JURNALIS.co.id – Kejaksaan Negeri (Kejari) Sintang menetapkan empat orang tersangka dugaan tindak pidana korupsi penyimpangan dalam pemberian fasilitas Kredit Modal Kerja Biasa oleh Bank Kalbar Cabang Sintang kepada CV JAS pada tahun 2018.
Keempat orang tersangka tersebut yakni SH, DR, RJ dan ALZ.
Kepala Kejaksaan Negeri Sintang, Aco Rahmadi Jaya mengatakan pada Maret 2023 lalu, pihaknya melakukan penyelidikan dugaan korupsi pemberian fasilitas Kredit Modal Kerja Biasa oleh Bank Kalbar Cabang Sintang kepada CV JAS pada tahun 2018.
Dari penyelidikan tersebut, lanjut Aco, dilakukan pemeriksaan saksi-saksi, ahli dan dilakukan ekspose tim penyidik. Dimana ditemukan dua alat bukti permulaan yang cukup.
“Dan dari hasil penyelidikan ditemukan suatu peristiwa yang diduga tindak pidana, sehingga tim penyelidik meningkatkan statusnya ke tahap penyidikan, pada Juni 2023,” kata Aco saat menggelar jumpa pers, Jumat (26/01/2024).
Aco menjelaskan, peningkatan status kasus dari penyelidikan ke penyidikan tersebut dilakukan dengan menetapkan empat orang sebagai tersangka. Mereka adalah SH selaku debitur (pengusaha) yang mengajukan kredit modal kerja (KMK Biasa) di Bank Kalbar Cabang Sintang. DR selaku Kasi Kredit Tahun 2018. RJ selaku Analis Kredit 1 tahun 2018 dan ALZ selaku Analis Kredit 2 tahun 2018.
Aco menerangkan, berdasarkan perhitungan dari BPKP Pontianak ditemukan kerugian negara sebesar sebesar Rp2 miliar dari pemberian fasilitas Kredit Modal Kerja Biasa oleh Bank Kalbar Cabang Sintang kepada CV JAS pada tahun 2018. Dimana modusnya uang yang dikeluarkan dipaksa dengan menggunakan tanda tangan palsu oleh debitur. Dipalsukan tanda tangannya.
“Hari ini terhadap keempat tersangka kami lakukan penahanan selama 20 hari kedepan di Lapas Kelas 2 Sintang,” terang Aco.
Aco menegaskan, keempat tersangka dikenakan pasal 2 atau pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor.
“Kami masih mendalami keterangan keempat tersangka. Apakah menerima pemberian dari SH,” ucap Aco.
Yang jelas, dia menambahkan, pemberian kredit modal kerja biasa tersebut berdasarkan pengajuan pengusaha. Di mana dalam pengajuan tersebut ada komanditer pasif dan aktif. SH komanditer aktif.
Sesuai akte pendiriannya, komanditer aktif dalam pengajuan pinjamannya harus ada persetujuan dari komanditer pasif. Ternyata, ketika pengajuan tidak ada persetujuan atau tanda tangan dari komanditer pasif.
Aco mengungkapkan, tandatangan komanditer aktif ditiru oleh SH. Sementara pihak bank tidak melakukan verifikasi lagi terhadap komanditer pasifnya. Kalau saja dari awal bahwa ini tidak ada persetujuan, tentu saja tidak bisa dicairkan.
Aco menuturkan, diduga pihak bank sengaja tidak melakukan verifikasi. Seharusnya dicek oleh analis. Dan pinjaman uang sebesar Rp2 miliar tersebut harusnya digunakan sebagai mana modal kerja untuk tongkang jasa angkutan batu bara. Tapi ketika uang cair langsung di debet untuk membayar utang.
“Untuk usaha jasa angkutan otomatis berkurang, itu tidak sesuai dengan peruntukan,” pungkas Aco. (hyd)
Discussion about this post