JURNALIS.co.id – Sebanyak 28 mantan karyawan Harian Rakyat Kalbar terpaksa menempuh jalur hukum pidana terhadap kasus Perselisihan Hubungan Industrial (PHI). Pasalnya, pihak PT Kapuas Media Utama Press sebagai penerbit Harian Rakyat Kalbar tidak menjalankan putusan pengadilan untuk membayar pesangon para mantan karyawannya yang telah dilakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
Sebelumnya, 28 mantan karyawan Harian Rakyat Kalbar melalui penasehat hukumnya Fransis Sagala menempuh jalur mediasi dan hukum Perselisihan Hubungan Industrial (PHI). Pengadilan Negeri Pontianak hingga tingkat Mahkamah Agung sudah mengeluarkan putusan 28 orang karyawan PT Kapuas Media Utama Press harus dipenuhi pesangonnya.
“Dalam bunyi putusan tersebut sangat-sangat jelas menghukum tergugat untuk membayar hak para penggugat secara tunai,” kata Sagala kepada JURNALIS.co.id usai mempertanyakan laporannya di Mapolda Kalbar, Kamis (08/12/2022) siang.
Sagala melihat pihak PT Kapuas Media Utama Press tidak tunduk hukum. Karena tidak menghiraukan putusan tersebut. Bahkan Ketua Pengadilan Negeri Pontianak sudah melakukan annmaning (teguran) supaya melaksanakan putusan. Akan tetapi, pihak perusahaan tidak mau hadir walau sudah dipanggil secara resmi oleh Ketua Pengadilan Negeri Pontianak.
“Kami melihat kurang efisien, kita tempuh jalur hukum pidana. Karena jelas diatur dalam Pasal 185 ayat 1 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja jo Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, berbunyi barang siapa melanggar ketentuan Pasal 42 ayat (2) Pasal 68, Pasal 69, ayat (2) Pasal 80, Pasal 82, Pasal 88A Ayat (3) Pasal 88E ayat (2) pasal 143, Pasal 156 Ayat (1) atau pasal 160 ayat (4) dikenai sanksi pidana penjara paling singkat satu tahun dan paling lama empat tahun dan atau denda paling sedikit Rp100 juta paling banyak Rp400 juta,” terangnya.
Sagala menyampaikan sudah membuat laporan atau pengaduan di Ditreskrimsus Polda Kalbar pada 27 Oktober 2022. Namun menunggu sampai tanggal 15 November 2022 belum ada panggilan lanjutan. Akhirnya pada 16 November 2022, Sagala bersama Adi Darma selaku perwakilan 28 mantan karyawan PT Kapuas Media Utama Press mempertanyakan ke bagian piket di Ditreskrimsus Polda Kalbar.
“Petugas piket sampaikan di Subdit 4 cuma belum tau di unit mana. Kami diberikan nomor handphone anggota Subdit 4 dan belum ada juga perkembangan,” bebernya.
Selanjutnya pada 08 Desember 2022, Sagala bersama Adi Darma kembali mempertanyakan perkembangan laporan dan pengaduan sebelumnya.
“Informasi bagian piket di Subdit 4, tetapi belum tau unit mana, karena belum ada disposisi pimpinan. Saya minta buat ketemu pimpinan, jawabanya pimpinan lagi tidak di tempat dan informasinya lagi banyak perkara yang ditangani, makanya mungkin belum sempat disposisi, katanya,” ungkap.
Dengan adanya kejadian seperti ini, Sagala menilai Ditreskrimsus Polda Kalbar perlu menambah anggotanya supaya jangan ada pengaduan masyarakat yang sudah 45 hari belum digubris.
“Karena banyak kerjaan, mungkin jumlah anggota tidak cukup buat proses pengaduan-pengaduan yang masuk,” pungkas Sagala.
