
JURNALIS.CO.ID – Kesetaraan akses literasi kini bukan lagi sekadar harapan bagi kelompok disabilitas dan anak-anak panti asuhan di Kota Pontianak.
Melalui inovasi bertajuk ANAKKU DISAPA (Antar Pinjam Buku untuk Disabilitas dan Anak Panti Asuhan), layanan perpustakaan menjadi lebih inklusif dan menjangkau mereka yang sebelumnya kerap terpinggirkan.
Program yang diluncurkan sejak Maret 2021 ini merupakan pengembangan dari inisiatif awal bernama Antar Peminjaman Buku Pilihan secara Berkala pada Yayasan Disabilitas dan Panti Asuhan (APBB-DPA).

Kini, ANAKKU DISAPA hadir dengan pendekatan yang lebih adaptif dan berorientasi pada kebutuhan.
Kepala Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kota Pontianak, Rendrayani, menjelaskan bahwa program ini lahir dari keprihatinan atas minimnya keterlibatan kelompok rentan dalam aktivitas literasi.
“Data tahun 2022 menunjukkan bahwa hanya 0,8% dari pengunjung perpustakaan berasal dari kalangan disabilitas dan anak panti. Ini menjadi alarm bahwa belum semua warga mendapatkan akses yang adil terhadap literasi,” ungkapnya dalam wawancara pada Rabu (5/6/2025).

Berbeda dengan layanan perpustakaan keliling pada umumnya, ANAKKU DISAPA menggunakan pendekatan need-based atau berbasis kebutuhan.
Buku-buku yang dipinjamkan dikurasi secara khusus untuk masing-masing kelompok penerima. Di antaranya tersedia buku braille, buku bergambar untuk anak tuli, serta flip book interaktif.

Hingga Juni 2025, program ini telah bermitra dengan lima lembaga sosial, yaitu Yayasan Ar-Rahmah, Yayasan Sahabat Netra Khatulistiwa, Yayasan Maktab Tuli As-Sami’, Panti Asuhan Mukheribul Kheir, dan Panti Asuhan Ahmad Yani Putra.
“Selama empat tahun berjalan, kami telah mendistribusikan lebih dari 4.160 buku, menerima 401 pengembalian, dan berhasil merekrut 82 anggota perpustakaan baru dari kalangan disabilitas dan anak panti,” jelas Rendrayani.
Kunci keberhasilan program ini terletak pada kolaborasi erat dengan para relawan, lembaga sosial, dan komunitas setempat.
Selain itu, program ini turut mendukung visi misi Asta Cita ke-5 serta menjadi bagian dari implementasi RPJMD Kota Pontianak 2020–2025 dalam mewujudkan layanan publik yang inklusif dan berkeadilan.
“Literasi bukan sekadar soal membaca, tetapi tentang membentuk individu yang mandiri, berpikir kritis, dan mampu berkontribusi di masyarakat. Setiap orang, tanpa kecuali, berhak mendapat peluang untuk tumbuh dan belajar,” tegasnya.
ANAKKU DISAPA menjadi contoh praktik baik yang tidak hanya berhasil secara lokal, tetapi juga berpotensi direplikasi di daerah lain yang menghadapi tantangan serupa.
Dengan inovasi ini, Pontianak kian mantap melangkah sebagai kota literasi yang inklusif dan berkeadilan sosial.[rdh]
Discussion about this post