JURNALIS.co.id – Anggota DPRD Kalbar, Suyanto Tanjung mengatakan sistem pemilu proporsional terbuka atau tertutup memiliki kelebihan serta kekurangan. Namun setelah diterapkan sistem proporsional terbuka hasilnya bisa dievaluasi sekarang.
Menurutnya dengan sistem proporsional terbuka, kualitas anggota legislatif mengalami penurunan. Hal tersebut dikarenakan dengan sistem tersebut seakan-akan seseorang calon anggota legislatif (caleg) tidak perlu ada lagi menjalani proses di partai politik.
“Seseorang tiba-tiba bisa mencalonkan diri, sehingga orang-orang yang memiliki kualitas bagus dan kemampuan mempuni bisa kalah,” katanya, Kamis (23/02/2023).
Ia mencontohkan dengan sistem proporsional terbuka orang-orang yang memiliki kemampuan berorganisasi, paham aturan dan administrasi, bisa dikalahkan dengan yang tidak mengerti apa-apa. Selain itu dengan sistem proporsional terbuka sarat akan pragmatisme juga sangat tinggi.
“Asal punya uang dan modal orang sudah bisa jadi anggota legislatif,” jelasnya.
Setiap pemilu, lanjutnya, masyarakat tentu menginginkan anggota legislatif yang terpilih harus berkualitas. Maka salah satu upayanya yakni seorang caleg sebelum mencalonkan diri harus terlebih dahulu dididik dan ditempa di partai.
Sehingga menurutnya kembali ke proporsional tertutup lebih relevan, namun harus juga dibarengi dengan evaluasi dan desain ulang sistem tersebut agar lebih baik. Salah satu yang dievaluasi yakni seorang Caleg tidak hanya sekadar mengandalkan nomor urut untuk bisa duduk sebagai anggota legislatif.
“Kelemahan sistem proporsional tertutup yang lama harus diperbaiki tidak semata-mata mengandalkan nomor urut lalu seseorang sudah pasti terpilih,” sebutnya.
Dikatakannya dengan evaluasi sistem proporsional tertutup seseorang yang elektabilitasnya kurang tidak bisa serta merta bisa terpilih menjadi anggota legislatif hanya karena nomor urut. Suyanto Tanjung menyarankan dalam sistem proporsional tertutup juga harus ada batasan suara minimal yang harus diraih caleg.
Misalnya dengan aturan pada satu Dapil untuk mendapatkan satu kursi harus memperoleh suara 10 ribu suara. Maka seorang caleg harus bisa mengantongi minimal suara 30 persen pada Dapil tersebut. Baru kemudian seseorang tersebut bisa terpilih menjadi anggota legislatif.
“Jadi tidak hanya sekadar mengandalkan nomor urut tapi perolehan suara minimal juga harus berkontribusi dalam menjadikan seseorang sebagai anggota legislatif,” tutur Suyanto Tanjung.
Dirinya mengatakan berbagai kekurangan pada penerapan sistem proporsional tertutup yang lama harus dievaluasi dan diperbaiki. Dengan sistem proporsional tertutup diharapkan kasus politik uang bisa ditekan pada perhelatan pemilu. Pasalnya pada sistem proporsional terbuka politik uang tidak bisa dilawan.
“Dengan proporsional tertutup seseorang akan mendapatkan didikan partai, lalu partai dihormati dan seorang anggota legislatif bisa memahami tugasnya memperjuangkan rakyat tidak ada salahnya juga sistem proporsional tertutup,” tutupnya. (lov)
Discussion about this post