– PT Ambulans Pintar Indonesia (API) mengganti plafon mobil enam unit ambulans infeksius dari lapisan bahan beludru ke sintetis kulit. Pengakuan Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kalimantan Barat Harisson, reparasi yang dilakukan merupakan rekomendasi Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kalbar.
Deni Amirudin, Pengamat Hukum Kalbar dari Universitas Muhammadiyah Pontianak (UMP) mengatakan rekomendasi Kejati atas reparasi enam unit ambulans Covid-19 tersebut menjadi tanda tanya besar.
“Apa dasar hukumnya, sehingga Kejati Kalbar memberi saran tersebut. Apa lagi awal carut marut dugaan adanya penyelewengan anggaran terhadap pengadaan ambulans infeksius ini dimulai dari statement Kejati Kalbar sendiri,”katanya, Senin (18/10/2021).
Padahal, kata dia, Tim Pengawal Pengamanan Pemerintah dan Pembangunan (TP4) dari Kejaksaan baik di tingkat pusat maupun daerah sudah dibubarkan
“Sehingga kalau benar pernyataan Kadis Kesehatan Provinsi Kalbar ini, maka akan memunculkan krisis kepercayaan masyarakat terhadap kinerja Kejati Kalbar saat ini,” tegasnya.
“Menjadi aneh, Kejati yang awalnya melontarkan adanya dugaan penyimpangan pengadaan mobil ambulans infeksius, kini malah Kejati Kalbar justru memberi saran (rekomendasi, red),” sambung Deni.
Praktisi Hukum ini mengatakan seharusnya Kejati Kalbar menyita enam unit ambulans infeksius yang sejak awal diduga tidak sesuai spesifikasi Pedoman Kementerian Kesehatan RI.
“Harusnya segera disita Kejati Kalbar sebagai barang bukti, tapi kok malah Kejati Kalbar yang menyarankan melakukan reparasi keenam unit ambulansd infeksius tersebut,” cecarnya.
Deni pun menjelaskan berkaitan kontruksi hukum berkaitan dengan pengadaan barang dan jasa. Pada pasal 1 angka 5 Peraturan Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Nomor 3 Tahun 2012 tentang Pedoman Penunjukan Langsung Pengadaan Kendaraan Pemerintah di Lingkungan Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah/Institusi Lainnya, menyatakan: Penyedia kendaraanpPemerintah adalah Penyedia khusus untuk kendaraan yang memiliki surat pejunjukkan resmi sebagai main dealer/dealer dari Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM)/Main Dealer.
“Sekarang yang menjadi pertanyaan apakah kedua penyedia jasa pengadaan mobil ambulans infeksius memenuhi syarat tersebut? Dan apakah penawarannya sesuai dengan eCatalog?,” tanyanya.
“Jadi kita minta Kejati Kalbar untuk serius dan transparan, Kejati jangan sampai overlaping,” timpal Deni.
Berkaitan dengan perawatan, Deni menjelaskan dengan logika hukum. Yang disebut perawatan yakni terhadap spesifikasi pekerjaan yang sudah dikerjakan dan sesuai.
“Bukan terhadap item pekerjaan yang belum/tidak dikerjakan. Karena itu sudah dilaksanakan serah terima hasil kerjaannya,” lugas Deni mengkritisi pernyataan Harisson soal perawatan 180 hari.
“Kalau terhadap item pekerjaan yang belum dikerjakan kemudian itu harusnya jadi temuan hukum, pertanyaannya kenapa setelah serah terima barang baru dikerjakan?,” timbal Deni lagi.
Deni mencontohkan, apabila ada item yang sudah dikerjakan lalu terjadi kerusakan atau kehilangan fungsi, maka berlaku lah pemeliharaan 180 hari tersebut.
“Namun terhadap item pekerjaan yang belum dikerjakan kemudian baru dikerjakan setelah adanya serah terima barang, itu bukan dimaksudkan pemeliharaan, itu sih ‘nutupi’ kebusukan yang ada,” cecarnya.
Menurutnya, Kejati terjadi overlapping dan itu tidak dibenarkan. Karena tidak ada fungsi jaksa untuk memberi rekomendasi terhadap pekerjaan yang semula diduga oleh jaksa sendiri ada dugaan penyimpangan.
