– Sebelumnya tidak hadir saat sidang kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) dengan terdakwa Ali Sabudin, saksi korban Lily Susianti akhirnya memberi keterangan di Pengadilan Negeri Pontianak, Rabu (08/12/2021).
Mantan istri Ali Sabudin ini membeberkan dugaan penyiksaan yang dialaminya pada 26 Mei 2011 silam di hadapan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Pontianak.
Sidang yang digelar pukul 10.30 WIB itu berakhir menjelang pukul 12.00 WIB. Lily dihadirkan JPU Kejari Pontianak dalam agenda pemeriksaan saksi korban.
Hadir dalam persidangan tersebut pengacara dari Lily yaitu Herawan Utoro. Sementara Ali Sabudin sendiri juga didampingi pengacaranya Ary Sakuryanto.
Dari pantauan wartawan saat sidang dimulai, terdakwa Ali Sabudin telah duduk di kursi pesakitan. Namun Majelis Hakim minta bos Top Qua tersebut keluar berdasarkan permintaan saksi pelapor dengan alasan merasa tidak nyaman dengan keberadaan terdakwa.
Permintaan saksi korban sempat ditolak oleh kuasa hukum terdakwa, Ary Sakuryanto. Namun setelah mendapat penjelasan dari Majelis Hakim, terdakwa dan kuasa hukum akhirnya menerima permintaan itu.
Di hadapan Majelis Hakim, JPU serta Pengacara Ali Sabudin mencecar Lily sejumlah pertanyaan. Mengaku trauma atas kejadian dugaan KDRT yang dilakukan Ali Sabudin, Lily dengan gamblng menceritakan semuanya.
Di hadapan Majelis Hakim, JPU dan Pengacara, Lily mengatakan penyiksaan yang dialaminya terjadi pada 26 Mei 2011 sekitar pukul 17.30 WIB sampai dengan 23.00 WIB. Dugaan Penyiksaan itu dilakukan oleh terdakwa, Ali Sabudin.
Penyiksaan tersebut terjadi di dalam kamar. Di mana awal kejadian, satu minggu sebelum 26 Mei 2011 Lily dan terdakwa ribut masalah tandatangan sertifikat tanah.
“Terdakwa mendesak saya untuk tandatangan sertifikat. Dia (terdakwa) bilang mau menukar tanah dengan papanya,” kata Lily.
Menurut Lily, terdakwa mau sertifikat tanah atas nama dirinya dan terdakwa ditukar dengan sertifikat tanah orangtuanya yang ada di Jakarta. Namun dirinya tidak mau ditukar karena terdakwa tidak menjelaskan apa tujuan dari penukaran itu. Terdakwa hanya mengatakan, penukaran tersebut untuk bisnis.
“Saya hanya dipaksa dan didesak untuk tandatangan sertifikat,” ujar Lily.
Lily menerangkan, dirinya sempat tidak percaya, sehingga menghubungi mertuanya untuk menanyakan masalah tersebut. Jawab yang didapat ternyata benar memang mau ditukar.
Kemudian Kamis 26 Mei 2011 sekitar pukul 14.00 WIB, ia mendatangi kantor notaris yang mengurus sertifikat tanah tersebut, untuk menanyakan surat yang akan ditandatangani. Penjelasan yang disampaikan notaris, bahwa surat yang akan ditandatangan adalah surat pelepasan hak.
“Jadi semua tanah milik saya yang didapat selama perkawinan oleh terdakwa mau dilepaskan. Kepada notaris saya sampaikan, rumah tangga kami lagi adalah masalah. Sehingga notaris menyarankan agar menyelesaikan masalah rumah tangga terlebih dahulu,” bebernya.
Sepulang dari kantor notaris atau sekitar pukul 15.00 WIB ke rumah di Jalan AR Saleh, Lily masuk ke dalam kamar. Sebelum magrib, terdakwa datang masuk ke kamar sembari membanting pintu.
“Di dalam kamar, saya dorong ke atas ranjang. Tangan saya disilang dan dipegang. Ditampar, ditonjok, didorong. Penyiksaan itu berulang-ulang hingga pukul 23.00 WIB,” ceritanya.
Saat itu, kata Lily, dirinya melawan dengan mengangkat kaki supaya bisa bangun untuk bela diri. Namun kakinya langsung ditendang oleh terdakwa.
“Saya disiksa, terdakwa duduk di atas perut menggenjot-genjot perut saya. Perbuatan itu berulang-ulang supaya tidak bisa bernapas. Saya teriak minta tolong, tapi tidak ada yang menolong,” katanya.
Tak hanya itu, Lily juga mengaku bahwa terdakwa menggunakan siku, memukul kedua ketiaknya. Saat itu ia sudah memohon agar terdakwa melepaskannya. Tetapi terdakwa tidak mau malah meminta dirinya memukulnya.
