JURNALIS.co.id – Anggota DPRD Kalbar dari Fraksi PDI Perjuangan Niken Tia Tantina menanggapi isu pokir hibah yang diembuskan Gubernur Kalbar Sutarmidji. Menurutnya, penggiringan opini ini bukan cara elegan dalam berkomunikasi antara eksekutif dengan legistlatif.
“Sebaiknya gubernur menghentikan polemik pokir hibah ini. Jika gubernur benar memiliki niat yang baik untuk memperbaiki tata kelola silakan melakukan check dan balances sesuai dengan otoritas kami sebagai anggota parlemen provinsi,” katanya, Selasa (11/07/2023).
Menurut Niken, pintu komunikasi terbuka luas, dan di ujung masa jabatan gubernur kami sarankan untuk membangun pola komunikasi yang lebih berkelas dan mendidik publik. Tidak relevan juga jika gubernur membesar-besarkan isu ini tanpa jelas motivasinya.
Kalau ingin membangun citra di ujung jabatan, kata Niken, jangan melakukan praktik serang sana serang sini. Sebab, sangat mungkin publik yang awalnya simpatik, dapat berbalik menjadi muak. Legislatif provinsi juga tidak mau tercitrakan buruk di mata publik karena isu pokir hibah ini.
“Saya pikir meletakkan seolah-olah isu pokir hibah dengan konotasi yang negatif akan memberi ruang tafsir oleh masyarakat jika pokir hibah adalah sesuatu yang tidak benar,” jelas Niken.
Padahal pokir hibah ini telah diatur melalui Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 2 tahun 2012 tentang Hibah Daerah.
“Itu artinya boleh dan legal dilaksanakan sesuai dengan mandat regulasi,” katanya.
Jika program sudah masuk dalam batang tubuh APBD, sambung Niken, proposalnya jelas, penerima jelas, kode rekening jelas, masalahnye di mana?
“Ya masalahnya ada di dinas terkait yang tak mampu menjalankan tugasnya. Kenapa jadi Pokok Pikiran DPRD yang jadi sasaran kesalahan?” ketus Niken.
Jika gubernur terus mewacanakan penolakannya terhadap pokir hibah, sambung Niken, kami selaku parlemen provinsi akan menggunakan hak kedewanan kita semua untuk memanggil gubernur untuk mendalami motif penolakannya.
“Kita khawatir publik yang tidak paham konteks akan berasumsi kami di dewan ini yang akan diposisikan salah dan gubernur seolah-olah benar karena menolak pokir hibah,” tegasnya.
Niken berpesan berpesan ke gubernur agar lebih fokus membenahi kerja anak buahnya di birokrasi.
“Siapa tahu masalahnya ada di dapur sendiri dan cukuplah bermain isu untuk memperbaiki citra sendiri serta membuat pihak lain seperti tidak benar dalam berbuat,” ucapnya.
Dalam pandangan Niken, gubernur juga bisa salah dan keliru.
“Jadi, tak perlu malu mengakui bahwa kepemimpinannya tidak sempurna selama menjadi gubernur. Dan tidak perlu membangun isu supaya kinerja pihak lain terlihat buruk. Gubernur harus paham kalau mau majukan daerah, tidak bisa dilakukan dengan kerja sendirian,” pungkasnya. (lov)
Discussion about this post