JURNALIS.co.id – Tokoh Masyarakat Melawi Muhammad Mochlis angkat bicara menyikapi saling adu pernyataan di media massa antara Gubernur Kalimantan Barat Sutarmidji dan Anggota DPRD Provinsi Kalbar Martinus Sudarno menanggapi banjir yang melanda beberapa wilayah di Kalbar akhir-akhir ini.
Gubernur Sutarmidji bahkan melanjutkan narasinya melalui cuitan di media sosial yang mengatakan “Saye bingung ade yang bilang banjir lama surut saye bilang karena sungai Kapuas tak dikeruk dianggap cari kambing hitam, bukit dan kaki bukit gundul juga cari kambing hitam, Daerah Aliran Sungai kita bilang rusak cari kambing hitam, lalu solusi banjir pasang lagi Geobag? Jadi ngomong mbok ya pakai data dan analisa biar jadi cari kambing putih”.
Mochlis sapaan akrabnya mengatakan jika narasi yang selama ini dibangun Sutarmidji terkait pengerukan Sungai Kapuas yang diduga mengalami pendangkalan tidaklah tepat. Menurutnya hal tersebut di luar nalar karena akan memakan anggaran yang tidak sedikit.
“Jika yang mau dikeruk pedalaman Sungai Kapuas itu di luar nalar. Apalagi dianggarkan menggunakan APBD, kalau yang dikeruk seputar jalur kapal masuk masih masuk akal,” ujarnya, Rabu (08/03/2023).
Justru, kata Mochlis, pemerintah sebaiknya memudahkan izin galian C di daerah aliran sungai.
“Agar dimanfaatkan untuk percepatan pembangunan di daerah pedalaman,” katanya.
Menurut mantan Anggota DPRD Provinsi Kalbar 2014-2019 ini, penyebab banjir di Kalbar bukan hanya soal aliran sungai yang diduga mengalami pendangkalan. Melainkan alih fungsi hutan menjadi perkebunan secara masif tanpa mempertimbangkan dampak terhadap ekosistem dan lingkungan.
“Sungai kapuas sudah ribuan tahun ada baik-baik saja. Hujan, hutan dan sungai mekanisme ekosistem alamiah,” ucapnya.
Dikatakan dia, danau di Kabupaten Kapuas Hulu jumlahnya puluhan berfungsi penahan air seperti waduk alami. Sungai diciptakan berkelok-kelok agar luncuran air stabil.
“Sekarang sering banjir terus lama surut, pasti ada yang rusak, terutama pembabatan hutan yang berfungsi menahan air terutama hutam tropis menjadi area perkebunan skala besar tanpa memperhatikan dampak lingkungan,” pungkas Mochlis. (Az)
Discussion about this post