JURNALIS.co.id – Lokasi Transmigrasi yang ada di Kalis Dusun Sampak UPT 18 juga ada dibangun 50 rumah untuk warga lokal. 50 rumah tersebut merupakan era Presiden Joko Widodo karena dibangun tahun 2016. Parahnya lagi rumah yang dibangun hanya ditempati oleh satu Kepala Keluarga (KK).
Menyikapi hal tersebut Camat Kalis Supriadi menyampaikan rumah trans Kalis khususnya di RT 13 tersebut merupakan tambahan dan memang warga yang menempati rumah tersebut banyak lari.
“Jadi yang lagi mendiami rumah trans tersebut hanya ada satu hingga dua KK saja,” ujarnya, Kamis (10/03/2022).
Supriadi mengatakan, pihaknya sudah melihat langsung kondisi rumah tersebut. Kondisi jalan menuju rumah ditumbuhi rumput tinggi, sehingga tidak bisa dilalui.
“Sementara untuk rumah trans di RT lain jalan sudah bagus dan penerangan pun sudah ada,” ucapnya.
Lanjut Supriadi, untuk rumah transmigrasi di RT 13 memang harus diperjuangkan. Pihaknya sudah mengusulkan untuk Desa Nanga Kalis khususnya di RT 13 agar dapat penerangan listrik.
“Mudah-mudahan warga transmigrasi yang masuk dalam RT 13 bisa mendiami rumah yang sudah diberikan pemerintah. Sayang rumah tersebut jika diabaikan,” harapnya.
Sambung Supriadi, pihaknya tetap melakukan pembinaan terhadap warga transmigrasi yang ada di Kalis agar mereka tetap menempati rumah yang sudah disediakan pemerintah.
“Di Transmigrasi Sampak Kalis ini kami flot untuk di RT 10 hingga 12 dijadikan sebagai penghasil produk unggulan yakni buah naga dan nanas karena tanah disana sangat subur,” jelasnya.
Sebelumnya, Junaidi satu-satunya warga yang bertahan di rumah transmigrasi Desa Kalis RT 13 menyampaikan bahwa dirinya tinggal dirumah transmigrasi ini dari tahun 2016.
“Ada 50 rumah yang dibangun di sini, namun banyak masyarakat transmigrasi lokal ini yang memilih keluar karena masalah jalan belum adanya pengerasan alias masih gambut,” ujarnya.
Junaidi mengatakan, dirinya bertahan tinggal di rumah ini bekerja menanam nanas, naga dan lainnya.
“Saya harap terutama masalah jalan ini dapat diperbaiki terutama diberi tanah merah dululah,” pungkas Junaidi. (opik)
Discussion about this post