JURNALIS.co.id – Burung berkicau menjadi salah satu jenis satwa liar yang juga dilindungi di Indonesia. Kendati begitu, burung berkicau masih marak diburu dan diperdagangkan. Baik sebagai satwa peliharaan dan untuk digunakan dalam perlombaan burung berkicau.
Dalam rentang Januari – Februari 2022 terdapat beberapa catatan kasus penangkapan dan penyelundupan burung berkicau di Kalimantan Barat. Dalam tempo dua bulan tersebut, sebanyak ratusan ekor burung berkicau diperdagangkan secara ilegal.
Yayasan Planet Indonesia (YPI) sebagai salah satu lembaga konservasi non-pemerintah, juga berfokus pada perlindungan satwa liar di Kalbar, khususnya jenis burung berkicau.
Berdasarkan hasil monitoring YPI, mencatat sebanyak 202 jenis burung berkicau, 57 di antaranya termasuk jenis dilindungi yang diperdagangkan secara online dari Juli 2019 sampai dengan Maret 2022. Nilai perputaran uang yang dihasilkan dari perdagangan ilegal itu pun mencapai angka fantastis, yaitu sebesar Rp164.635.000.
Manajer Konservasi YPI, M Wahyu Putra mengatakan perlindungan terhadap jenis-jenis burung di Kalbar, khususnya jenis burung berkicau saat ini tidak bisa lagi di pandang sebelah mata. Pasalnya, burung merupakan bagian dari ekosistem dengan fungsi ekologis penting, di mana kerugian akibat perburuan dan perdagangan burung berkicau secara ilegal tidak dapat diukur secara ekonomi karena dampaknya bagi kelestarian lingkungan dan ekosistem akan sangat signifikan.
“Peran ekologis spesies burung pada ekosistem yaitu sebagai penyerbuk alami (pollinator) dan penyebar biji (seed dispersal), pengendali hama, indikator perubahan lingkungan, dan indikator perubahan musim,” papar Wahyu dalam sesi Media Gathering YPI di Kota Pontianak, Rabu (22/06/2022).
Menurut Wahyu, spesies burung dapat dijadikan sebagai indikator kesehatan lingkungan, termasuk pula perannya dalam menjaga keseimbangan ekosistem dan kelestarian lingkungan. Kelestarian spesies burung harus dipertahankan dari kepunahan maupun penurunan keanekaragaman jenis dan populasinya.
“Spesies burung berkicau diatur perlindungannya di dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya dan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.106/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa yang Dilindungi,” kata Wahyu.
Selain itu, perlindungan spesies ini juga diatur oleh badan internasional seperti IUCN (International Union for Conservation of Nature) dan perdagangannya oleh CITES (Convention on International Trade in Endangered Species). Di Indonesia, sanksi bagi yang melanggar aturan tersebut diancam hukuman maksimal 5 tahun penjara dan denda sebesar Rp100 juta.
“Dari persidangan kasus perdagangan burung berkicau terakhir pada April 2022, pelaku hanya divonis tiga bulan penjara dan denda sebesar Rp5 juta, subsider 1 bulan kurungan,” bebernya.
Wahyu menuturkan penegakan hukum yang kuat dan putusan yang tegas atas pelanggaran diperlukan untuk mencegah perburuan dan perdagangan ilegal jenis burung berkicau.
“Penanganan terhadap burung berkicau menghadapi permasalahan yang kompleks dan perlu upaya bersama para pihak,” lugasnya.
Wahyu menyatakan, khusus di Kalbar, sanksi yang diatur dalam Undang-Undang masih rendah. Aparat penegak hukum sulit mengidentifikasi spesies burung apakah termasuk satwa dilindungi atau tidak. Ditambah lagi, belum maksimalnya kerja sama antar lembaga berwenang, serta perilaku masyarakat umum yang masih suka memelihara dan memperjual-belikan burung berkicau.
Saat ini YPI menyediakan fasilitas pendukung dalam upaya penyelamatan burung berkicau hasil sitaan dari aktivitas perdagangan ilegal. Pusat penyelamatan dan rehabilitasi burung berkicau ini merupakan yang pertama di Kalimatan yang menyediakan mekanisme dan dukungan infratruktur untuk penyitaan, penyelamatan (perawatan dan rehabilitasi), repatriasi, dan pelepasliaran.
“Butuh perhatian, pemahaman serta upaya bersama para pihak terkait dalam mengatasi permasalahan tentang perlindungan burung berkicau di Kalimantan Barat. Dari YPI sendiri saat ini beberapa upaya sudah dan juga sedang dijalankan, di antaranya penyediaan fasiltas pusat penyelamatan dan rehabilitasi burung berkicau, kampanye perubahan perilaku melalui pendekatan religius, pengawalan kasus persidangan terkait peredaran satwa liar, termasuk penyerbarluasan edukasi melalui pemberitaan media,” paparnya.
Melalui edukasi dan penyebarluasan informasi mengenai perlindungan burung berkicau, diharapkan akan mendorong adanya perubahan perilaku di masyarakat dengan tidak lagi memelihara dan mengadakan perlombaan/kompetisi burung berkicau.
Selain itu juga adanya peraturan di tingkat pemerintahan daerah, baik provinsi maupun kabupaten/kota mengenai perlindungan burung berkicau, terbangunnya pemahaman, kerja sama dan upaya para pihak terkait dalam penanganan peredaran (perburuan, perdagangan/penyelundupan, pemeliharaan) burung berkicau, serta terjaganya kelestarian ekosistem kawasan hutan sebagai habitat asli burung berkicau. (rin)
Discussion about this post