JURNALIS.co.id – Kegiatan penebangan hutan di Desa Ujung Pandang Kecamatan Bunut Hilir Kabupaten Kapuas Hulu menimbulkan gejolak di masyarakat.
Penebangan hutan di Bunut Hilir tersebut masuk dalam pengawasan Kesatuan Penguasaan Hutan (KPH) Utara Kabupaten Kapuas Hulu.
Mardiyansyah, Kepala KPH Utara Kapuas Hulu membenarkan adanya kegiatan penebangan hutan di Bunut Hilir, tepatnya di Desa Ujung Pandang. Namun, dirinya memastikan penebangan hutan itu tidak masuk dalam kawasan.
“Kita sudah berkomunikasi dan berkoordinasi dengan pihak kecamatan bahwa kegiatan penebangan hutan di Desa Ujung Pandang memang ada. Cuma penebangan hutan itu adalah izin hutan hak dengan dibuktikan Sertifikat Hak Milik dan kami memastikan tidak masuk dalam kawasan hutan lindung dan lainnya,” katanya, Senin (25/07/2022).
Mardiyansyah mengatakan pihaknya tidak bisa terlalu jauh mencampuri penebangan itu lantaran tidak memiliki kewenangan. Karena kewenangan ada di provinsi dan pusat.
“Kita juga tidak bisa melakukan Monev, karena tidak memiliki kewenangan, namun ketika ada masalah kita yang dilibatkan,” ucap Mardiyansyah.
Sementara Sapril Ansari, Camat Bunut Hilir menyampaikan, bahwa memang ada penebangan hutan di wilayahnya. Namun itu ada izin semuanya.
“Sebelum dilakukan penebanngan hutan itu, prosesnya sudah panjang. Lahan itu pun sudah ada sertifikat hak milik (SHM). Jadi lahan itu bukan masuk kawasan,” ucapnya.
Syapril mengatakan, setelah diurus semua sehingga keluarlah SHM dan lainnya. Dari perusahaan pun melakukan pembuatan izin hak penggunaan dari SHM tersebut.
“Setelah muncul izin hutan hak itu, kemarin itukan ada masalah batas administratif dua desa yakni Desa Ujung Pandang dan Kapuas Raya. Dulunya itukan satu Desa yakni Ujung Pandang,” ungkapnya.
Lanjut Syapril, karena batas administratifnya ini masih baru, bahkan pada saat dulunya pengajuan SHM yang haknya kini diserahkan kepada pemilik lahan yakni Zain atau Widana yang memang dari desa, pemuka masyarakat dan lainnya sehingga sampailah adanya SHM tersebut.
“Kemudian karena sekarang ini batas administratif dua desa ini baru ditetapkan ternyata dari hutan hak itu ada yang bersinggungan dengan batas desa,” jelasnya.
“Penetapan wilayah administratif desa itu tidak menghilangkan hak seseorang atau usaha-usaha yang ada melekat pada wilayah administratif itu. Yang menjadi permasalahan sekarang ada sekelompok orang yang meminta fee atau royalti terhadap penebangan hutan tersebut,” sambung Syapril.
Dikatakan dia, Zain maupun Widana selaku pemilik lahan tersebut tidak terima karena pekerjaan mereka dihalang-halangi oleh sekelompok orang tersebut, sementara mereka ini memiliki izin.
“Bahkan yang memiliki izin ini pak Widana akan melaporkan kepada polisi. Karena untuk saat ini pekerjaan mereka berhenti karena merasa terancam,” ungkapnya.
Lanjut Sapril, dirinya sebagai Camat sudah berupaya bagaimana masalah ini selesai secara baik. Pihaknya sudah menyampaikan kepada dua desa ini agar dapat bertemu dan berembuk untuk menyelesaikan masalah batas desa.
“Sampai saat ini belum ada dari desa yang melaporkan ke saya,” sebutnya.
Hanya orang yang memiliki ijin hutan hak tersebut yakni bapak Zain yang sudah datang kepada dirinya. Bahkan dua kepala desa juga belum melapor kepada dirinya, terkait ada tuntutan royalti atau fee dari kelompok masyarakat. Sekelompok masyarakat yang meminta royalti juga belum terkonfirmasi jelas.
Dirinya baru mendapat informasi dari pemilik ijin hutan hak terkait sekelompok orang yang minta royalti. Seharusnya kalaupun ada hanya CSR dari perusahaan kepada desa bukan ke individu.
“Namun saya menyarankan kepada perusahaan untuk dimusyawarahkan kepada dua desa bukan dengan sekelompok orang, kemudian hutan tersebut bukan hutan hak ulayat desa tertentu,” pungkas Sapril. (opik)
Discussion about this post