JURNALIS.co.id – Terkait polemik yang muncul pasca PT Inti Sawit Lestari (ISL) BGA Group menyelamatkan kerugian negara dengan memenangi lelang lahan perkebunan milik PT Benua Indah Grup (BIG), membuat BGA Group merasa dipermainkan atas proses lelang oleh lembaga negara tersebut.
Pasalnya, hasil proses lelang yang telah mereka menangi melalui prosedur lelang resmi Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Pontianak, melalui Pengadilan Negeri Ketapang berdasarkan Risalah Lelang Nomor 134/2015 tertanggal 26 Mai 2015 sekarang diklaim sejumlah masyarakat sebagai lahan perkebunan mereka.
Kepala perwakilan PT BGA, Riduan mengatakan, banyak kejanggalan terkait polemik yang saat ini dihadapi pihaknya. Hal tersebut lantaran lahan perkebunan eks PT BIG yang dimiliki merupakan hasil lelang resmi KPKNL Pontianak melalui Pengadilan Negeri Ketapang.
“Lelang ini resmi, negara yang lakukan. Awalnya sudah empat kali dilakukan, tetapi tidak ada yang berminat. Ketika lelang kelima terhadap tiga aset SHGU perusahaan PT Subur Ladang Andalan (SLA), PT Bangun Maya Indah (BMI), PT Duta Sumber Nabati (DSN), (Benua Indah Group-red) kami melalui PT ISL ikut sesuai prosedur dan membayar biaya lelang Rp 160 miliar lebih. Hingga akhirnya dinyatakan sebagai pemenang lelang oleh KPKNL melalui Pengadilan Negeri Ketapang berdasarkan Risalah Lelang No 134/2015 tertanggal 26 Mai 2015,” kata Riduan, Minggu (06/02/2022).
Sebelum ditetapkan sebagai pemenang lelang, lanjut Riduan, dalam proses pelelangan KPKNL Pontianak meminta Kantor Pertanahan atau BPN Ketapang mengeluarkan Surat Keterangan Pendaftaran Tanah (SKPT) pada tanggal 23 Oktober 2014 sesuai dengan surat a. No.45/2014, PT Subur Ladang Andalan (4.397,68Ha), b. No. 46/2014, PT Duta Sumber Nabati (3.087 Ha), c. No.47/2014, PT Bangun Maya Indah (4.034Ha).
Dalam surat tersebut, dijelaskan bahwa status riwayat tanah secara yuridis dan fisik atas suatu bidang tanah dan objek lelang sesuai dengan data buku tanah Kantor Pertanahan Kabupaten Ketapang.
Dia menjelaskan, setelah dinyatakan sebagai pemenang dan melalui proses administrasi lainnya, pada tanggal 8 Oktober 2015 pihaknya mengajukan proses balik nama atas SHGU dari PT SLA menjadi PT Wahana Hijau Indah (WHI), PT DSN menjadi PT Sentosa Prima Agro (SPA), PT BMI menjadi PT Raya Sawit Mandiri (RSM) yang semuanya masuk dalam BGA Group.
“Sebelum proses balik nama telah dilaksanakan Pengecekan Lapangan dan Pemetaan Kadastral oleh Kepala Kantor Pertanahan atau BPN Ketapang yang dituangkan dalam Berita Acara pemeriksaan menyatakan patok batas HGU maupun batas di lapangan sesuai yang tercantum dalam sertifikat,” jelasnya.
Riduan menambahkan, selama proses lelang hingga bukti HGU bentuk peta vertikal menjadi milik pihaknya, sama sekali tidak ada yang mengklaim lahan hasil lelang tersebut.
Bahkan, pada saat memenangi lelang masyarakat yang sebelumnya merawat dan memanen tanaman inti PT BIG menyerahkan kebun inti kepada pihaknya dengan meminta tali asih dan permintaan itu diberikan secara wajar.
“Artinya secara objektif masyarakat mengakui kalau kebun tersebut milik perusahaan. Yang perlu diketahui selama kurang lebih 20 tahun tanaman berada di dalam objek lelang tidak ada surat peringatan ataupun teguran dari BPN maupun instansi terkait lainnya,” tambah dia.
Menurut dia, persoalan ini muncul karena BPN menerbitkan dua peta bidang tanah yang bertentangan antara satu dengan yang lainnya, yaitu kutipan Peta Situasi No. 12/1991, tanggal 16 Juni 1997, yang melekat di SHGU PT SLA (PT WHI) dan PT BMI (PT RSM) dengan bentuk peta bidang tanah Vertikal dan Gambar Situasi No.12/1991, tanggal 2 september 1991, sesuai dengan data yang ada di Komputer Kantor Pertanahan (KKP) dengan bentuk peta bidang tanah Horizontal.
“Harusnya, apabila dari awal BPN menyatakan HGU Horizontal, maka BPN mengeluarkan surat peringatan atau teguran pada PT BIG dan proses lelang yang dilakukan KPKNL tidak memberikan kami HGU Vertikal selaku pemenang lelang,” tegasnya.
Untuk itu, ia mengaku kalau niat baik pihaknya, selain karena pertimbangan bisnis, yang paling penting karena mempertimbangkan imbauan Pemda Ketapang dalam rangka membantu masyarakat plasma PT BIG yang terpuruk akibat persoalan yang dihadapi BIG.
“Kita yang dirugikan, karena saat mau operasional malah banyak gangguan, kalau seperti itu kita bisa saja menuntut pihak yang menggelar lelang. Bahkan menuntut BPN karena tidak konsisten mengeluarkan dua peta HGU yang memicu munculkan polemik ini,” tegasnya. Kita intinya memegang HGU Vertikal yang diberikan negara atas hasil lelang,” tegasnya.
“Kalaupun BPN memaksakan HGU eks BIG berbentuk horizontal, maka secara faktual HGU tersebut tumpang tindih dengan ribuan SHM masyarakat bahkan terdapat rumah ibadah hingga sekolahan. Pertanyaan kami apakah mungkin ada produk hukum tentang atas hak tanah, yakni HGU dan SHM sama-sama diterbitkan BPN berada pada obyek tanah yang sama, apakah BPN mau bertanggung jawab jika kepada masyarakat pemilik ribuan SHM jika kami dipaksa menerima HGU horizontal padahal saat menang lelang yang kami terima HGU vertikal,” timpalnya.
Untuk diketahui, persoalan sejumlah masyarakat Dusun Mambuk Kecamatan Tumbang Titi kembali mencuat pasca Komisi II DPRD Ketapang menggelar Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) beberapa waktu lalu.
Hal demikian semakin diperparah lantaran Komisi II DPRD Ketapang tidak memasukkan pernyataan perusahaan ke dalam hasil notulen RDPU. Sehingga RDPU yang digelar dinilai pihak perusahaan tidak profesional lantaran tidak memuat pernyataan para pihak. (lim)
Discussion about this post