JURNALIS.co.id – Kecamatan Kalis Kabupaten Kapuas Hulu menjadi sasaran investor dari Jepang untuk membudidayakan rumput gajah. Penanaman modal asing dari PT TKM Biofuel Indonesia ini sudah mengantongi izin lokasi seluas 3.442,95 hektare yang tersebar di beberapa desa Kecamatan Kalis.
Namun PT TKM Biofuel Indonesia ditolak keberadaannya oleh tiga desa di Kecamatan Kalis. Yakni Desa Rantau Kalis, Desa Nanga Tubuk dan Desa Nanga Danau.
“Dari perusahaan ini tidak ada keterbukaan kepada masyarakat,” kata Trianus, Kepala Desa Nanga Tubuk Kecamatan Kalis, Jumat (18/02/2022).
Trianus menyampaikan, ada beberapa hal juga kenapa masyarakatnya menolak keberadaan PT TKM ini. Salah satunya masalah lahan yang ingin mereka peroleh.
“Di mana perusahaan ini ingin menggunakan sistem beli lahan, sementara masyarakat tidak mau karena harga yang ditawarkan perusahaan itu di bawah standar. Bayangkan saja sehektare perusahaan itu mau belinya Rp10-12 juta. Siapa yang mau,” tegasnya.
Lanjut Trianus, tidak mau masalah ini berkepanjangan, membuat mereka pun menolak keberadaan PT TKM. Sehingga masyarakat adat pun melakukan ritual adat penolakan perusahaan tersebut.
Sementara Albertus Asun, Kepala Desa Nanga Danau Kalis Kecamatan Kalis mengatakan, bahwa masyarakatnya juga menolak PT TKM masuk desanya.
“Tempat kami sebelumnya ada ritual penolakan PT TKM. Saya juga kurang tahu apa alasan masyarakat menolak perusahaan tersebut,” ujarnya.
Kades yang disapa Asun ini mengatakan, untuk wilayah desanya yang bakal digarap oleh PT TKM ini seluas 600 hektare yang masuk dalam kawasan hutan adat desa.
“Semenjak adanya penolakan ini sampai hari ini dari PT TKM belum ada tindaklanjutnya,” ucapnya.
Sebagai Kades, dirinya tetap mendukung apa yang dilakukan oleh warganya.
“Kalau ini memang yang terbaik dilakukan oleh warga, saya sebagai yang dituakan di desa kita dukung,” ucapnya.
Lanjut Asun, awal-awal masuk ke desanya pihak PT TKM bernegoisasi dengan pemilik tanah. Awalnya masyarakat desanya maunya dengan PT TKM dengan sistem kerjasama. Karena masyarakat tidak mau dengan sistem lahan mereka dibeli perusahaan.
“Kemarin itu masalah lahan ini ada beberapa pilihan yakni dengan sistem jual beli lahan dari perusahaan dan sistem kerjasama,” ucapnya.
Asun mengatakan, muara masalah ini tentunya status kawasan hutan, APL dan lainnya, kemudian adanya kewenangan pemerintah mengeluarkan SK perizinan areal.
“Jadi dalam perizinan PT TKM ini kami sebagai pemerintah desa apabila ada penolakan kami juga tidak dapat melarang mereka sepanjang menurut mereka hal itu baik. Meskipun mungkin itu menurut kajian dapat membantu pendapatan masyarakat. Kita serahkan saja bagaimana penanganannya kepada para pihak yang terkait dalam hal ini,” jelasnya.
Sambung Asun, jadi dalam hal ini Pemerintah Desa juga khususnya Nanga Danau apabila ada perizinan yang di kantongi pihak PT TKM.
“Kami juga tidak melawan keputusan di atas apabila bukan hutan yang digarap dan negosiasinya kepada pemilik lahan dengan status pinjam pakai dengan sistem kerja sama yang disepakati,” tutup Asun.
Yohanes Sunan Pujiadi, Kepala Desa Rantau Kalis Kecamatan Kalis menyampaikan bahwa masyarakat adat mereka juga menolak PT TKM untuk beroperasi di wilayahnya dengan berbagai alasan sesuai dengan surat Kepala Adat Desa Rantau Kalis yang dibuat 30 Agustus 2021. Di antaranya, pertama, karena lokasi yang ditetapkan tersebut merupakan lokasi persawahan, pertanian dan perkebunan masyarakat Desa Rantau Kalis.
Kedua, sebagian lahan lagi adalah hutan yang merupakan hutan simpanan tempat masyarakanya mengambil rotan, damar dan kayu untuk bangunan rumah dan peti mayat jika ada warga yang meninggal.
Ketiga, sesuai SK Bupati Kapuas Hulu Nomor 129 Tahun 2021 tentang pengakuan dan perlindungan masyarakat hukum adat Desa Rantau Kalis ingin melestarikan hutan, air dan udara diwilayah Hikam adat Desa Rantau Kalis.
“Dari surat tersebut masyarakatnya mohon dari semua pihak agar wilayah hukum adat kami tetap terjaga dan terpelihara, karena kami masyarakat hukum adat Rantau Kalis mendukung dan menjaga pelestarian lingkungan dari kakek moyang kami secara turun temurun,” ujarnya.
Selain itu, kata Sunan, wilayah pertanian dan perkebunan di wilayahnya sudah sempit. Untuk itu, dirinya memohon jangan dipersempit lagi dengan hadirnya perusahaan rumput gajah.
“Kami masyarakat hukum adat wilayah Desa Rantau Kalis tidak ingin ke depan timbul persoalan yang bisa merusak keamanan dan ketentraman masyarakat hukum adat di wilayah kami,” pungkas Sunan. (opik)
Discussion about this post