JURNALIS.co.id – Perkara gugatan perdata antara PT Ratu Intan Mining (RIM) dengan PT Sukses Bintang Indonesia (SBI) telah mendapat kepastian hukum. Mahkamah Agung (MA) mengabulkan upaya Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan PT RIM terkait perkara nomor 154 dan menolak Kasasi yang diajukan PT SBI pada perkara nomor 120.
Saat dikonfirmasi, Kuasa Hukum PT RIM, Bernadus Rudistrianus mengatakan bahwa pihaknya masih menunggu salinan putusan dari Mahkamah Agung (MA) terkait ditolaknya kasasi PT SBI dan dihukumnya SBI untuk membayar pihaknya sebesar Rp15,8 Miliar.
“Tinggal menunggu salinan putusannya, setelah itu kita akan koordinasikan dengan PN Pontianak selaku juru sita untuk melakukan upaya-upaya hukum sesuai putusan tersebut. Sementara kita akan lacak aset-aset dari Edy Gunawan selaku Direktur PT SBI yang nantinya akan kita sita,” kata Bernarus, Rabu (22/11/2023).
Dia melanjutkan, saat ini seharusnya PT SBI melakukan kewajibannya membayar Rp15,8 miliar sesuai keputusan hukum yang telah ada. Kemudian tidak melakukan penggiringan opini publik bahwa pihaknya memiliki hutang lantaran sesuai putusan kasus perdata dengan nomor 154 bahwa gugatan SBI terhadap pihaknya telah batal secara hukum melalui putusan PK MA.
Bernadus menceritakan, pasca diputusnya hubungan kerja sama secara sepihak dan mendadak oleh PT SBI kepada pihaknya, muncullah persoalan perdata yang dimana masing-masing pihak melakukan gugatan di Pengadilan Negeri (PN) Pontianak beberapa waktu lalu.
Dimana, pada gugatan dengan perkara nomor 120, PT RIM menggugat PT SBI sebesar Rp15,8 miliar, namun Pengadilan Negeri mengabulkan gugatan PT RIM dengan memutuskan PT SBI membayar Rp7,2 miliar ke PT RIM.
Saat itu, sambung dia, PT SBI yang tidak terima melakukan upaya Banding ke Pengadilan Tinggi (PT). Upaya banding tersebut ditolak oleh PT. Kemudian SBI juga dinilai wan prestasi serta dihukum membayar Rp15,8 M ke PT RIM. Setelah itu, PT SBI melakukan upaya Kasasi ke MA yang mana upaya tersebut ditolak per tanggal 6 November 2023.
“Untuk perkara nomor154 PT SBI menggugat PT RIM, putusan Pengadilan Negeri Pontianak memenangkan PT SBI dengan meminta PT RIM bayar Rp18 Miliar,” sambungnya.
Kemudian, PT RIM melakukan banding di Pengadilan Tinggi, namun bandingnya ditolak. Setalah itu, PT RIM melakukan Kasasi dan Kasasinya ditolak. Hingga akhirnya PT RIM melakukan upaya hukum terakhir yakni PK ke MA.
“Mahkamah Agung mengabulkan permohonan PK PT RIM tertanggal 25 September 2023, untuk kemudian membatalkan putusan Mahkamah Agung nomor 3854 K/PDT/2022 tertanggal 9 November 2022 yang menguatkan putusan Pengadilan Tinggi dan Pengadilan Negeri Pontianak,” terangnya.
“Dari dua putusan perkara tersebut, jelas pihak kami tidak ada kewajiban membayar PT SBI karena gugatan yang dilakukan mereka sudah dibatalkan melalui putusan Peninjauan Kembali di Mahkamah Agung, sedangkan PT SBI wajib membayar Rp15,8 Miliar ke kami sesuai putusan Pengadilan Tinggi yang dikuatkan dengan ditolaknya Kasasi PT SBI di Mahkamah Agung,” tegasnya.
Sebagai warga negara yang baik, harusnya Edi Gunawan selaku Direktur PT SBI taat hukum dan tidak melakukan tindakan yang akhirnya merugikan diri sendiri. Ia meminta kepada para pihak yang tidak paham soal hukum dan tidak ada kaitan dengan persoalan perdata untuk tidak melakukan hal-hal yang merugikan mereka.
Ia mengulas, persoalan antara PT RIM dan PT SBI, berawal dari tidak komitmennya SBI dalam menjalankan perjanjian kerja sama dengan PT RIM. Saat itu, SBI memutuskan hubungan kerja sama secara sepihak dengan kliennya secara tiba-tiba.
