JURNALIS.co.id – Pengerjaan proyek rekonstruksi/peningkatan kapasitas struktur jalan Tanjungpura – Ulak Medang – Tanah Merah di bawah Dinas PUTR Ketapang disinyalir menggunakan tanah galian tak berizin.
Selain itu, proyek senilai Rp9,8 miliar yang dikerjakan CV Ammar Mukti tersebut sejauh ini juga diduga belum membayar retribusi galian tanah kepada Pemerintah Daerah (Pemda).
Guna mengetahui persis pembayaran pajak MBLB, Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) akan melakukan pengecekan hal itu pada Kamis (02/03/2023) besok.
Adapun dugaan pengambilan tanah tidak berizin, diketahui karena aktivitas pengambilan tanah dilakukan di lokasi setempat. Menurut warga sekitar, mereka mengambil tanah dengan cara membeli ke warga.
“Pastinya kami tidak mengetahui. Yang kami tau mereka beli tanah laterit dengan masyarakat, kemungkinan kalau soal izin galian tentu tidak ada,” ungkap warga yang enggan disebutkan namanya.
Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang, H Dennery menjelaskan, soal tanah datang, tanah setempat juga bisa dipakai dan tidak mesti ada izin. Kecuali tanah quari yang harus memiliki izin
“Namun retribusi tanah tersebut tetap harus dibayar. Jika tidak, maka tidak bisa pencairan,” jelas Dennery, Selasa (28/02/2023).
Pembayaran retribusi harus dilakukan kepada Bapenda Ketapang. Hal demikian dibayar oleh pelaksana atau kontraktor yang membeli tanah dengan warga.
“Pembayaran harus dilakukan oleh kontraktor. Ini sesuai dengan Peraturan Daerah. Jadi sekarang seluruh galian c, seperti tanah, pasir dan batu semua bayar pajak,” ungkap dia.
Untuk diketahui, dalam pelaksanaan pengerjaan proyek tahun 2022 itu mengalami keterlambatan. Sehingga dilakukan perpanjangan waktu selama 50 hari di tahun 2023.
Pelaksana Proyek, Aseng saat dikonfirmasi awak media berdalih tidak mengetahui persis penyebab pekerjan bisa terlambat. Ia hanya mengaku mengawal produk miliknya saja dalam proyek itu.
“Kalau itu saya tidak paham bang, sebab saya hanya kawal produk saja beton mix,” ujar Aseng melalui WA, kemarin. (lim)
Discussion about this post