“Terdakwa minta ditonjok, saya tidak mau. Kemudian dia naik ke badan saya, mohon maaf, pantat dan kemaluannya didudukkan di muka saya sampai saya tidak bernapas. Terdakwa membuka baju, mengambil keringat lalu memasukan keringatnya ke dalam mulut saya,” paparnya.
Lily menyatakan saat itu terdakwa kehausan dan teriak minta pembantu untuk mengambil air minum. Pembantu datang masuk ke kamar membawakan minum. Sementara dirinya tidak diberi kesempatan untuk minum.
“Saat terdakwa minum, tangan saya masih dipegang. Ketika pembantu meninggalkan kamar, terdakwa kembali menggenjot perut saya. Saya sampai buang air kecil di kasur,” ucap Lily.
Lili menjelaskan, pada pukul 23.00 WIB setelah penyiksaan, ia meninggalkan kamar menuju ruang tengah untuk menenangkan diri. Keesokan harinya, pada 27 Mei barulah dirinya membuat laporan ke Polresta Pontianak.
“Saya meminta kepada Majelis Hakim, agar menghukum terdakwa seberat-beratnya,” pinta Lily di depan Majelis Hakim.
Ali Sabudin Sampaikan Keberatan
Setelah Lily Susianti memberikan keterangan di depan Majelis Hakim, terdakwa Ali Sabudin kembali dihadirkan di dalam persidangan. Majelis Hakim menjelaskan keterangan yang telah disampaikan Lily Susianti kepada terdakwa.
Terdakwa Ali Sabudin mengatakan keberatan dengan keterangan Lily. Menurut terdakwa, keterangan saksi tidak benar alias rekayasa.
“Saya keberatan dengan keterangan saksi korban,” bantah terdakwa Ali Sabudin dalam persidangan.
Tak hanya itu, Ali Sabudin juga membantah jika dikatakan dirinya pulang dari kerja pada tanggal 26 Mei itu. Melainkan sudah di rumah sedang istirahat.
“Tidak ada mendorong korban, korban menyerang saya dengan pisau. Pemukulan tidak ada,” bantah Ali Sabudin lagi.
Berkaitan dengan pencabutan laporan, Ali Sabudin sendiri mengaku tidak mengetahui adanya pencabutan laporan.
“Saya keberatan atas keterangan korban,” ucapnya lagi.
“Semua direkayasa. dia menjedotkan kepala sendiri. Mengejar saya dengan pisau juga ada yang melihat,” sambung Ali Sabudin.
Jaksa Yakin Dakwaan Terbukti
JPU Kejari Pontianak, Abdul Samad mengatakan yakin bahwa keterangan saksi korban Lily Susianti sesuai dengan fakta dan dakwaan. Pihaknya tentu memiliki bukti yang kuat atas perbuatan yang dilakukan terdakwa (KDRT, red).
Persoalan bantahan terdakwa seperti apa yang disampaikan dalam persidangan, Abdul Samad tidak ambil pusing. Lantaran hal tersebut merupakan hak dari terdakwa.
“Soal bantahan terdakwa itu haknya dia. Kami yakin ini terbukti KDRT,” tegas Samad.
Majelis Hakim Terkesan Tidak Miliki Empati
Terpisah, kuasa hukum Lily Susianti, Herawan Utoro mengatakan kekerasan terhadap perempuan merupakan tindakan yang dilarang.
“Kita sangat menyayangkan sikap Majelis Hakim yang terkesan tidak memiliki empati terhadap korban. Karena pertanyaan yang diajukan Mejalis Hakim, bukan mengejar bagaimana tindakan kejahatan itu dilakukan atau terjadi, tetapi lebih mendalami apa yang menyebabkan kejahatan itu terjadi,” sesalnya.
Majelis Hakim, kata Herawan, tidak menggunakan kata bagaimana cara kejahatan itu dilakukan pelaku. Melainkan menggunakan, kata mengapa itu terjadi.
“Sementara terbuktinya perkara diukur dengan bagaimana kejahatan itu terjadi, bukan motifnya. Pertanyaan ini tentu mengarah kepada kepentingan terdakwa,” ucapnya.
Herawan juga menyayangkan Majelis Hakim menanyakan perihal pencabutan laporan. Padahal pertanyaan itu tidak ada hubungannya dengan perkara KDRT yang dilakukan terdakwa.
“Apa yang dialami klien saya bukanlah delik aduan, melainkan pidana murni. Sehingga ada atau tidak pencabutan laporan tidak menghentikan proses hukum, baik di kepolisian maupun di kejaksaan,” pungkas Herawan Utoro. (rin)
Discussion about this post