“Padahal dalam perjanjian kerja sama yang dibuat keduanya bahwa pemberhentian kerjasama bisa dilakukan dengan pemberitahuan minimal 3 bulan sebelumnya, karena SBI tiba-tiba memutus kerja sama dampaknya kepada PT RIM yang kewalahan dalam menjalankan kerjaan,” ulasnya.
Pasca memutuskan kerja sama secara sepihak, PT SBI kemudian melaporkan pihaknya ke Polda Kalbar lantaran merasa pihaknya tidak membayarkan tagihan. Padahal tagihan yang diminta SBI saat itu belum jatuh tempo sesuai perjanjian, yang mana pembayaran tagihan dibayarkan setelah 60 hari pasca invoice tagihan.
“Laporan tidak diterima karena masuk ranah perdata, kemudian PT SBI menggugat ke Perdata, namun gugatan PT SBI mulai dari PN, PT yang memenangkan PT SBI akhirnya batal demi hukum lantaran pada upaya hukum pihaknya di Mahkamah Agung menerima PK kami sehingga putusan sebelumnya dibatalkan,” jelasnya.
Sementara itu, sempat diberitakan sebelumnya, mantan Direktur Operasional PT Sukses Bintang Indonesia (SBI), Djoko menjelaskan hal ini karena dia merasa berada pada posisi yang netral dan mengetahui pokok persoalan tersebut.
Djoko mengatakan persoalan ini berawal ketika PT SBI memutuskan hubungan kerjasama secara sepihak dengan PT RIM. Padahal sesuai kontrak kerja, untuk pemutusan hubungan kerjasama boleh dilakukan namun pemberitahuannya minimal satu bulan sebelum berhenti.
“Namun SBI memutuskan hubungan kerja secara tiba-tiba dan melanggar perjanjian kontrak dengan PT RIM, ini bisa disebut sebagai wanprestasi, dan resiko dari berhenti sepihak sudah coba saya sampaikan dampaknya ke Direktur SBI namun tidak ditanggapi saat itu, katanya katanya saat ditemui awak media di Ketapang, Sabtu (28/08/2021) lalu.
Djoko menceritakan, sebelum bekerja dengan PT RIM, PT SBI sudah berpindah-pindah lokasi kerja. Di antaranya seperti dengan PPC, DSM, JUS dan terakhir bersama RIM.
“Namun selalu mengulang kegagalan dalam memanage pengeluaran operasional, angsuran leasing dan sparepart, hal ini karena keterbatasan modal SBI yang mengakibatkan ketidak mampuan bayar tagihan operasional dan angsuran. SBI selalu beralasan kalau pembayaran dari pihak main kontraktor terlambat. Hal ini terjadi lagi kepada PT RIM yang selalu dijadikan alasan kepada pihak ketiga kalau PT. RIM tidak bayar, padahal itu karena keterbatasan modal SBI yang tidak mencukupi,” terangnya.
Djoko mengaku selama menjalankan kerja sama dengan PT SBI, PT RIM sendiri selalu membayar sesuai pencapaian kerja dan invoice yang ditagihkan tanpa pernah terlambat sekalipun. Bahkan, PT RIM mempunyai niatan baik untuk selalu membantu PT SBI dengan membayar invoice tagihan lebih cepat dan memberikan pinjaman.
Bahkan, Djoko harus memutuskan berhenti bekerja dengan PT SBI setelah Direktur SBI, Edy Gunawan memutuskan secara sepihak hubungan kerja sama dengan PT RIM. Padahal saat itu ia tidak setuju dengan keputusan Edy lantaran akan berdampak seperti yang terjadi saat ini.
“Jadi munculnya sengketa piutang berjalan sekarang ini diikarenakan SBI yang memutuskan hubungan sepihak dengan PT RIM. Meskipun demikian PT RIM masih memiliki niatan baik dengan mencoba membayar piutang berjalan, namun selalu ditolak SBI, karena SBI meminta secara cash, tapi PT RIM harus menyesuaikan pembayaran tersebut dengan kemampuan cashflow mereka akibat SBI yang berhenti sepihak tersebut,” jelasnya.
Untuk itu, Djoko menilai persoalan yang saat ini terjadi murni merupakan sengketa piutang kerja untuk menyelesaikan pembayaran sisa tagihan.
“Setelah berhenti sepihak, SBI tidak mampu membayar gaji karyawan dan suplier lokal. Sehingga akhirnya PT RIM berniatan baik memberikan pinjaman untuk menyelesaikan persoalan itu sebesar Rp3 miliar lebih agar tidak menimbulkan masalah sosial ketenagakerjaan dan untuk menyelamatkan aset PT SBI agar tidak ditahan oleh pekerja dan suplier, namun niatan baik ini malah tidak diakui SBI,” pungkasnya. (lim)
Discussion about this post