
JURNALIS.co.id – Delapan fraksi di DPRD Kalbar menyetujui melanjutkan pembentukan rancangan peraturan daerah (Raperda) Prakarsa tentang Fasilitasi Penyelenggaran Pondok Pesantren.
Rapat Paripurna dengan agenda Penetapan Keputusan DPRD Terhadap Raperda Inisiatif DPRD Kalbar Menjadi Raperda Prakarsa DPRD Kalbar tentang Fasilitasi Penyelenggaraan Pondok Pesantren ini dipimpin Wakil Ketua DPRD Kalbar, Prabasa Anantatur dan Syarif Amin Muhammad, Rabu (16/08/2023).
“Apakah anggota dewan yang hadir dalam rapat paripurna ini setuju Raperda tentang Fasilitasi Penyelenggaraan Pondok Pesantren ditetapkan menjadi Prakarsa DPRD,” tanya Wakil Ketua DPRD Kalbar, Prabasa.
Anggota DPRD yang hadir dalam rapat paripurna hari itu pun serempak menjawab setuju.
“Terima kasih dan dengan demikian usul inisiatif DPRD tersebut saya nyatakan ditetapkan menjadi Prakarsa DPRD,” sambung Prabasa seraya memukul palu sidang sebanyak tiga kali menandakan pengesahan.
Suib selaku juru bicara Badan Pembentukan Perda Fasilitasi Penyelenggaran Pondok Pesantren, usai membacakan saran dan masukan dari frkasi di DPRD terhadap Raperda Prakarsa Fasilitasi Penyelenggaraan Pondok Pesantren menjelaskan keberadaan Raperda tersebut nantinya diharapkan bisa menjadi payung hukum bagi pihak-pihak yang ingin turut terlibat membantu jalannya proses pendidikan pada pondok pesantren.
Suib juga mengatakan dengan persetujuan yang diberikan delapan fraksi di DPRD merupakan angin segar bagi insan pesantren, terlebih pada momentum Hari Kemerdekaan Republik Indonesia ke-78.
“Mudah-mudahan Raperda yang kita inisiasi ini bisa selesai pada tahun ini, lebih-lebih tidak lama jarak dari Hari Santri Nasional,” kata Suib yang juga menjabat Wakil Ketua Komisi II DPRD Kalbar.
Legislator Partai Hanura ini juga mengatakan setelah Raperda tentang Sasilitasi Penyelenggaraan Pondok Pesantren selesai, maka semua pihak yang berwenang, baik itu pemerintah setempat atau pihak-pihak yang ingin membantu pesantren bisa memiliki payung hukum.
“Dengan adanya payung hukum, maka ke depan tidak akan ada keraguan lagi untuk semua pihak bersama-sama membenahi fasilitas pesantren. Terlebih pesantren merupakan lembaga yang menjadi ciri khas proses pendidikan belajar mengajar terutama dalam bidang keagamaan,” ujarnya.
Suib mengungkapkan, dirinya yang merupakan alumni pesantren mengaku paham betul perihal aktivitas sehari-hari di pondok pesantren, terutama tentang tanggung jawab moral dan moril yang diemban pengasuh pondok pesantren.
Pada satu sisi, mereka membina dan bertanggung jawab terhadap santri-santri dalam melaksanakan pendidikan, atau kehidupan sosial dan budaya di internal pesantren. Sementara sisi lain mereka juga harus berikhtiar memenuhi kebutuhan keluarga.
“Kalau semua ditanggungjawabkan terutama fasilitas-fasilitas pesantren sepenuhnya ke pengasuh pondok pesantren yang hari-hari juga mereka butuh untuk memenuhi kebutuhan keluarga, maka kita akan sangat merasa prihatin, sangat kasihan sekali, jika hal itu dibiarkan,” ungkapnya.
“Membangun fasilitas pesantren itu butuh biaya dan rata-rata yang masuk pesantren itu kalangan menengah ke bawah, sedangkan siapapun masyarakat Indonesia punya kewajiban bersama, terutama negara untuk bertanggung jawab terhadap rakyatnya,” sambung Suib.
Dirinya menyebut, keberadaan kiai, ustaz atau ulama hadir untuk membantu meringankan negara membantu membina masyarakat, melalui bantuan memberikan pendidikan ke masyarakat lewat fasilitas pondok pesantren yang mereka bina.
“Sehingga layaklah masyarakat atau pihak yang ingin memberikan sumbangsih untuk terlibat dalam pembangunan fasilitas pondok pesantren,” pungkas Suib. (lov)
Discussion about this post