JURNALIS.co.id – Kasus Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Pembangunan Terminal Bunut Hilir tahun 2018 dengan terdakwa Gemiti selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pada Dinas Perhubungan Kapuas Hulu masih berlanjut di ruangan Pengadilan Negeri Tipikor Pontianak, Kamis (04/08/2022).
Selain Gemiti, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Kapuas Hulu juga sudah menggelar sidang Tipikor pembangunan terminal Bunut Hilir tahun 2018 dengan terdakwa Dendi Irawan sebagai pelaksana kegiatan di lapangan proyek tersebut.
Sebelumnya, JPU telah membacakan tuntutan terhadap dua orang terdakwa tersebut. Gemiti dituntut pidana 1,6 tahun penjara dan denda sebesar Rp50 juta subsider 6 bulan. Sedangkan Dendi Irawan dengan pidana 2,6 tahun penjara dan denda sebesar Rp100 juta subsider satu tahun penjara, serta menghukum terdakwa untuk membayar uang pengganti sebesar Rp200 juta.
Carlos Penadur, Kuasa Hukum terdakwa Gemiti mengajukan pledoi dengan alasan dan fakta-fakta persidangan.
“Pertama klien kami ditunjuk menjadi PPK di pembangunan penimbunan terminal Bunut Hilir berdasarkan surat penunjukan oleh Pengguna Anggaran (PA), dan klien kami pernah menolak menjadi PPK dengan alasan tidak memilik sertifikat pengadaan barang dan jasa,” kata Carlos.
Carlos mengatakan, penolakan kliennya menjadi PPK juga dengan alasan hanya membantu Sudiono pegawai Dinas Perhubungan. Dikarenakan yang bersangkutan memilik sertifikat pengadaan barang dan jasa. Tetapi Gemiti tetap ditunjuk sebagai PPK. Alasan PA, karena jabatan yang melekat.
“Kedua terhadap proses dan tahapan-tahapan mulai dari pelelangan sampai dimenangkan perusahan CV Jaya Abadi, klien kami tidak ada keterlibatan sama sekali dan menerima sesuatu serta menjanjikan sesuatu,” ujarnya.
Kemudian dalam proses persidangan, kata Carlos, kliennya juga sudah melaksanakan mekanisme pencairan dengan proses yang benar. Mulai dari pencairan awal pekerjaan tahap satu sebesar 20 persen tidak ada kendala dan masalah. Pencairan kedua sebesar 60,13 persen juga tidak ada masalah dan kendala. Itu pun tentu tidak serta merta langsung pencairan. Ada mekanisme pencairan melalui MC yaitu konsultan pengawas, perencana, PPTK, PPHP baru lah ke PPK.
“Tentunya PPK berkoordinasi ke PA, karena selaku pengguna anggaran. Pencairan dua tahap yang sudah dicairkan sebesar 80,13 persen terhadap pencairan terakhir tahap 3 tidak dicairkan karena adanya deviasi atau lambatnya progres pekerjaan faktor alam sering banjir dan susahnya masuk material tentunya itu melalui penyampaian konsultan pengawas dan perencana dan terdakwa bersama tim Dinas Perhubungan turun ke lapangan langsung melihat dan mengecek, maka dibuatlah teguran SCM I, II dan III yang dihadiri PA Abdul Halim, PPK Gemiti, PPTK Ilhamsyah Ugen, pelaksana Direktur CV Jaya Abadi Lili Silvia dan Satriadi serta Saksi Budi sebagai konsultan pengawas PT Also Multi Darana,” terangnya.
Lanjut Carlos, CV Jaya Abadi membuat pernyataan kesanggupan untuk menyelesaiakan dengan diberikan penambahan 50 hari kerja. Apabila tidak dilaksanakan penyelesaian, bersedia membayar denda 1/1000 dari sisa nilai kontrak. Setelah itu, tidak juga diselesaikan. CV Jaya Abadi membayar denda. Maka diputuskanlah kontrak terhadap pekerjaan pembangunan terminal tersebut.
