JURNALIS.co.id – Kasus persetubuhan terhadap anak dengan tersangka mantan oknum Dewan Pendidikan Kalimantan Barat, berinisial HS, terkesan jalan di tempat.
Sejak ditetapkan sebagai tersangka oleh polisi beberapa bulan lalu, penahanan terhadap pelaku ditangguhkan.
Kuasa hukum korban, Feri Iswanda menyayangkan lambannya penanganan kasus persetubuhan tersebut.
“Dari penilaian masyarakat, kasus persetubuhan dengan tersangka HS ini seolah-olah jalan di tempat,” katanya, Selasa (19/09/2023).
Feri menilai, dari pemeriksaan terhadap korban dan didukung dengan bukti-bukti yang ada, seperti hasil visum menyatakan adanya bekas luka pada kemaluan korban, maka seyogyanya bukti-bukti tersebut sudah cukup untuk melimpahkan kasus tersebut ke kejaksaan.
“Kami ingin proses penanganan kasus ini berjalan secara transparan. Ketika ada kendala, bisa dikoordinasikan, sehingga kami dari kuasa hukum korban bisa ikut membantu,” ucapnya.
Feri mengingatkan, perbuatan atau tindak kejahatan seksual terhadap anak dalam penanganannya menggunakan aturan hukum khusus. Penanganan kasusnya tidak seperti pidana umum lainnya. Karena perbuatan tersebut dilakukan oleh pelaku di tempat tertutup yang sudah barang tentu minim bukti dan saksi.
“Maka dalam hal ini, penyidik harus paham dan berani,” tegasnya.
Feri menyatakan jangan sampai lambannya penanganan kasus tersebut dinilai miring oleh masyarakat. Apalagi seperti diketahui penahanan tersangka oleh polisi ditangguhkan.
Menurut Feri, selama yang diketahuinya belum ada kasus kejahatan seksual anak di mana pelakunya ditangguhkan.
“Sepengatahuan saya, baru kali ini ada pelakunya kejahatan seksual yang penahanannya ditangguhkan. Jangan sampai perlakuan khusus ini, membuat pandangan miring masyarakat,” sebutnya.
Feri menyatakan jika memang bukti-bukti yang ada sudah cukup, pihaknya meminta agar kasus tersebut segera dilimpahkan ke kejaksaan agar segera tersangka dapat cepat menjalani proses persidangan.
“Untuk diketahui, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban juga sudah menyampaikan bahwa korban pernah mengalami kejahatan seksual,” jelasnya.
Oleh karena itu, Feri menambahkan kalau memang menemukan kendala dalam menangani kasus tersebut, agar terbuka kepada pihak korban. Sehingga data atau bukti apa yang dibutuhkan, pihaknya dapat membantu.
Sementara itu, Kasat Reskrim Polresta Pontianak, Kompol Tri Prasetyo mengatakan saat ini penyidik sedang memenuhi petunjuk jaksa.
“Ada beberapa item yang jaksa minta tambahkan baik berkas secara formil maupun materil,” katanya.
Tri menyatakan Kalau petunjuk jaksa sudah selesai dilengkapi, maka berkas akan dikirim kembali kejaksaan.
“Kasus ini tetap berjalan, kami sedang melengkapi petunjuk jaksa,” ucap Tri.
Sebelumnya, Kapolresta Pontianak, Kombes Pol Adhe Hariadi mengatakan terhadap kasus persetubuhan dengan tersangka HS tersebut pihaknya sudah berkoordinasi dengan kejaksaan.
“Berkas perkara sudah kami kirim ke kejaksaan untuk dianalisa,” kata Adhe, Selasa (22/08/2023) lalu.
Adhe menerangkan pihaknya saat ini sedang menunggu P19 atau petunjuk dari kejaksaan.
“Apa saja kekurangan berkas perkaranya yang harus dipenuhi baik itu formil maupun materilnya,” ucapnya.
Selain itu, lanjut Adhe, pihaknya juga sudah melakukan penyelidikan terhadap pengakuan korban yang menerangkan jika terjadi tindakan aborsi di Jakarta. Dari penyelidikan yang dilakukan, fakta didapat bahwa korban di sana hanya diberi obat untuk menggugurkan kandungannya. Setelah kembali ke Kota Pontianak barulah kandungan tersebut gugur.
“Korban kembali ke Kota Pontianak dari Jakarta lalu datang bulan. Ini juga sudah kami koordinasikan dengan kejaksaan, apakah unsurnya bisa masuk atau tidak,” tuturnya.
Adhe berharap, setelah berkas dikembalikan, penyidiknya dapat segera melengkapi petunjuk yang diberikan jaksa, sehingga perkara tersebut dapat dinyatakan lengkap atau P21.
Sebelumnya, HS oknum anggota Dewan Pendidikan Kalbar dan sekaligus pembina yayasan pendidikan diduga kuat telah menyetubuhi anak berusia 17 tahun. Tak hanya itu, pelaku juga diduga menyodomi dan memaksa korban untuk aborsi.
Bukannya bertanggungjawab, HS bersama istrinya diduga mengancam akan membunuh korban jika tidak menghapus bukti percakapan antara dirinya dan korban.
Korban menuturkan setelah pulang ke Pontianak usai menjalani aborsi secara paksa, ia mengalami sakit yang luar biasa.
Dimana, lanjut korban, dirinya mengalami pendarahan kurang lebihnya selama dua minggu dan perutnya selalu sakit jika menjalani rutinitas berat.
Korban menceritakan, karena tidak kuat dengan kondisi yang dialaminya dan pelaku sempat menghilang, ia lalu memilih menceritakan apa yang dialaminya kepada istri pelaku.
Korban mengatakan, dari chat nya itu, istri pelaku dan pelaku mengajaknya bertemu di salah satu tempat. Di pertemuan itu, istri pelaku bukannya membantu menyelesaikan masalah, tapi sebaliknya malah mengancam akan membunuh dirinya (korban) jika tidak menghapus bukti-bukti percakapan.
“Istri pelaku mengambil handphone saya, lalu menghapus chat saya dengan pelaku,” ungkap korban.
Tak hanya itu, korban menambahkan, selain mengancam ingin membunuh, pelaku dan istrinya sempat menawarkan untuk berdamai dan siap memberi uang sebesar Rp10 juta. Tetapi permintaan itu ia tolak, namun kembali ditawarkan uang damai hingga naik menjadi Rp120 juta. Namun tetap ditolaknya.
“Saya tetap menolak penawaran damai itu. Saya berharap pelaku diproses hukum,” pinta korban yang saat ini duduk di kelas tiga SMA. (hyd)
Discussion about this post