
JURNALIS.co.id – Mediasi antara 10 security PT. Sasmita Bumi Wijaya (SBW) yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) dengan pihak perusahaan tersebut telah digelar, Jumat (24/1/2025).
Namun, mediasi yang berlangsung di Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kabupaten Sanggau itu belum menghasilkan kesepakatan.
Kepala Disnakertrans Kabupaten Sanggau Roni Fauzan mengatakan, pertemuan dihadiri kedua belah pihak, Ketua serikat pekerja mandiri PT. SBW dan tokoh masyarakat setempat.

“Perusahaan mengatakan PHK ini terjadi karena adanya Operasi tangkap tangan (OTT) dari tim Internal Control (IC) perusahaan, karena para pekerja menerima uang dari supir truk dan berdasarkan aturan di perusahaan tersebut merupakan pelanggaran berat dengan keputusan SP3 dan PHK. Karena itu pelanggaran berat, jadi tidak perlu lagi pemberitahuan,” katanya.
Roni menegaskan, saat mediasi pihaknya meminta kebijakan dari perusahaan agar 10 security itu tidak di-PHK. Karena pekerja adalah masyarakat setempat serta menjaga investasi dari investor yang ada di Kabupaten Sanggau.
“Pada kesempatan tadi kami tidak ada memihak pada salah satu pihak, namun mengharapkan ada kebijakan seperti memberikan SP3 lah dulu. Kita harapkan ada hati nurani dan kebijakan dari perusahaan. Namun pada kesempatan tersebut dari HRD yang hadir belum berani mengambil keputusan masih akan melaporkan ke pimpinan serta kita berikan batas waktu hingga 30 Januari 2025,” terangnya.
Tetapi jika pada 30 Januari perselisihan belum juga selesai, Roni menyebut, maka persoalan tersebut akan dilimpahkan ke Disnakertrans Provinsi Kalbar.
Sementara itu, Ketua Serikat Pekerja Mandiri (SPM) PT SBW Yohanes Kristian meminta pihak perusahaan atau owner untuk mempertimbangkan kembali terhadap keputusan terkait 10 security yang di-PHK.
“Acuan dari SPM adalah perjanjian kerja bersama (PKB) yaitu pasal 57 poin 9 dan 10 bahwa untuk kasus pungli atau terima sogokan itu prosesnya surat peringatan ketiga. Namun pihak perusahaan masih mengacu kepada pasal 60 poin 8 yaitu PHK,” katanya.
Pada kesempatan yang sama, tokoh masyarakat Tayan Hulu yang juga Ketua Dewan Adat Dayak (DAD) Kecamatan Tayan Hulu Heriyanto berharap, pihak perusahaan mengambil langkah dan keputusan yang bijak.
“Jadi yang kami inginkan ada keputusan bijak terkait PHK terhadap 10 orang security. Karena menurut saya dan setelah saya pelajari dengan berbicara kepada karyawan yang di-PHK, mereka mengatakan sama sekali belum pernah mendapat pembinaan atau diperingati oleh perusahaan ataupun surat peringatan, namun ketika mereka melakukan kesalahan tiba-tiba langsung di-PHK,” katanya.
Atas dasar itu, Heriyanto meminta kepada pihak perusahaan untuk memberikan kesempatan lagi kepada 10 security yang di-PHK
“Karena menurut saya kita hidup di dunia ini tidak lepas dari kesalahan dan persoalan. Berikanlah kesempatan kepada mereka untuk berubah yang merupakan tanggung jawab kita sebagai manusia,” ucapnya.
Menurut Heriyanto, yang perlu juga menjadi pertimbangan adalah security tidak pernah memaksa meminta sejumlah uang kepada sopir angkutan buah. Sopir yang secara sukarela menyelipkan uang di Surat Pengantar Buah (SPB) dengan nominal Rp 10 ribu, Rp 20 ribu.
“Namun jika perusahaan berkeras, maka akan sulit menjaga dampak sosial. Karena dampak sosial ini kita tidak dapat ukur saat ini. Bisa saja terjadi dampak sosial di masa mendatang karena kurang bijaknya pihak perusahaan dalam mengambil keputusan,” ujarnya.
Oleh karena itu, Heriyanto sangat berharap agar pimpinan manajemen memberikan keputusan yang bijak untuk kebaikan semua pihak.
“Kalau kita mengacu ke PKB yang disepakati sebenarnya masih ada peluang di pasal 57 tersebut. Karena seharusnya para security tersebut diberikan SP3 terlebih dahulu oleh pihak perusahaan. Kalau SP3 itu diterapkan oleh perusahaan, saya siap mendukung perusahaan jika ke depan mereka tidak berubah. Saya orang pertama yang mendukung untuk pemberhentian mereka atau langsung di-PHK,” pungkasnya. (jul)
Discussion about this post