JURNALIS.co.id – Sejumlah karyawan JNT Express Putussibau membongkar sistem kerja di perusahaan tersebut. Dimana sejumlah karyawan ini mengeluhkan selalu membayar atau menombok dengan gaji mereka terhadap barang yang tidak diketahui keberadaannya.
Mereka pun mencurigai ada ‘permainan’ yang dilakukan oknum-oknum perusahaan tersebut sehingga mereka diminta untuk membayar barang yang nyangkut (stuk) di dalam data mereka. Parahnya lagi, ijazah asli dari semua karyawan yang bekerja di perusahaan tersebut ditahan.
Salah satu karyawan JNT Putussibau yang bekerja sebagai sprinter atau kurir berinisial L menceritakan, bagaimana dirinya selalu nombok setiap bulan untuk membayar barang yang sudah diambil customer di kantornya namun tidak diketahui siapa yang menyerahkan barang tersebut. Sementara barang yang diserahkan tersebut terdata masih menjadi tanggung jawab dirinya.
“Selama bekerja JNT, setiap bulannya saya ada masalah dalam hal paket stuk (barang nyangkut) yang kadang paketnya bisa hilang di kantor, pelayan yang menyerahkan barang itu ke pelanggan tidak diketahui. Sementara barang yang hilang harus menjadi tanggungjawab dirinya, sementara dirinya harus mengantarkan barang diluar kantor,” terangnya, Rabu (14/09/2022).
Selama bekerja di J&T, dirinya merasa bingung dan aneh terhadap pelaporan barang yang nyangkut ini menjadi tanggung jawab dirinya. Sementara barang yang nyangkut tidak dilaporkan secara rutin minimal tiga hari atau seminggu dalam sebulan.
“Ini laporan paket stuk (barang nyangkut) dilaporkan dari admin perusahaan ke kita ini di atas satu bulan. Bagaimana kita mau ngecek barang yang nyangkut ini apakah sudah diterima oleh pelanggan atau tidak. Mau tidak mau paket stuk ini kita yang harus ganti. Kita juga tidak tahu lagi apakah barang ini ada atau tidak. Sementara data stuk itu masih melekat didata kita secara aplikasi yang tentunya menjadi tanggungjawab kita secara tidak langsung,” kesalnya.
Dia mengatakan, di dalam perusahaan JNT tersebut khususnya dalam penyerahan dan penerimaan barang memang ada CCTV. Namun, percuma. Karena CCTV itu sudah diatur untuk merekam kegiatan yang ada selama satu bulan saja.
“Sementara laporan paket stuk itu dilaporkan di atas satu bulan. Bagaimana kita mau ngecek melalui CCTV jika hanya diatur perekaman hanya satu bulan. Setelah satu bulan rekaman CCTV itu mengulang lagi yang baru,” ujarnya.
Selama bekerja di JNT beberapa bulan, dirinya sudah membayar tombokan ke perusahaan itu dua juta lebih.
“Sistem kerja di JNT itu agak kacau, saya rasa ada oknum-oknum yang bermain dalam hal ini sehingga merugikan karyawan. Karena pimpinan kita di atas itu bisa mengendalikan sistem juga. Mereka bisa tanda terima barang ke ID kurir tanpa sepengetahuan karyawan,” ujarnya.
Sebagai karyawan dirinya sudah menyampaikan masalah ini kepada pimpinannya, namun tidak ada solusi yang diberikan.
“Justru kita disuruh menghubungi customer masing-masing terhadap barang yang hilang ini. Bagaimana kita mau menghubungi customer sementara barang yang nyangkut ini mereka laporkan ke kita sudah 2-3 bulan,” jelasnya.
Karyawan J&T lainnya berinisial Y mengungkapkan, banyak hal tidak sesuai dalam pengelolaan paket di JNT di Kapuas Hulu yang membuat karyawan harus mengganti barang nyangkut dan hilang namun tidak pernah diketahui olehnya.
“Barang nyangkut sudah lama dan sudah hilang, namun tiba-tiba masuk dalam data aplikasi kita yang harus dipertanggungjawabkan. Saya benar-benar tidak tahu paket yang nyangkut itu milik siapa, tetapi kita yang harus mengganti,” ujarnya.
Dia mengatakan, dirinya tidak mempermasalahkan jika disuruh mengganti yang hilang di saat posisi dirinya mengantar barang ke customer.
“Inikan barang yang hilang semuanya di kantor. Tentunya pelayan di kantor yang menyerahkan barang ke customer dan terekam CCTV juga. Kenapa kita harus disuruh mengganti barang yang tidak pernah kita lihat dan terima,” ujarnya.
Dirinya juga mengkritik soal CCTV yang ada hanya diatur rekamannya selama sebulan. Sedangkan pimpinan JNT setiap melaporkan barang yang nyangkut ke karyawan khususnya kurir tidak pernah cepat.
