JURNALIS.co.id – Kasus dugaan mafia tanah rugikan korban sebesar Rp2,19 miliar dengan tersangka inisial IS (56) dan AB (50) yang ditangani Polda Kalimantan Barat dilimpahkan ke Kejaksaan Tinggi Kalbar.
Kasus mafia tanah ini dilaporkan pada Juli 2020 lalu. Penetapan tersangka pada 11 Juni 2021. Berkas kedua tersangka tersebut sempat bolak-balik antara penyidik kepolisian dengan jaksa penuntut umum (JPU).
Akhirnya dilakukan pelimpahan tersangka beserta barang bukti pada Kamis (03/02/2022).
“Perkaranya sudah dilimpahkan kepada kita pada Kamis pekan lalu,” kata Kasipenkum Kejati Kalbar, Pantja Edy Setiawan saat dihubungi, Selasa (08/02/2022.
Menurut Pantja saat ini kedua tersangka dalam kasus mafia tanah suda ditahan di Rutan Kelas IIA Pontianak untuk proses pengadilan.
“Nantinya yang akan menuntut adalah dari Kejaksaan Negeri Pontianak,” jelasnya.
Diketahui sebelumnya, Polda Kalbar menetapkan IS dan AB sebagai tersangka dalam kasus dugaan mafia tanah. Kedua tersangka dijerat dengan Pasal 378 KUHP tentang Penipuan dan Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan.
Sementara diketahui Kejaksaan Tinggi Kalbar telah membentuk tim pemberantasan mafia, salah satunya mafia tanah. Pembentukan tim tersebut direspons dengan adanya 6 perkara dugaan mafia tanah. ”
“Beberapa perkara yang diduga terkait Mafia Tanah masih dalam pemeriksaan, kendala yang dihadapi memang tidak mudah untuk mengungkapnya, karena waktunya sudah lama, dan dilakukan secara terstruktur dan terlihat sangat rapi,” tegas Kajati Kalbar.
Masyhudi melanjutkan, untuk menangani perkara dugaan mafia tanah perlu kecermatan dan kehati-hatian. Akan tetapi pihaknya tetap berusaha mengungkap dengan bukti-bukti.
“Harapannya masyarakat mendapatkan keadilan atas hak-haknya,” ucap Mashyudi.
Background Kasus
Perkara dugaan mafia tanah ini bermula pada tahun 2014 silam. Saat itu, korban bernama Syukur, bertemu dengan AB dan IS melalui perantara YN. Mereka menawarkan sebidang tanah seluas 10 hektare depan bekas kantor PT Wana Bangun Agung (WBA), di Jalan Desa Kuala Dua, Kecamatan Sungai Raya, Kabupaten Kubu Raya.
Awalnya, tanah tersebut dipatok seharga Rp250.000 per meter. Setelah proses negosiasi, disepakati seharga Rp200.000 per meter.
“Saya tanya ke mereka, apakah tanahnya sudah bersertifikat, dijawab belum. Tapi mereka menjamin 1.000 persen, bahwa tanah itu milik mereka dan tidak bermasalah,” beber Syukur.
Untuk meyakinkan Syukur, IS dan AB menunjukkan surat jual beli tanah, peta bidang yang dikeluarkan oleh kepala desa setempat, dan surat pernyataan tentang penguasaan tanah yang juga diketahui oleh kepala desa. Keduanya juga menyanggupi dan berjanji akan mengurus sertifikat tersebut.
Kemudian sekitar Oktober 2014, IS dan AB meminta uang sebagai tanda jadi untuk mengurus sertifikat tanah. Syukur pun menyerahkan uang sebesar Rp300 juta, dengan dibuatkan bukti kwitansi.
“Secara bertahap, sampai tahun 2016, saya memberikan uang baik secara tunai maupun transfer kepada IS dan AB, dengan total Rp2,19 miliar,” katanya.
“Semua bukti penyerahan tercatat dalam akuntansi,” sambung Syukur.
Petaka bagi Syukur tiba bulan Desember 2016. Ketika itu, datang seseorang yang menerangkan, bahwa tanah yang akan dibelinya itu telah memiliki sertifikat atas nama orang lain. Orang tersebut juga menunjukkan surat-surat bukti kepemilikan.
Syukur terkejut bukan main. Ia langsung mengkonfirmasi kepada pihak BPN Kubu Raya. Ternyata, obyek tanah tersebut saat ini telah dikuasai orang lain berdasarkan sertifikat hak miliki bernomor 3.846, yang dikeluarkan pada tahun 1982.
“Dari situ saya baru tahu bahwa tanah tersebut bermasalah,” jelasnya.
Menurut Syukur, walau pun sudah ketahuan belangnya, kedua tersangka mafia tanah IS dan IB tetap bersikukuh, bahwa tanah tersebut milik mereka. Malah mereka kembali meminta sejumlah uang untuk mengurus sertifikat tanah.
“Saya tidak mau lagi mememunhi keinginan keduanya, karena merasa telah ditipu, dan meminta uang yang sudah diterima IS dan AB sebesar Rp2,19 miliar dikembalikan karena awalnya diyakinkan, bahwa jika tanah itu bukan milik mereka, uang akan dikembalikan,” terang Syukur.
“Upaya mediasi dan menunggu janji-janji dari IS dan AB agar mengembalikan uang telah memakan waktu hingga 4 tahun, tapi tak juga terealisasi,” tutup Syukur. (rin)
Discussion about this post