JURNALIS.co.id – Publik Kalimantan Barat dihebohkan dengan berita penghadangan Ketua Komisi V DPR Lasarus oleh seorang pria saat melintasi jalan Siduk – Sukadana, Kabupaten Kayong Utara. Peristiwa ini berbuntut saling sindir menyindir antara Legislator PDI Perjuangan tersebut dengan Gubernur Kalimantan Barat, Sutarmidji.
Lasarus mengatakan bahwa jalan tersebut merupakan tanggung jawab dari Gubernur sebab statusnya sebagai jalan provinsi, berbeda jika itu jalan nasional maka tanggung jawabnya oleh pemerintah nasional. Sedangkan Sutamidji melalui facebooknya menyebutkan bahwa dia telah mengusulkan jalan tersebut untuk menjadi jalan nasional, tetapi tidak mendapat respon yang baik dari pihak nasional.
“Menjelaskan tentang jalan Siduk-Sukadana – Teluk Batang, tepatnya Agustus 2018 diusulkan jadi jalan nasional, tapi sampai hari ini tak diperjuangkan, padahal kita punya pejabat di pusat yang membidangi infrastruktur,” tulis Sutarmidji.
Menanggapi kejadian ini, Direktur Fodaru Research Institute, Sultan Alam Gilang Kusuma mengatakan terlepas dari berbagai tendensi menjelang tahun politik 2024, peristiwa ini menandakan demokrasi mulai matang di Kalbar.
“Peristiwa ini menandakan demokrasi yang mulai sehat, mulai matang, sebab amanat undang-undang untuk mereka yang duduk di legislatif dan eksekutif salah satunya saling bertengkar. Maksud saya, legislatif itu diamanati untuk mengkoreksi habis dan mengawasi kerja-kerja eksekutif, karena kultur kita selama ini tidak demokratis karena orang tidak paham paradigma kerja demokrasi Indonesia,” katanya melalui siaran pers diterima JURNALIS.co.id pada Senin (16/05/2022).
Dia juga menyebutkan bahwa tradisi politik yang selama ini ada di Indonesia cenderung disalahpahami terlebih jika menyangkut koalisi politik usung mengusung.
“Biasanya ya, kalau dia adalah Parpol yang mengusung si kepala daerah pada gak berani nyeruduk dan mengomentari kerja-kerjanya, padahal Parpol itu hanya alat, setelah terpilih mereka bekerja dibawah aturan undang-undang dan mewakili rakyat, jadi jika eksekutif gagal bekerja tugas legislatif untuk menghajar habis ga peduli dia parpol koalisi pemerintah atau bukan,” terangnya.
Alam menambahkan bahwa kultur seperti ini tidak boleh terus berlangsung terlebih di era perubahan yang semakin cepat.
“Terlepas dari tendensi politik 2024 ya, saya suka kejadian seperti ini, bukti mereka bekerja dan seharusnya sih yang duduk di legislator DPRD Kalbar itu juga memahami yang seperti ini, bahwa tugas merekalah mewakili rakyat mengawasi eksekutif, tidak peduli jika harus bertengkar atau apapun,” pungkas Alam. (m@nK)
Discussion about this post