“Dulu ada peran jaksa untuk memberi masukan dan rekomendasi, namanya dulu TP4D, tapi sekarang kan sudah dibubarkan. Jadi tidak ada lagi peran jaksa memberi rekomendasi,” tegasnya.
Deni berpesan kepada Kajati Kalbar, Masyhudi untuk serius dalam menangani persoalan ini. Mengingat ini menjadi ukuran bagi Kajati Kalbar yang baru menjabat.
“Apalagi institusi Kejati Kalbar yang awalnya memercik dugaan penyimpangan ini,” tuntas Deni.
Lapor Kejagung dan KPK
Sementara Ketua Umum DPP Laskar Anti Korupsi Indonesia (LAKI) Burhanudin meragukan pernyataan adanya rekomendasi Kejati Kalbar tersebut. Mengingat tidak ada wewenang jaksa menyarankan atau merekomendasikan hal tersebut.
“Saya meyakini tidak mungkin jaksa merekomendasikan itu, karena itu bukan wewenang jaksa, tapi adalah wewenang inspektorat,” ucapnya, Senin (18/10/2021).
Jika benar ada rekomendasi, maka menjadi pertanyaan adalah rekomendasinya berbentuk surat atau tersirat.
“Kalau tersurat tentu ada nomor registrasi surat rekomendasi itu resmi dari kejaksaan,” katanya.
Selaku Ketua Umum LAKI, Burhanudin akan terus mengawal kasus ini sampai tuntas. Salah satunya dengan segera melaporkan berkaitan dengan proses hukum di Kejati Kalbar ini kepada Jaksa Muda Pengawas Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Jamwas Kejagung RI) dan Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia (KPK RI). Karena menurut pandangannya, Kejati Kalbar kurang serius menangani proses hukum yang telah mencuat dan bersumber dari intitusinya sendiri.
“Kejati harus serius, karena ini mencuat merupakan produk hukum dari Kejati Kalbar, hingga sampai berani memanggil dan memeriksa walau itu dalam rangka klarifikasi,” kritik.
“Bahkan yang mengejutkan diantaranya yakni penyidik telah melakukan cek fisik ambulans tersebut, yakni atas dugaan tidak sesuai sepesifikasi,” sambung Burhanudin.
Burhanudin mengajak semua pihak untuk berpikir terkait makna perbaikan, reparasi atau renovasi yang terjadi pada enam ambulans infeksius yang disediakan oleh PT API.
“Berbeda atau tidak maknanya ambulans diperbaiki sebelum masuk ranah hukum dengan ambulans diperbaiki setelah masuk ranah hukum?,” tanyanya.
“Atau begini, sama atau tidak maknanya ketika terjadi satu kasus korupsi yang ditangani APH kemudian terjadi kerugian negara dikembalikan sebelum masuk ranah hukum dan dikembalikan setelah masuk ranah hukum,” timpal Burhanudin.
Dikatakan dia, tentu berbeda makna hukumnya antara sebelum dan sesudah masuk ranah hukum. Sama juga dengan ambulans ini diperbaiki/reparasi di saat masuk di ranah hukum.
“Jadi proses hukum ini tidak bisa diberhentikan,” tegasnya.
Berkaitan dengan masa perawatan 180 hari, Burhanudin minta Kadinskes Kalbar untuk menjelaskan dengan dasar hukum, apakah memang diatur waktu 180 hari itu di dalam UU pengadaan barang dan jasa berkaitan dengan masa perawatan ketika dalam suatu pengadaan.
“Kita bicara kontek hukum, jadi Kadis Kesehatan Provinsi Kalbar harus menggunakan dasar hukum pula,” lugasnya.
Jika melakukan perbaikan di saat ranah hukum prosesnya sedang berlangsung, tentunya ini menunjukan ada benarnya telah terjadi spesifikasi yang berbeda/kurang.
“Fakta yang terjadi adalah ini direparasi saat masuk proses hukum, terjadi kisruh, baru diperbaiki. Apalagi dikatakan Kadinkes semua itu (reparasi, red) dilakukan karena adanya rekomendasi Kejati Kalbar,”ujar Burhanudin.