Sementara Humas Polda Kalbar Kombes Pol Raden Petit Wijaya saat dikonfirmasi JURNALIS.co.id terkait tindak lanjut laporan 28 mantan karyawan PT Kapuas Media Utama Press mengatakan masih dalam penyelidikan.
“Masih dalam penyelidikan oleh Direktorat Krimsus dan masih menunggu PHI,” singkat Petit.
Perjalanan Panjang Perjuangan Tuntut Hak
Perjuangan 28 eks karyawan PT Kapuas Media Utama Press penerbit Harian Rakyat Kalbar menuntut haknya merupakan perjalanan panjang. Bermula setelah Harian Rakyat Kalbar terakhir terbit pada 31 Desember 2019. PT Kapuas Media Utama Press pun melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terhadap karyawan tanpa memberikan pesangon.
Upaya bipartit sudah dilakukan pada 25 Februari 2020 di kantor Graha Pena Kalbar bertemu Direktur PT Kapuas Media Utama Press, tetapi tidak menghasilkan kesepakatan.
Persoalan ini telah diadukan ke Disnaker Kabupaten Kubu Raya didampingi KSBSI dan Penasehat Hukum Fransis Sagala pada Juni 2020. Panggilan mediasi tahap pertama dan kedua tidak dihadiri pihak perusahaan. Panggilan mediasi ketiga barulah pihak perusahaan hadir diwakili salah satu penasehat hukumnya. Pihak PT Kapuas Media Utama Press meminta tambahan mediasi keempat. Namun saat mediasi keempat masih tidak menemukan kesepakatan dan akhirnya Disnaker Kubu Raya mengeluarkan anjuran tertanggal 27 Agustus 2020.
Bermodal anjuran dari Disnaker Kubu Raya mantan karyawan Rakyat Kalbar melalui penasehat hukum Fransis Sagala mendaftarkan gugatan ke Pangadilan Negeri Pontianak pada Kamis 15 Oktober 2020 dengan nomor perkara 36/Pdt.Sus/PHI/2020/PNPtk.
Sidang pertama pada 02 November 2020 tidak dihadiri tergugat. Begitu juga sidang kedua. Sidang ketiga barulah dihadiri pihak tergugat. Proses sidang berjalan delapan kali. Pada tanggal 25 Januari 2021 Pengadilan Negeri Pontianak membacakan putusan dengan mengabulkan sebagian tuntutan para penggugat dengan nilai Rp799.213.700 untuk 28 karyawan yang menggugat.
Pada Selasa 02 Februari 2021 tergugat mengajukan permohonan kasasi ke Mahkamah Agung. Tanggal 25 Mei 2021 Mahkamah Agung menetapkan putusan kasasi. Senin 29 November 2021 hasil putusan kasasi disampaikan kepada kedua belah pihak. Hasilnya putusan kasasi ditolak.
Selanjutnya 28 mantan karyawan Harian Rakyat Kalbar melalui penasehat hukum Fransis Sagala, mengajukan permohonan eksekusi kepada Pengadilan Negeri Pontianak pada tanggal 24 Januari 2022. Pengadilan Negeri Pontianak menetapkan teguran eksekusi tertanggal 9 Agustus 2022 dengan nomor 8/Pdt.Eks-PHI/2022/PN Ptk. Pada Rabu 9 September 2022 pelaksanaan teguran/annmaning, tetapi panggilan tersebut tidak dihadiri pihak tergugat tanpa pemberitahuan. Mantan karyawan PT Kapuas Media Utama Press didampingi penasehat hukum Fransis Sagala melakukan pendekatan persuasif ke kediaman Direktur PT Kapuas Media Utama Press pada Sabtu tanggal 10 September 2022. Tetapi tidak ada kepastian kapan hak karyawan mau dibayarkan. Setelah dibicarakan bersama, 28 mantan karyawan Harian Rakyat Kalbar akhirnya memutuskan untuk melaporkan masalah ini ke Polda kalbar dengan membuat laporan pidana. (atoy)
Discussion about this post