“Perbuatan terdakwa dengan pemutusan kontrak CV Jaya Abadi dapat dikualifikasikan sebagai bentuk penyelamatan terhadap sisa keuangan negara yang belum dicairkan. Semua tahapan sudah dilakukan terdakwa sesuai dengan mekanisme dan aturan yang benar dan dalam fakta persidangan terhadap saksi ahli dari BPKP menyampaikan pemutusan kontrak yang dilakukan terdakwa itu dibenarkan dalam aturan,” ungkapnya.
Kemudian, lanjut Carlos, pada fakta persidangan terdakwa tidak mengenal Lili Silvia. Kliennya hanya bertemu pada saat penandatanganan kontrak pekerjaan dikarenakan CV Jaya Abadi yang memenangkan pekerjaan tersebut. Kemudian terdakwa tidak ada menerima dan menjanjikan sesuatu. Terdakwa juga tidak pernah bertemu dan mengenal Satriadi dan Dendi. Dalam fakta persidangan, ketiganya Lili Silvia, Satriadi dan Dendi tidak ada dihadirkan pemeriksaan saksi terhdap terdakwa.
“Untuk itu, kami selaku kuasa hukum melakukan pledoi atas tuntutan jaksa 1,6 tahun penjara dan denda Rp50 juta,” tuturnya.
Sambung Carlos, dengan pledoi ini pihaknya memohon kepada majelis hakim membebaskan terdakwa dari segala tuntutan hukum atau setidak- tidaknya melepaskan terdakwa dari segala tuntutan hukum.
“Semua keputusan ada pada mejelis hakim. Kita mohon putusan seadil-adilnya, dengan melihat fakta-fakta persidangan serta bukti-bukti. Hukum itu buta, tetapi kebenaran itu terang,” sebut Carlos.
Sementara Adi Hermanto, Kasi Intel Kejari Kapuas Hulu menyampaikan, pihaknya sudah menggelar sidang atas dua orang terdakwa dalam perkara Tipikor pembangunan terminal Bunut Hilir tahun 2018, di ruangan PN Tipikor Kelas 1A Pontianak, Kamis (04/08/2022).
Dua orang terdakwa tersebut yaitu, Gemiti Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) saat berada di Dinas Perhubungan Kapuas Huli dan Dendi Irawan sebagai pelaksana kegiatan di lapangan terkait proyek tersebut.
Sebelumnya JPU telah membacakan tuntutan terhadap dua orang terdakwa tersebut dengan tuntutan untuk Gemiti dengan pidana penjara selama 1,6 tahun penjara dan denda sebesar Rp50 juta subsider 6 bulan. Serta menuntut Dendi Irawan dengan pidana penjara 2,6 tahun penjara dan denda sebesar Rp 100 juta subsider satu tahun penjara, serta menghukum terdakwa untuk membayar uang pengganti sebesar Rp200 juta.
“Apabila tidak cukup harta benda terdakwa untuk membayar uang pengganti tersebut, maka dipidana penjara selama 2 tahun,” katanya.
Adi menjelaskan, sebelumnya terdakwa lainnya seperti Lili Silvia dan Satriadi, sudah diputuskan dalam persidangan Tipikor dalam kasus yang sama yaitu pembangunan atau penimbunan Terminal Bunut Hilir tahun 2018.
Dimana Lili Silvia sebagai Direktur CV Jaya Abadi pidana penjara selama dua tahun enam bulan, serta membayar denda sebesar Rp28 juta. Jika terpidana tidak membayar uang pengganti paling lama sebulan sesudah putusan pengadilan, maka diganti dengan pidana penjara selama tiga bulan.
Kemudian Satriadi Pelaksanaan Lapangan pidana penjara selama 2,6 tahun dan denda sebesar Rp50 juta subsidair 6 bulan kurungan, dan membayar uang pengganti kerugian keuangan negara sebesar Rp111 juta. Jika terpidana tidak membayar uang pengganti paling lama dalam waktu sebulan sesudah putusan pengadilan maka diganti pidana penjara selama 6 bulan.
“Kedua terdakwa juga menerima putusan Mejelis Hakim Pengadilan Tipikor Kelas 1A Pontianak dan tidak berencana akan banding,” pungkas Adi. (opik)
Discussion about this post