JURNALIS.co.id – Perbedaan data masih menjadi persoalan dalam penanganan stunting di Indonesia. Hingga kini, perbedaan data angka stunting antara pemerintah pusat dan daerah masih terjadi.
Di Kabupaten Sanggau, perbedaan data angka stunting cukup jauh. Hasil survei Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) Kementerian Kesehatan menyebutkan angka stunting di Kabupaten Sanggau mencapai 32 persen. Sementara data aplikasi e-Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat (e-PPGBM) Dinas Kesehatan Kabupaten Sanggau, angka stunting tercatat 17 persen.
“Bukan surveinya yang salah, masalahnya data kita harus kita evaluasi,” kata Bupati Sanggau Paolus Hadi usai mengikuti zoom meeting bersama Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK), Gubernur Kalbar dan seluruh kepala daerah di Kabar, Selasa (14/02/2023.
Bupati Sanggau dua periode disapa PH ini menyebut, data SSGI seolah-olah pemerintah daerah tidak bekerja dalam se-tahun ini.
“Harus kita evaluasi dan perbaiki, terutama juga standar dan alat ukur stunting. Ini yang sedang kita penuhi dan minta bantuan pemerintah pusat,” ujarnya.
Bupati pun penasaran dan belum memahami perbedaan data SSGI dan e-PPGBM yang begitu mencolok.
“Data e-PPGBM yang kita gunakan yang setiap hari kita evaluasi itu 17 persen. Harusnya pemerintah pusat yang menjawab bukan kita,” ucapnya.
Meski berbeda data, dikatakan PH, pemahaman stunting dan penanganannya harus terus ditingkatkan. Jangan sampai ada yang salah dalam menentukan seseorang stunting atau tidak.
Bupati lantas meminta Dinas Kesehatan agar lebih detail saat melakukan entry di e-PPGBM.
“Maksimalkan fasilitas kesehatan yang ada, yang bertanggungjawab terhadap Posyandu yaitu Pemdes dan jajaran kita yang lainnya para camat dan PKK untuk membantu Posyandu kita. Temuan SSGI ini yang saya dengar masih banyak kampung yang tidak ada Posyandu, tapi camat bilang ada, kades bilang ada, saya belum tahu datanya, jadi saya minta data yang benar,” pungkas PH. (jul)
Discussion about this post