JURNALIS.co.id – Terkait polemik yang muncul antara PT Inti Sawit Lestari (ISL) BGA Group dengan masyarakat Dusun Mambuk, Desa Segar Wangi, Kecamatan Tumbang Titi pasca mereka memenangi lelang lahan perkebuna eks PT Benua Indah Grup (BIG) diduga akibat ulah Badan Pertanahan Nasional (BPN) Ketapang.
Pasalnya, BPN menerbitkan dua peta bidang tanah yang bertentangan satu dengan lainnya. Padahal SHGU milik BGA Group dengan peta berbentuk vertikal diketahui didapat dari hasil lelang resmi Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Pontianak melalui Pengadilan Negeri (PN) Ketapang berdasarkan Risalah No 134/2015 tertanggal 26 Mai 2015.
Namun, belakangan muncul peta berbentuk horizontal yang diklaim oleh BPN Ketapang sebagai peta milik BGA Group selaku pemenang lelang lahan perkebunan eks PT BIG. Al hasil, memicu polemik lantaran adanya pihak ketiga dan juga masyarakat yang akhirnya mengklaim sejumlah lahan perkebunan di peta vertikal milik BGA.
“Persoalan ini muncul karena BPN mengeluarkan dua peta bidang tanah yang bertentangan dan tidak sesuai dengan peta bidang tanah yang kami dapat melalui proses lelang resmi oleh negara,” ungkap kepala perwakilan PT BGA, Riduan, Senin (07/02/2022).
Riduan melanjutkan, yang menjadi pertanyaan, jika memang peta bidang tanah yang benar adalah peta bidang berbentuk horizontal, mengapa BPN selama ini tidak pernah memberikan peringatan atau teguran terhadap PT BIG selaku pemilik lahan awal yang telah melakukan penanaman kurang lebih 20 tahun lamanya.
Terlebih, telah membiarkan proses lelang hingga dimenangkan BGA Group dengan peta bidang tanah berbentuk vertikal.
Padahal, sambung Riduan, proses lelang juga melibatkan BPN Ketapang, karena mereka yang mengeluarkan Surat Keterangan Pendaftaran Tanah pada tanggal 23 Oktober 2014 sesuai dengan surat a. No.45/2014, PT Subur Ladang Andalan (4.397,68Ha), b. No. 46/2014, PT. Duta Sumber Nabati (3.087 Ha), c. No.47/2014, PT Bangun Maya Indah (4.034Ha).
“Di dalamnya menyatakan kalau status riwayat tanah secara yuridis dan fisik atas suatu bidang tanah dan objek lelang sesuai dengan data buku tanah Kantor Pertanahan Ketapang. Artinya peta vertikal hasil lelang yang kami menangi itu telah diakui BPN Ketapang. Lantas kenapa ada peta bidang horizontal yang sekarang muncul,” tanya dia.
Selain itu, pada saat proses balik nama menjadi hak milik BGA Grup, BPN Ketapang telah melakukan pengecekan dan pemetaan Patok Batas HGU di lapangan yang semuanya sudah sesuai dengan yang terdapat didalam SHGU.
“Makanya lucu dan aneh ketika setelah bertahun-tahun pasca menang lelang muncul pihak yang mengklaim HGU milik mereka dan muncul peta bidang horizontal. Kami ikuti lelang resmi dan kami telah membayar biaya lelang ke negara sebesar Rp160 miliar lebih,” jelasnya.
Untuk itu, Riduan mengaku, pihaknya bukan tidak mungkin akan menggugat BPN dan bahkan penyelenggara lelang negara jika memang mereka dipermainkan.
“Kalau main-main kami akan tuntut dan minta ini diproses hukum,” ketusnya.
Ia menambahkan, sebelum pihaknya mengikuti lelang tersebut, tidak ada pihak lain yang mau mengikuti lelang. Hingga pada saat lelang ke lima kalinya, BGA melalui PT ISL mengikuti lelang dengan tujuan selain pertimbangan bisnis juga karena mengikuti imbauan pemerintah daerah dalam membantu masyarakat yang menerima dampak dari persoalan PT BIG sebelumnya.
“Sekarang kami juga memikirkan banyak masyarakat. Sebab jika BPN memaksakan diri kami harus memiliki SHGU berbentuk peta horizontal, maka apakah BPN siap bertanggung jawab. Sebab di dalam SHGU horizontal terdapat ribuan SHM bahkan ada rumah ibadah dan sekolah. Kalau itu dipaksakan milik kami, maka apakah BPN siap bertanggung jawab kepada masyarakat yang tanah dan rumahnya masuk dalam SHGU kami,” pungkasnya. (lim)
Discussion about this post