JURNALIS.co.id – Pemerintah pusat menerapkan kebijakan baru dalam pembelian Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi jenis pertalite dan solar. Di mana pembelian harus dengan menggunakan aplikasi MyPertamina.
Ketua Komisi I DPRD Sambas, Lerry Kurniawan Figo mengkritisi kebijakan pemerintah tersebut. Menurutnya, kebijakan itu kurang tepat untuk diterapkan di Kabupaten Sambas. Karena tidak semua masyarakat Kabupaten Sambas dapat mengoperasikan aplikasi MyPertamina.
Menurut Lerry, smartphone tidak secara merata dimiliki oleh masyarakat. Sehingga akan memberikan pengaruh besar dalam penerapan aplikasi MyPertamina.
“Kalau kita melihat dari segi sosial kultural saja, ini sudah tidak cocok. Bayangkan saja di daerah kita ini diterapkan kebijakan seperti itu, hanya akan menambah masalah baru. Di Kabupaten Sambas, tidak semua masyarakat punya smartphone,” katanya, Senin (04/07/2022).
Kabupaten Sambas, menjadi salah satu wilayah perbatasan Indonesia Malaysia yang pembangunannya belum dapat dilakukan secara merata. Mengingat, masalah sinyal dan aliran listrik yang belum teraliri secara merata hingga ke wilayah pedalaman akan menjadi pengaruh besar dalam penerapan kebijakan tersebut.
“Kita di Kabupaten Sambas adalah wilayah perbatasan, jangankan smartphone untuk menginstal aplikasi MyPertamina, sinyalnya saja belum merata. Listrik juga belum menerangi seluruh wilayah. Makanya saya bilang itu lebih cocok digunakan di perkotaan,” kata Lerry.
Jika penerapan aplikasi MyPertamina hanya sekadar untuk melakukan pengawasan, menurut Lerry, itu sangat baik. Namun, hal itu tidak cocok jika digunakan untuk pembelian BBM, terlebih pemerintah pusat belum pernah meninjau langsung kondisi di lapangan. Hingga kini, di wilayah kabupaten Sambas pihak Pertamina masih belum mampu mengatasi antrean panjang pembelian BBM bersubsidi yang terjadi setiap hari.
Tentunya kebijakan penerapan aplikasi MyPertamina akan memberikan dampak yang sangat besar bagi masyarakat Kabupaten Sambas. Tidak hanya bagi pengguna roda empat, pengaruh besar juga berdampak pada nelayan yang menggunakan bakar jenis solar serta petani sebagai bahan bakar alat tani mereka.
“Kalau memang tujuannya untuk memperketat pengawasan terhadap penggunaan BBM subsidi, tentu itu sangat baik sekali. Tapi di satu sisi, pemerintah pusat harus memikirkan juga bagaimana sosial kultural di daerah seperti Kabupaten Sambas,” ungkap Lerry.
“Jangan sampai kebijakan itu justru menyulitkan masyarakat, apalagi bagi mereka yang menjadikan BBM subsidi sebagai sumber kegiatan ekonomi mereka seperti kapal perikanan, dan lain-lain,” tambah Lerry.
Lerry juga menegaskan agar pemerintah pusat lebih banyak belajar lagi tentang sosial kultural. Dia tidak ingin kebiasaan buruk pemerintah yang menjadi keadaan sosial di Pulau Jawa menjadi tolak ukur dalam membuat suatu kebijakan. Mengingat Indonesia adalah negeri yang multikultural, jadi tidak dapat disamakan setiap daerahnya. (gun)
Discussion about this post