaan Anggaran (DIPA) dibuat untuk 2 kontraktor yakni PT API dan CV CKM.
“Bertentangan dengan Perpres Nomor 12 Tahun 2021 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pasal 27 ayat (1), (2) dan (3). Sementara Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat telah membayar 100 persen kepada PT Ambulans Pintar Indonesia (API) sebesar Rp5.082.000.000 untuk 6 unit padahal belum dilakukan Pengecekan oleh PPTK,” cecarnya.
Tak hanya itu, LAKI pertanyakan dana Rp14.400 000.000. Bila dihitung dengan pembelian 12 unit mobil ambulans infesius, maka rata-rata harganya Rp900 juta lebih kurang Rp10 miliar lebih.
“Yang menjadi pertanyaan sisanya dipergunakan kemana,” pungkas Burhanudin. (rin)
Discussion about this post