JURNALIS.co.id – Kepala Desa beserta Ketua BPD Bungan Jaya, Kepala Dusun Nanga Lapung, Temenggung suku Punan Hovongan, Kepala Adat Desa Bungan Jaya, Kepala Adat Dusun Nanga Bungan dan tokoh masyarakat, melaporkan menemukan aktivitas penambangan emas tanpa izin (PETI) di Sungai Holongajon dan perhuluan Sungai Lapung, Kecamatan Putussibau Selatan Kabupaten Kapuas Hulu. Padahal, lokasi itu merupakan kawasan hutan lindung cagar budaya dan marga satwa yang semestinya terpelihara kerusakan lingkungan serta pencemaran air.
Atas penemuan tersebut Pemerintah Desa Bungan Jaya Kecamatan Putussibau Selatan Kabupaten Kapuas Hulu terdiri dari Kepala Desa (Kades), Ketua Badan Permusyarawatan Desa (BPD), Kepala Dusun Nanga Lapung, Temenggung suku Punan Hovongan, Kepala Adat Desa Bungan Jaya, Kepala Adat Dusun Nanga Bungan dan Tokoh masyarakat setempat, melayangkan surat laporan bernomor 02/SL-SB/2023.
Surat laporan yang lengkap dengan logo Pemerintah Kabupaten Kapuas Hulu itu berjumlah dua lembar. Di mana lembar pertama berisi keterangan penutupan lokasi PETI. Sedangkan lembar kedua berisi salinan tentang aturan terkait hutan lindung adat.
Surat laporan mereka ditujukan kepada Camat Putussibau Selatan, Kapolsek Putussibau Selatan, Koramil Kota Putussibau dan Taman Nasional Betung Kerihun (TNBK). Dalam laporannya, disebutkan para penambang emas rata-rata berstatus dari luar Desa Bungan Jaya.
Berdasarkan penugasan pemeriksaan oleh tim Satgas Adat Desa Bungan Jaya, pada tanggal 16 Januari 2023, telah ditemukan sejumlah barang bukti. Di antaranya beberapa foto dan video di lokasi, beberapa sampel air yang diduga telah tercemar oleh mercury dan satu kampel air raksa yang didapat di tempat pendulangan emas di sungai Holongajon. Ada pula foto peralatan kerja, foto lokasi dan sungai, serta video pembacaan putusan aturan kerja di sungai Lapung dan sungai Holongajon.
Selain itu, berdasarkan kabar yang beredar, terdapat tiga set gelondong (mesin penghancur batu) yang sedang dalam proses penggunaan di lokasi kerja emas tersebut.
Berdasarkan kabar lainnya pula, terdapat beberapa oknum aparat Desa Kereho beserta Temenggung, terlibat langsung dalam kasus PETI di Sungai Lapung dan sungai Holongajon.
Keterlibatan oknum aparat Desa Kereho dan Temenggung yang dimaksud adalah tentang penerbitan aturan kerja emas di wilayah Desa Bungan Jaya yang seharusnya tidak terjadi. Di mana akibat dari aktivitas penambangan emas di sungai Lapung ini berdampak pada kerusakan hutan dan pencernaan air sungai Lapung yang dikonsumsi oleh warga masyarakat Desa Bungan Jaya sehari-hari. Selain itu, dampak dari pekerjaan emas tersebut, juga membuat warga masyarakat setempat menjadi resah.
Berdasarkan laporan beserta barang bukti yang dilampirkan, pihak Desa Bungan Jaya memohon kerja sama Pemkab Kapuas Hulu beserta para pihak terkait lainnya, agar mengambil langkah tegas untuk ditangani lebih serius dan bertanggung jawab.
Pihak Desa Bungan Jaya juga dengan tegas meminta kepada pihak-pihak terkait untuk tidak memberi toleransi kepada para pelaku yang terlibat dalam aktivitas PETI tersebut. Karena sebagaimana yang termuat di dalam Surat Keputusan (SK) Hutan Lindung Adat (Hutan Lindung Cagar Budaya dan Marga Satwa Sungai Lapung), wajib dijaga dan dipelihara.
