JURNALIS.co.id – Dalam peringatan Hari Kesehatan Nasional ke-58, Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat menyelengarakan kegiatan Gerakan Nasional Aksi Bergizi dan Minum Tablet Tambah Darah (TTD) di Lapangan Futsal SMAN 1 Pontianak, Jalan Gusti Johan Idrus, Kecamatan Pontianak Selatan, Kota Pontianak, Rabu (26/10/2022) pagi. Kegiatan diikuti seluruh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota se-Kalbar secara daring.
Mengangkat tema ‘Kampanye Penangulangan Stunting Aksi Bergizi’, sebelum acara resmi dimulai panitia juga mengadakan senam sehat. Turut hadir dalam kegiatan Gerakan Nasional Aksi Bergizi, Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kalbar Hary Agung Tjahyadi, Asisten Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat Pemprov Kalbar, Linda Purnama, serta Kepala SMAN 1 Pontianak, Dwi Agustina, para guru dan siswanya.
Kepala Dinkes Kalbar Hary Agung Tjahyadi mengatakan Hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2021 menunjukan bahwa 29,8 persen Balita Indonesia mengalami stunting.
Anak-anak yang mengalami masalah gizi tersebut memiliki risiko 11,6 kali lebih tinggi untuk mengalami kematian dibanding yang memiliki status gizi baik.
Adapun jika anak-anak dengan masalah gizi tersebut mampu bertahan tetapi akan berisiko untuk mengalami masalah pertumbuhan, perkembangan dan masalah kesehatan lainnya di sepanjang tahap kehidupannya.
”Anemia merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia yang dapat dialami oleh semua kelompok umur mulai dari balita, remaja, ibu hamil sampai usia lanjut,” katanya usai kegiatan Gerakan Nasional Aksi Bergizi.
Riskesdas 2018 menunjukkan prevalensi anemia pada anak usia 5-14 tahun sebesar 26,8 persen dan pada usia 15-24 tahun sebesar 32 persen.
“Hal ini berarti sekitar 3 dari 10 anak di Indonesia menderita anemia,” ujarnya.
Selain itu, kata Agung, masalah kekurangan zat gizi mikro masih mendominasi permasalahan gizi di Indonesia. Ini ditunjukan dengan semakin meningkatnya prevalensi anemia pada ibu hamil dari 37,1 persen pada tahun 2013 menjadi 48,9 persen di tahun 2018.
”Ibu hamil yang mengalami anemia berisiko tinggi untuk melahirkan bayi prematur, bayi dengan berat lahir rendah juga mengalami kematian,” jelas Agung.
Sementara Asisten Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat Pemprov Kalbar, Linda Purnama mengungkapkan, untuk menanggulangi stunting, pemerintah telah melakukan berbagai upaya melalui pendidikan gizi seimbang, fortifikasi pangan, dan suplementasi Tablet Tambah Darah (TTD). Suplementasi mulai dilaksanakan pada tahun 2015 dengan minum TTD 1 tablet per minggu sepanjang tahun bagi remaja putri usia 12–18 tahun yang berada di jenjang pendidikan SMP dan SMA.
“Walaupun pemberian TTD pada remaja putri sudah dilakukan, prevalensi anemia masih cukup tinggi. Banyak faktor yang mempengaruhi, salah satunya adalah kurangnya kepatuhan remaja putri dalam mengkonsumsi TTD,” ungkapnya.
Dikatakannya, tren Persentase Remaja Putri Mendapatkan Tablet Tambah Darah di Provinsi Kalimantan Barat berdasarkan data Sistem Informasi Gizi Terpadu (Sigizi Terpadu) mengalami peningkatan. Pada tahun 2019 sebesar 12,9 persen, tahun 2020 sebesar 23,19 persen dan di tahun 2021 sebesar 35 persen dengan target nasional 52%.
”Kelompok usia remaja sangat rentan untuk mengalami masalah gizi kurang maupun gizi lebih. Diperkirakan hampir sepertiga remaja puteri Indonesia akan memasuki fase kehamilan dalam keadaan kurang gizi atau sebagai ibu hamil beresiko tinggi karena kelebihan berat badan (Overweight),” tuturnya.
Linda Purnama berharap, dengan Gerakan Nasional Aksi Bergizi sebagai upaya pencegahan stunting melalui Gerakan Remaja Putri Minum Tablet Tambah Darah (TTD), dapat membudayakan aktivitas fisik bagi siswa dan siswi SMP dan SMA. Serta membiasakan sarapan melalui gizi seimbang, dapat menghasilkan remaja putri yang sehat, berprestasi, tidak anemi dan melahirkan generasi yang sehat dan tidak stunting. (atoy)
Discussion about this post