
JURNALIS.co.id – Kejaksaan Negeri (Kejari) Pontianak dipastikan mengajukan banding atas putusan pidana penjara enam bulan dengan satu tahun percobaan terhadap terdakwa kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) bos Top Qua Ali Sabudin terhadap mantan istrinya, Lily Susianti.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Pontianak Abdul Samad menerangkan vonis yang dijatuhkan majelis halim Pengadilan Negeri (PN) Pontianak terhadap terdakwa tidak sesuai dengan tuntutan mereka. Sehingga pihaknya mengajukan banding.
“Pengajuan banding tersebut dilakukan, karena vonis yang dijatuhkan terhadap terdakwa lebih ringan dari tuntutan yang kita berikan, di mana kita sebelumnya menuntut terdakwa delapan bulan penjara. Namun hakim menjatuhkan enam bulan penjara, satu tahun hukuman percobaan,” kata Samad kepada wartawan, Senin (10/01/2022).
Pelapor Minta Terdakwa Ditahan
Sementara Herawan Oetoro selaku kuasa hukum pelapor sekaligus korban KDRT Lily Susianti menyatakan pihaknya berkeyakinan bahwa upaya hukum banding JPU niscaya akan dikabulkan.
“Pidana percobaan terdakwa Bos Top Qua, niscaya dibatalkan,” ujarnya.
Senin 10 Januari 2022, pihaknya telah mendapat informasi bahwa JPU telah mengajukan upaya hukum banding terhadap putusan Majelis Hakim PN Pontianak atas terdakwa Ali Sabudin. Vonis sebelumnya dijatuhkan pada Kamis, 6 Januari 2022.
“Saya selaku penasihat hukum dari korban, Lily Susianti berharap agar Kepala PN Pontianak mengajukan permohonan penetapan penahanan terhadap terdakwa Ali Sabudin di Rutan kepada Ketua Pengadilan Tinggi Pontianak,” ujarnya
Lanjut Herawan, pihaknya juga berharap kepada Kepala PN Pontianak agar melakukan penahanan terhadap terdakwa Ali Sabudin di Rutan Kelas 2A Pontianak. Apalagi adanya pertimbangan pengalihan penahanan dari majelis hakim terhadap terdakwa Ali Sabudin dari tahanan Rutan menjadi tahanan rumah dengan maksud mengurangi kapasitas Rutan adalah tidak Tepat dan tidak benar.
“Karena sebelum melimpahkan perkara ini ke pengadilan, penuntut umum dari Kejari Pontianak melakukan penahanan terhadap terdakwa di Rutan yang ada di Polresta Pontianak, serta Polresta Pontianak tidak terkendala over kapasitas di ruang tahanan,” katanya.
Di samping itu, atas upaya hukum banding JPU pihaknya berkeyakinan permohonan tersebut niscaya dikabulkan. Putusan PN Pontianak ini niscaya dibatalkan oleh majelis hakim banding.
“Pertimbangan-pertimbangan putusan PN Pontianak, tidak tepat dan tidak benar. Karena mengandung kemenduaan,” ucapnya.
Di satu sisi terdakwa Ali Sabudin dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana KDRT. Namun di lain sisi terdakwa dijatuhi pidana yang sangat ringan yakni pidana penjara selama enam bulan dan ditetapkan pidana tersebut tidak perlu dijalankan oleh terdakwa.
“Kecuali apabila dikemudian hari ada perintah lain dalam putusan hakim, karena terpidana melakukan perbuatan pidana sebelum lewat masa percobaan satu tahun,” ujar Herawan.
Lanjutnya lagi, sedangkan tindak pidana pasal 41 ayat 1 Undang-Undang tentang penghapusan KDRT yang dakwakan oleh JPU kepada terdakwa mempunyai ancaman pidana yang relatif berat yakni pidana penjara lima tahun.
“Terdakwa melakukan Kekerasan terhadap korban, di mana akibat kekerasan yang dilakukan itu, korban menderita luka yang relatif berat yakni berupa memar pada pergelangan tangan, memar pada pergelangan tangan kiri, memar pada dada kanan atas dekat ketiak, memar pada kaki kiri, memar pada kaki kanan dan memar pada belakang telinga kiri sesuai Hasil visum dari dokter pemeriksa di Bhayangkara Polda Kalbar,” paparnya.
Kemudian JPU dalam surat tuntutannya pada 30 Desember 2021 telah menuntut agar majelis hakim PN Pontianak menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Ali Sabudin berupa pidana penjara selama delapan bulan.
“Berdasarkan dan beralasan tersebut, sesungguhnya Majelis Hakim PN Pontianak sepenuhnya menyadari bahwa terdakwa tidak patut untuk dijatuhkan pidana percobaan,” tegasnya.
Selain itu, dikatakannya pula majelis hakim PN Pontianak sepenuhnya menyadari bahwa terhadap putusan tersebut JPU pasti mengajukan banding. Niscaya dikabulkan dan putusan PN Pontianak pasti dibatalkan oleh majelis hakim banding.”
“Adanya keberpihakan, ketidak-adilan dan ketidak-jujuran serta ketidak-patutan yang terjadi di tingkat pertama di PN, akan dikoreksi, diluruskan, dan dipulihkan serta dibatalkan oleh Majelis Hakim Banding,” katanya.
“Hal itu sesuai pula dengan pendapat dari penasihat hukum terdakwa dalam eksepsi yang diajukan sebelumnya, yang menyatakan siapapun yang bersalah melakukan kejahatan harus dituntut dan dihukum setimpal dengan perbuatannya,” tuntas Herawan.
Ali Sabudin Lapor Mabes Polri
Terpisah, terdakwa Ali Sabudin melalui kuasa hukumnya Ary Sakuryanto menyatakan keberatan terhadap putusan yang dijatuhkan majelis hakim PN Pontianak. Namun lantaran putusan tersebut adalah produk hakim tentu mesti diterima.
“Yang kami kurang menerima sebenarnya terhadap berkas perkara yang mana perkara yang dilaporkan telah dicabut kemudian dilanjutkan kembali. Bahkan berkas perkaranya direkayasa,” ucap Ary.
Ary mengungkapkan pada BAP tersangka, tandatangannya menggunakan tandatangan scanner dan BAP tambahan menggunakan scanner. Padahal kliennya tidak pernah diambil BAP tersangka tambahan.
“Yang jelas perkara yang disidangKan banyak kejanggalan,” ucapnya.
Terhadap berkas yang penuh kejangalan tersebut pihaknya berencana melaporkan ke Mabes Polri.
“Klien saya layak untuk dibebaskan dari segala tuntutan,” pungkas Ary. (rin)
Discussion about this post