“Jadi bos kita ini lapor barang yang nyangkut (stuk) ini di atas satu bulan terus. Gimana caranya kita mengeceknya sementara CCTV hanya merekam kegiatan di kantor itu sudah diatur satu bulan saja,” ujarnya.
Akibat disuruh nombok terhadap barang yang nyangkut ini, kata dia, sudah banyak karyawan yang mengeluh dan berhenti di JNT teresebut. Karena tidak mampu harus membayar barang yang nyangkut dan tidak tahu kemana barang tersebut.
“Jadi setiap gajian kita terpaksa harus membayar ganti rugi terhadap barang yang nyangkut. Belum lagi setiap gajian, kita tidak pernah terima bukti slip gaji. Karena kita juga ingin tahu apa saja prestasi dan potongan gaji kita setiap bulannya,” ungkapnya.
Ditambahkan karyawan lainnya N mengatakan dirinya sudah lama bekerja di JNT Kapuas Hulu. Dirinya juga mengalami hal yang sama dengan teman-temannya.
“Saya sudah ada puluhan juta disuruh ganti oleh perusahaan terhadap barang yang sudah diterima oleh pelayan di kantor yang tidak diketahui siapa orangnya. Namun saya yang disuruh ganti karena barang yang nyangkut itu masih melekat di data saya secara aplikasi tapi saya tidak pernah menerima barang-barang tersebut. Karena saya inikan kurir di luar, tidak di kantor,” terangnya.
Terhadap masalah ini dia sebenarnya sudah sering berkomunikasi dan berkoordinasi dengan pimpinan untuk mencari jalan solusi. Namun tidak ada solusi yang diberikan. Padahal dalam masalah ini dirinya merasa dirugikan dalam segi pembayaran paket stuk. Mengingat dirinya tidak pernah menerima uang paket yang diambil di kantor.
“Padahal yang terima uang orang lain, tapi karena paket stuk masih menyangkut di ID kurir terpaksa kita yang harus ganti rugi,” ungkapnya.
Tak hanya masalah stuk, N juga persoalan jam pekerjaan. Dia mengeluhkan jam kerja yang melebihi batas, namun tidak pernah diberi uang lembur.
“Jam masuk kerja kami itu jam 07.00 WIB dan pulangnya jam 15.00 WIB. Tapi ketika paket banyak kami pulangnya malam, namun tak dihitung jam kerjanya sebagai lembur. Belum lagi soal ijazah kita yang ditahan oleh perusahaan sejak dari pertama kita masuk kerja,” bebernya.
Ditambahkan R mantan karyawan JNT mengatakan, dirinya cukup lama bekerja di JNT, namun sekarang sudah berhenti. Dirinya berhenti belum lama ini.
“Alasan saya berhenti itu saya dituduh menggelapkan uang perusahaan dan disuruh menggantinya hingga gaji kita pun ditahan,” ungkapnya.
R mengatakan tuduhan penggelapan uang kepada dirinya yakni sebesar Rp8 juta. Sementara uang yang disuruh perusahaan ganti tidak pernah dia menggunakannya.
“Uang yang disuruh ganti itu merupakan barang yang nyangkut (stuk) di ID saya. Sementara stuk ini tak pernah ada,” ucapnya.
Untuk solusi terhadap tuduhan perusahaan tersebut membuat dirinya terpaksa harus mengganti barang stuk ini dengan pemotongan gaji dengan pengganti rugi sejumlah barang yang hilang.
“Saya merasa dijebak juga oleh perusahaan dengan sistem kerja seperti itu,” ucapnya.
R juga mengkritik terkait sistem kerja di JNT yang dianggapnya tidak sesuai SOP seperti dirinya dulu kerja pagi pulang hingga malam.
“Sementara insentif yang diberikan pun banyak yang tidak sesuai. Kita pun setiap gajian tidak pernah dapat slip sehingga kita pun tidak pernah tahu potongan apa saja selama kita bekerja,” ujarnya.
Lanjut R, dalam penerimaan maupun penyerahan barang di kantor kepada customer memang ada CCTV, hanya saja beroperasinya seperti tidak ada.
“Jadi saya pernah mengalami ketika customer mengambil barang di kantor dan sudah diserahkan sama pelayan di kantor yang tidak diketahui siapa orangnya. Sehingga inilah yang mengakibatkan terjadinya stuk paket di ID saya,” ungkapnya.
Selain itu, R juga menyinggung untuk pelaporan stuk kepada mereka dari pimpinan yang tidak sesuai dan sangat memberatkan bagi mereka sebagai kurir.
