JURNALIS.co.id – Satoru Nomura, seorang bos Yakuza di Jepang membunuh perawat yang dianggapnya gagal melakukan operasi pembesaran kelamin (Mr P). Bos kelompok yang dikenal kejam ini dijatuhi vonis hukuman mati.
Menyadur Suara.com pada Jumat (07/01/2022), kejadian bermula pelaku tersinggung atas kata-kata perawat wanita yang menanganinya.
Kala itu ia mengatakan bekas lukanya sangat sakit. Tapi perawat mengatakan “sakit yang kamu rasakan tak lebih dari sakit saat membuat salah satu tato Yakuza itu”.
Tahun 2013, Nomura diduga balas dendam dengan memerintahkan pembunuh bayaran untuk menghabisi perawat itu dengan cara ditikam kepalanya di jalanan di Hakata, Fukuoka.
Semua ini terungkap dalam persidangan yang berlangsung tahun 2017 dan pada Agustus 2020, Satoru Nomura divonis hukuman mati oleh hakim.
Pemimpin sindikat Kudo-kai ini sempat mengancam hakim yang memutuskan hukuman gantung untuknya dengan mengatakan ia akan menyesali keputusannya.
“Saya meminta keputusan yang adil… Anda akan menyesali ini seumur hidup Anda,” katanya kepada Hakim Ketua Ben Adachi, yang diberi perlindungan polisi setelahnya.
Selama ini, Jepang selalu ‘bersikap ramah’ pada Yakuza dan anteknya jika mereka membunuh orang.
Biasanya, kelompok yang tubuh anggotanya identik dipenuhi tato ini ‘dapat melakukan pembayaran besar, meminta maaf secara diam-diam, dan lolos begitu saja,’ menurut Asia Times.
Namun kasus Nomura menandai perubahan besar dalam perlakuan Jepang terhadap preman yang tidak terkendali.
Kasus ini berkaitan dengan satu tuduhan pembunuhan, tiga tuduhan percobaan pembunuhan dan sejumlah tuduhan lainnya, tapi pembunuhan perawat adalah yang paling menonjol.
Dia adalah bos Yakuza pertama yang dijatuhi hukuman mati. Geng kekerasan Nomura adalah cabang paling terkenal dari Yakuza, kelompok mafia lama Jepang yang berasal dari samurai kuno.
Diperkirakan lebih dari 25.000 orang Jepang adalah anggota kelompok tersebut.
Discussion about this post