JURNALIS.CO.ID – Staf Ahli Bupati Bidang Ekbang Pemkab Ketapang, Maryadi Asmu’ie mengatakan, bahwa perkawinan pada usia anak menjadi isu penting sekaligus tantangan dalam upaya pembangunan berkelanjutan (SDGs) di Indonesia, salah satunya aspek pembangunan keluarga dan SDM yang berkualitas.
“Penurunan angka perkawinan anak menjadi salah satu target yang ditetapkan pemerintah dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMN) Tahun 2020 – 2024,” kata Maryadi saat membuka Rakor Pencegahan Pernikahan Usia Anak, Selasa (03/09/2024).
Pemerintah berencana untuk menurunkan prevalensi perkawinan anak dari yang saat ini sebesar 9.23 persen (2021) menjadi 8.74 persen pada tahun 2024 dan 6.94 persen pada tahun 2030.
“Pencegahan perkawinan anak merupakan PR bersama pemerintah dan seluruh elemen masyarakat, karena itu diperlukan adanya komitmen yang serius dari seluruh pihak untuk melakukan pencegahan perkawinan anak,” sambung Maryadi.
Menurutnya, perlu upaya preventif dan promotif. Dimulai dari pembentukan konsepsi keluarga dan penguatan fungsi dan peran keluarga sebagai hal mendasar dalam upaya pencegahan perkawinan anak, serta memberikan pengetahuan dan pemahaman mengenai resiko dan dampak negatif dari perkawinan anak.
“Melalui kegiatan ini diharapkan dapat memberikan pemahaman yang benar kepada anak, khususnya remaja tentang konsep keluarga dan perkawinan di usia yang ideal,” harapnya.
Dia menilai, dampak buruk dari pernikahan di bawah usia ini adalah rumah tangga yang tidak harmonis, sehingga berujung pada kasus perceraian.
“Ini diakibatkan kesiapan diri, pengetahuan, dan mental masing-masing pasangan belum betul-betul terbentuk,” tuturnya.
Salah satu pencegahan masalah stunting, salah satunya adalah dengan menekan terjadinya pernikahan dini pada remaja.
“Perkawinan anak tersebut menjadi beban bagi para pasangan muda yang belum memiliki penghasilan cukup, sehingga kebutuhan gizi anak-anaknya tidak terpenuhi secara optimal,” tutup Maryadi. (lim)
Discussion about this post