“Setidaknya paket stuk ini mesti dilaporkan kepada mereka itu seminggu sekali sehingga kita bisa ngontrol barang yang ada. Bukan sudah sebulan dua bulan baru dilaporkan ke kita, mana kita mampu mengingat lagi barang tersebut apakah sudah diterima customer atau belum. Permasalahanya paket stuk ini tidak pernah ada, tapi kami yang harus membayarnya,” kesalnya.
Mantan karyawan J&T lainnya yakni S mengaku belum lama berhenti di perusahaan tersebut karena dirinya dijebak oleh teman kerjanya sendiri.
“Waktu itu ada teman yang mau nolong saya tagih barang milik pelanggan. Namun hasil tagihan tersebut diputarkannya kembali tanpa sepengetahuan dirinya. Sehingga saya harus bertanggung jawab terhadap perbuatannnya,” ujarnya.
S pun menjelaskan, karena masih baru bekerja di perusahaan tersebut, dirinya pun belum tahu benar sistem kerja di JNT. Sehingga dirinya pun kerap dikibuli oleh teman kerjanya.
“Total uang yang harus diganti oleh saya itu jumlahnya mencapai Rp20 juta. Dari perusahaan tidak mau tahu dan harus diganti uangnya. Mana saya mau menggantinya karena bukan saya yang menggelapkan uang tersebut,” jelasnya.
S mengatakan, tuduhan penggelapan uang ini bukan hanya menimpa dirinya tapi banyak juga karyawan lainnya yang harus mengganti barang yang hilang dan barang yang dijadikan stuk oleh pimpinan mereka sementara karyawan yang disuruh membayarnya.
Lanjutnya, selama dirinya bekerja di JNT tersebut, di kantor itu memang ada CCTV untuk mengawasi keluar masuknya barang hanya saja CCTV yang ada tersebut seperti tidak digunakan
“Masalah karyawan di JNT itu tidak ada solusi dari pimpinan. Justru kita yang disuruh mengganti terhadap barang yang hilang dan lainnya,” ungkapnya.
Dirinya pun menduga ada oknum-oknum di JNT tersebut yang melakukan penggelapan barang milik customer sehingga karyawan lain yang tidak tahu masalah tersebut diminta untuk bertanggung jawab.
“Untuk JNT cara kepemimpinannya perlu diperbaiki dan kejujuran karyawan harus ditekankan karena barang di JNT itu banyak. Jangan sampai nanti ada orang lain yang melakukan penggelapan barang, kita yang disuruh ganti sementara gaji pun tidak seberapa” jelasnya.
Sementara Rudi Wijaya, selaku Pree RM Hulu Dua JNT Kapuas Hulu menyampaikan bahwa terkait hilangnya barang customer yang hilang di kantor ada beberapa poin. Mulai dari hilang dicuri atau hilang pada saat orang mengambil barang tersebut ke drop poin (kantor) namun nyangkutnya di luar SDM tersebut.
“Kalau hilangnya barang itu dicuri otomatis kita lakukan penyelidikan terlebih dahulu. Kalau hilangnya tidak di kantor, kita melakukan investigasi ulang seperti pengecekan CCTV dan lainnya. Kalaupun barangnya tak ketemu mau tidak mau paketnya kita scan ulang dan itu jadi beban perusahaan,” ungkapnya.
Rudi mengatakan, untuk masalah pelaporan stuk kepada karyawan khususnya sprinter atau kurir ini aturan mainnya memang tidak dilaporkan hingga satu hingga tiga bulan.
“Paket stuk itu sebenarnya dari SDM itu udah tahu, namun terjadi pembiaran terhadap yang bersangkutan oleh masing-masing sprinter. Makanya kenapa paket stuk ini timbulnya satu hingga tiga bulan baru dicek. Karena kita juga dapat report dari JNT Pusat. Jika JNT pusat tidak melakukan report kepada JNT Kapuas Hulu, maka pihaknya juga tidak tahu karena paket yang datang ini sangat banyak,” jelasnya.
Lanjut Rudi, untuk hutang-hutang sprinter ini sebenarnya tidak menumpuk jika mereka melakukan kontrol monitoring paket yang ada terhadap barang mereka. Sehingga di suatu hari jenuh melakukan pembiaran.
“Begitu hari berikutnya, paket inikan datang lagi, jadi ditutupinlah paket sebelumnya. Mungkin di antara SDM-SDM lain ada melakukan uang jajan untuk beli minyak dan lainnya menggunakan uang tersebut,” kilahnya.
Terkait masalah ijazah asli milik karyawan yang masih berada di pihak perusahaan, dirinya membantah melakukan penahanan ijazah karyawan.
“Kita hanya melakukan validasi data itu benar atau tidak. Kalau datanya valid maka yang bersangkutan diterima masuk. Perusahaan kita inikan lagi akuisisi, jadi semua ijazah karyawan dikumpulkan dan mau dikembalikan nanti,” pungkasnya. (opik)
Discussion about this post