– Beberapa waktu lalu Masyarakat Adat Dayak Kalis, Kecamatan Kalis, Kabupaten Kapuas Hulu menggelar ritual Mamariang di hutan Karangas Morotai atau hutan yang difungsikan sebagai hutan produksi pada 17 Desember 2021.
Ritual Mamariang dilaksanakan juga untuk meminta agar hutan yang telah mereka jaga sepenuh hati selama ini tidak diambil alih oleh pihak perusahaan, dalam hal ini PT TKM Biofuel Indonesia, yang kabarnya akan melakukan aktivitas di wilayah setempat.
Kepala adat Dominikus Diman dan Kepala Desa Rantau Kalis Yohanes Sunan Pujiadi memimpin jalannya ritual adat.
Tampak masyarakat baik yang tua muda, pria dan wanita bergotong royong menyiapkan semua keperluan ritual dan menunjukkan kekompakan dalam berjuang mempertahankan wilayah adat.
Turut hadir dalam kegiatan tersebut pengurus Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Kabupaten Kapuas Hulu, BPD Desa Rantau Kalis beserta aparatur Desa Rantau Kalis. Terlihat hadir dari Desa Nanga Tubuk Thomas Kepala BPD Desa Nanga Tubuk, Toa Banua Nanga Tubuk Gondi dan Tedy dari Desa Nanga Danau.
Kepala Desa Rantau Kalis Yohanes Sunan Pujiadi mengungkapkan, ritual ini menjadi cara protes dengan damai dalam upaya mempertahankan wilayah adat warisan nenek moyang Suku Dayak Kalis.
“Keteguhan mempertahankan hutan dan wilayah adat dikarenakan disanalah sumber kehidupan berasal. Pohon, rotan, tanaman obat, getah damar, madu menjadi sumber daya alam untuk memenuhi kebutuhan hidup kami,” ungkap Yohanes.
Kades menegaskan motivasi masyarakat menjaga hutan dan wilayah adatnya bukan karena materi, namun murni mereka merasa memiliki tanggung jawab besar untuk menjaganya demi kelangsungan hidup generasi yang akan datang.
“Kenapa kami mempertahankan tanah air kami, hutan kami, karen hutan kami merupakan paru-paru dunia, apa yang telah kami lakukan ini sejalan dengan upaya pemerintah pusat yang ingin menjadikan desa hijau dan produktif,” ucap Yohanes.
Artinya sambung Yohanes, apa yang masyarakat lakukan seirama dengan pemerintah pusat untuk menjaga hutan, air dan udara di wilayah mereka, agar tetap bisa memberi manfaat untuk masyarakat sekitar bahkan dunia.
Sementara Kepala adat Desa Rantau Kalis Dominikus Diman menjelaskan, secara hukum, pengakuan dan perlindungan Masyarakat Hukum Adat Rantau Kalis telah di akui sesuai dengan SK Bupati Nomor 129 Tahun 2021.
“Namun tanpa mengindahkan itu perusahaan PT. TKM Biofuel telah memiliki ijin lokasi untuk penanaman rumput gajah di tanah-tanah kami tanpa izin dari masyarakat,” ujar Dominikus Diman.
Bahkan kata Diman, sebagian areal yang dicatut oleh perusahaan meliputi lokasi persawahan, pertanian, perkebunan, bahkan hutan yang secara adat difungsikan sebagai hutan simpan.
“Di internal masyarakat adat saja, jika ada yang ingin ambil kayu untuk bahan bangunan harus melapor dan meminta izin kepada tetua adat, kami tidak membolehkan pohon-pohon dijual, karena kami begitu menghormati alam,” jelasnya.
Pada kesempatan yang sama, Herkulanus Sutomo Manna mewakili Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Kapuas Hulu yang turut serta pada perayaan ritual mengatakan bahwa AMAN sebagai organisasi selalu mendukung perjuangan-perjuangan masyarakat adat dalam memperjuangkan wilayah adatnya.
“Baik secara pergerakan maupun perjuangan secara formal. AMAN telah dan akan selalu mendampingi masyarakat yang ingin mendapatkan kembali hak mereka terhadap wilayah adatnya secara resmi, dengan menempuh jalur birokrasi kepada pemerintah,” kata Herkulanus Sutomo Manna.
Bagi masyarakat kata Tomo sapaan akrab Herkulanus Sutomo Manna, hadirnya perusahaan dipastikan akan berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat adat.
“Akan merubah tatanan kehidupan orang Dayak Kalis, juga dapat meleburkan koneksi mereka terhadap roh leluhur yang menjaga alam karna hilangnya hutan yang menjadi ruang hidup warisan leluhur turun temurun,” jelasnya.
Sementara Ferry Ferdiansyah, perwakilan PT TKM Biofuel menyampaikan, bahwa pihaknya memastikan sejumlah izin lokasi yang sudah didapatkan untuk pengembangan tanaman rumput gajah tidak berada di areal kawasan hutan adat atau lindung, sebagaimana yang diklaim oleh beberapa desa di Kecamatan Kalis, Kabupaten Kapuas Hulu sebelumnya.
Menurutnya, kehadiran perusahaan di beberapa wilayah di Kecamatan Kalis sama sekali tidak merusak tatanan adat istiadat dan budaya masyarakat setempat.
“Saat kita ajukan izin lokasi, kami sudah melakukan inventarisasi, sehingga hutan adat tidak kita ganggu. Apalagi sudah ada SK Bupati yang mengaturnya,” ungkap Ferry.
Ferry juga membantah jika pihak perusahaan hendak menguasai seluruh areal hutan. Oleh karenanya, ia meminta masyarakat tidak termakan isu tersebut.
“Kita hanya garap lahan yang berada di izin lokasi, seperti daerah rawa, bekas perkebunan, hutan belukar yang tidak lagi difungsikan. Kita juga memahami bahwa untuk hutan memang tidak boleh kita tebang,” ucap Ferry.
Bahkan kata Ferry, jika di lokasi izin operasional perusahaan terdapat tanaman pohon buah-buahan yang menghasilkan, maka tidak ditebang, namun di infklaf.
“Kita dari pihak perusahaan pastikan turut dalam menjaga dan melestarikan budaya dan alam. Pun tanaman yang kita kembang juga bermanfaat untuk masa depan,” tutur Ferry.
Lanjut Ferry menyampaikan, hingga saat ini PT TKM Biofuel sudah mengantongi ijin lokasi di dua kecamatan, yakni Kecamatan Bika dan Kalis.
“Untuk di Kecamatan Kalis ijin lokasi ada 6 desa, kemudian 1 desa di Kecamatan Bika. Jadi pada intinya, kita sudah survei lahan, dan lahan yang bukan hutan konservasi, hutan adat dan sebagainya tidak kita ganggu,” tegas Ferry.
Selain itu PT TKM Biofuel kata Ferry tetap membangun pola kemitraan, maka walaupun sudah dapat ijin lokasi pihaknya kata Ferry tidak serta merta langsung menggarap.
“Namun kita mengajak kemitraan dengan masyarakat, akan ada kompensasi bagi pemilik lahan yang bermitra, dan kita tidak kuasai lahan, namun hanya menggunakan lahan untuk dikelola,” pungkasnya. (opik)
Discussion about this post