“Saya masih mempertanyakan bentuk rekomendasi benar kah itu ada rekomendasi dari kejaksaan,” sambung dia.
Ditegaskan dia, jika perbaikan ambulans dilakukan sebelum masuk ranah hukum, maka itu namanya niat baik. “Namun jika itu dilakukan setelah proses hukum atau proses hukum sedang berjalan, maka itu namanya dipaksakan,” tutup Burhanudin.
Kejati Kalbar ‘Tutup Mulut’
Terpisah, Kasipenkum Kejati Kalbar Pantja Edy Setiawan ketika dikonfirmasi enggan berkomentar atas pernyataan institusinya telah memberi rekomendasi terkait ambulans Covid-19. Pantja menyarankan agar langsung mengkonfirmasi hal tersebut kepada Kasi C Intelejen Kejati Kalbar Thoriq Mulahela.
Sementara itu, Thoriq Mulahela ketika wartawan tiga kali berusaha konfirmasi via telepon tidak mengangkatnya. Saat dikirimkan chat WhatsAppp Thoriq menjawab. Hanya saja, ia kembali mengarahkan kepada Kasipenkum Kejati Kalbar.
“Mohon maaf untuk konfirmasi berita harus lewat Kasipenkum atau Asintel Kejati,” jawab Thoriq Mulahela.
Tidak seperti sebelumnya, Kasi C Intelejen Kejati Kalbar Thoriq Mulahela lah yang memberikan statement dan membenarkan adanya pemeriksaan ambulans infeksius. Dijelaskan dia, pemeriksaan tersebut berawal adanya laporan dan pengaduan yang masuk kepada pihaknya, sehingga sedang didalami. Thoriq juga sebelumnya menjelaskan terdapat sejumlah pihak terkait yang sudah dilakukan pemanggilan untuk dimintai keterangan atas pengadaan ambulans Covid-19 diduga bermasalah tersebut.
Akan Diserahkan ke Jaksa, 12 Ambulans Ditarik
Gubernur Kalbar Sutarmidji mumutuskan menarik 12 mobil ambulans Covid-19 dan menyerahkannya ke Kejati Kalbar sebagai barang bukti. Supaya jaksa bisa periksa semuanya.
“Clear-kan dulu. Kalau sudah clear baru diserahkan ke kabupaten/kota yang mendapat alokasi itu,” katanya kepada wartawan.
Gubernur disapa Midji ini mempersilahkan kejaksaan membuka semua. Jika ada indikasi penyimpangan agar diungkap.
“Kalau ada indikasi yang terima uang, dan beking perusahaan, ungkap,” tegasnya.
Gubernur meminta proses penanganan pengadaan ambulans terbuka. Tak perlu ada demo.
“Saya tidak mau ada yang ditutup-tutupi. Saya minta clear. Termasuk ada Keterlibatan saya, Kepala Dinas, ungkap semua,” tegasnya lagi.
Midji juga minta kejaksaan menjelaskan proses penunjukan langsung (PL). Yang hal itu sudah dibicarakan.
“Ada kepala BPKP, Inspektorat, dan Kejaksaan. Baru diputuskan tidak boleh tender. Masalah spesifikasi mobil mahal silahkan diungkap. Kalau ada penyimpangan dibuka,” katanya.
Kewenangan ada pada masing-masing. Kalau misalnya lapis plafon beludru disuruh ganti bahan sintetis, bukan urusan aparat penegak hukum.
“Menggunakan interior di dalam apa. Urusan kita Pemda terserah. Yang belikan Pemda, bukan Jaksa,” lugasnya.
Midji meminta ini persoalan ini clear semua agar jangan sampai ada opini atau anggapan korupsi. “Clear-kan semuanya baru itu dikembalikan ke kita. Saya tidak mau ada kecurigaan masyarakat terhadap saya dan kepala dinas. Saya tidak akan tutup-tutupi. Kalau tidak ada masalah, jangan dibuat masalah,”pungkas Sutarmidji. (rin)
Discussion about this post