JURNALIS.co.id – Kejaksaan Negeri (Kejari) Pontianak kembali menerima berkas perkara dugaan persetubuhan terhadap anak dengan tersangka, mantan oknum anggota Dewan Pendidikan Kalimantan Barat, berinisial HS.
Berkas perkara tersebut telah dilimpahkan kembali penyidik polisi ke kejaksaan setelah sebelumnya berkas sempat dikembalikan lantaran dianggap belum lengkap.
Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Pontianak, Yulius Sigit Kristanto, membenarkan, jika tiga atau empat hari yang lalu, pihaknya sudah menerima berkas perkara HS dari penyidik Polresta Pontianak.
Sigit mengatakan, memang sebelumnya berkas perkara tersebut dikembalikan jaksa ke penyidik, karena setelah dilakukan analisa ada beberapa petunjuk yang harus dilengkapi.
Sigit menjelaskan, petunjuk yang diberikan kepada penyidik itu yakni bagaimana proses tindak kejahatan seksual tersebut terjadi hingga adanya dugaan aborsi.
“Dan saat ini berkasnya sudah kembalikan dan akan dipelajari kembali,” kata Sigit, Kamis (19/10/2023).
Sigit menyatakan, setelah berkas perkara tersebut dipelajari, maka pihaknya akan melakukan gelar perkara. Untuk menentukan apakah berkas perkara tersebut dapat dinyatakan lengkap atau tidak.
“Untuk diketahui salah satu petunjuk yang kami berikan kepada penyidik yakni tes kebohongan (lie detektor),” ungkap Sigit.
Sebelumnya, polisi memastikan proses penyidikan terhadap kasus persetubuhan terhadap anak dengan tersangka, mantan oknum anggota Dewan Pendidikan Kalbar berinisial HS, masih terus berlangsung.
Kasat Reskrim Polresta Pontianak, Kompol Tri Prasetyo, mengatakan sebelumnya terhadap kasus persetubuhan dengan tersangka HS, pihaknya sudah melimpahkan berkas perkaranya ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Pontianak.
Tri menjelaskan, namun setelah berkas diteliti oleh jaksa, berkas perkara dikembalikan untuk melengkapi petunjuk yang diberikan.
“Petunjuk yang diberikan jaksa itu cukup banyak, salah satunya melakukan pemeriksaan tersangka dengan lie detektor,” kata Tri, ketika diwawancarai di kantornya, Rabu (04/10/2023).
Tri menjelaskan, karena alat lie detektor itu hanya ada satu di Indonesia yakni di Mabes Polri dan harus mengantri untuk digunakan, maka proses pemeriksaannya harus menunggu.
“Alhamdulillah untuk pemeriksaan HS dengan lie detektor sudah dilakukan,” ucap Tri.
Tri menuturkan, saat ini beberapa penyidik masih berada di Jakarta untuk melakukan pemeriksaan terhadap ahli, terhadap hasil lie detektor HS yang dilakukan dua minggu sebelumnya.
“Petugas yang melakukan lie detektor saat ini sedang dimintai keterangan oleh penyidik terhadap hasil yang pemeriksaan yang dilakukan,” jelas Tri.
Tri menyatakan, setelah penyidik melengkapi seluruh petunjuk yang diberikan jaksa, maka tahap selanjutnya yang akan dilakukan adalah melimpahkan kembali berkas tersebut ke kejaksaan.
“Kasus HS ini bukan berhenti di tempat. Tetapi karena penyidik melengkapi petunjuk yang cukup banyak, sehingga membutuhkan waktu yang lama,” terang Tri.
Tri menyatakan, sejak awal pihaknya sudah yakin bahwa kasus tersebut terjadi sehingga sejak awal penanganan kasusnya, HS langsung ditetapkan sebagai tersangka.
Sebelumnya, HS, pelaku persetubuhan terhadap seorang anak berusia 17 tahun telah ditetapkan sebagai tersangka. Namun yang bersangkutan saat diperiksa, tidak mengakui perbuatan tersebut.
Tri mengatakan, dugaan persetubuhan tersebut disampaikan korban pada saat menjalani pemeriksaan.
Dimana, lanjut Tri, berdasarkan keterangan korban, persetubuhan tersebut terjadi sebanyak lima kali. Dua kali di hotel dan tiga kali di kediaman pelaku.
“Ini berdasarkan keterangan korban,” kata Tri, Senin (07/08/2023).
Tri menjelaskan, berdasarkan keterangan korban, perbuatan persetubuhan yang dilakukan pelaku pertama dan kedua terjadi, pada Juli 2022. Sementara untuk perbuatan yang ketiga, keempat dan kelima terjadi sekitar Agustus sampai dengan September 2022.
“Korban membuat laporan Januari 2023,” ucap Tri.
Tri menyatakan setelah mengantongi bukti-bukti, dari keterangan korban, hasil visum, keterangan pelaku dan dokumen lainnya yang kemudian menjadi rangkaian peristiwa yang berkaitan sehingga menjadi petunjuk, maka status kasus ditingkatkan dari penyelidikan ke penyidikan dengan menetapkan HS sebagai tersangka.
Sementara itu, Tri menambahkan untuk diketahui saat menjalani pemeriksaan, pelaku sama sekali tidak mengakui perbuatannya telah menyetubuhi korban. Baik di hotel maupun di kediamannya.
Tri menyatakan, terhadap tersangka dikenakan pasal berlapis, yakni pasal 81 ayat 1 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dilapis dengan pasal 65 ayat 1 KUHP dilapis lagi dengan pasal 6 huruf C dan pasal 15 huruf 1 ayat e dan g Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun.
“Untuk dugaan perbuatan aborsi dan sodomi yang disampaikan korban, nanti akan didalam. Karena TKP di jakarta, tentu membutuhkan waktu,” pungkas Tri. (hyd)
Discussion about this post