Surat laporan yang masing-masing dilengkapi dengan membubuhkan tanda tangan dan cap (stempel) oleh pihak pelapor tersebut ditembuskan (tembusan) kepada Bupati Kapuas Hulu, Kapolres Kapuas Hulu serta Dandim 1206/Putussibau.
Timotius Frans Kepala Desa Bungan Jaya membenarkan laporan yang disampaikan mereka kepada pihak kabupaten terkait ditemukan adanya pekerjaan PETI.
“Jadi pekerjaan PETI ini masuk dalam wilayah kami yakni Dusun Hulu Sungai Lapung. Sementara orang yang kerja ini berasal dari masyarakat Desa Kareho. Ada puluhan orang,” katanya, Senin (01/05/2023).
Frans mengatakan pekerjaan PETI di Dusun Lapung ini baru diketahui pihaknya tiga bulan lalu. Namun dirinya menduga aktifitas PETI ini sudah berlangsung sekitaran enam bulan. Sedangkan untuk kerusakan lingkungan sendiri memang belum tampak.
“Kami sebenarnya untuk wilayah Lapung itu tidak mengizinkan adanya kegiatan PETI karena wilayah itu sudah ada SK Cagar Budaya dan daerah kami inikan masuk kawasan hutan lindung,” ujarnya.
Dijelaskan Frans, dari hasil laporan tertulis mereka yang sudah disampaikan kepada pihak pemerintah daerah, memang masalah ini diselesaikan secara adat Ketemenggungan, karena masyarakat Desa Kareho juga mengakui kesalahannya.
“Jadi untuk kegiatan PETI di Lapung itu sudah dicek, hingga hari ini sudah berhenti,” sebutnya.
Dikatakan Frans, andai saja kegiatan PETI ini tidak segera diketahui pihaknya, dia sempat mendengar informasi jika lokasi ini akan digarap dengan menggunakan mesin atau alat berat.
“Untung ini ketahuan dahulu, lagipula kita kurang tahu siapa pemodalnya untuk kegiatan PETI di Lapung ini,” ucapnya.
Frans menuturkan daerah mereka termasuk dalam kawasan hutan lindung seperti Beringin Jaya, Kareho dan Tanjung Lokang. Namun semuanya ada kegiatan PETI.
“Kalau di hulu itu memang ada kegiatan PETI-nya, karena sebelum ditetapkannya desa di perhuluan ini sebagai hutan lindung, masyarakat memang sudah bekerja sebagai penambang emas. Yang jelas desa kami ini masih ada kegiatan PETI, kemudian desa Kareho itu informasi yang didapat juga masih berjalan kegiatan PETI-nya,” jelasnya.
Melihat aturan yang ada, sebagai Kepala Desa, Frans kurang mendukung kegiatan PETI di wilayahnya. Mengingat daerah perhuluan ini sudah ditetapkan sebagai kawasan hutan lindung. Ditambah dengan kegiatan PETI ini tanpa izin.
“Tetapi kita juga tidak bisa melarang dan kita juga belum bisa memberikan solusi kepada masyarakat. Kita juga sudah koordinasi dengan pemerintah daerah terkait hal ini, namun belum ada solusi,” pungkas Frans.
Sementara Kapolsek Putussibau Selatan, Iptu Egnasius menyampaikan bahwa terhadap kegiatan PETI yang ada di wilayahnya khususnya Desa Kereho, pihaknya sudah melakukan tindakan sosialisasi.
“Kita undang dari pihak Desa Kareho, Bungan Jaya dan Tanjung Lokang ke sini membahas terkait PETI. Kita ada juga ke Desa Kareho untuk sosialisasi PETI ini,” ujar pria dua bulan menjabat Kapolsek Putussibau Selatan ini.
Egnasius mengatakan sebelum dirinya menjabat Kapolsek kegiatan PETI di wilayah tersebut memang sudah ada.
“Kegiatan PETI itu sudah lama dilakukan masyarakat, terkait apakah lokasi PETI itu masuk dalam hutan lindung atau bukan itu bukan kapasitas saya menjawabnya,” pungkas Egnasius. (opik)
Discussion about this post