– Penolakan Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja yang baru saja disahkan Dewan Perwakikan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) menuai protes di seluruh penjuru Nusantara, termasuk di Kabupaten Ketapang.
Protes tidak hanya muncul dari kaum buruh/pekerja, namun sejumlah mahasiswa juga melontarkan aksi protes melalui Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).
Di Ketapang sendiri, ratusan massa menggelar aksi penolakan UU Cipta Kerja sebanyak dua kali, yakni pada Rabu (07/10/2020) dan Kamis (08/10/2020). Massa meminta agar UU tersebut ditinjau ulang, bahkan dibatalkan.
“Jelas ini hanya akan menguntungkan pengusaha saja, tapi akan menyengsarakan buruh,” kata salah satu massa aksi, Samsuri ketika saat mengikuti demo di depan Gedung DPRD Ketapang, Kamis (08/10/2020).
Pria 45 tahun ini meminta DPRD Ketapang bisa mendengarkan aspirasi masyarakat dan menyampaikannya kepada Pemerintah Pusat.
“Kami sudah sengsara akibat pandemi Covid-19, jangan tambah kesengsaraan kami dengan Undang-Undang ini. Seharusnya DPR fokus menangangi Covid-19, bukan malah mengesahkan Undang-Undang yang menambah kesengsaraan rakyat,” kesal Samsuri.
Sementara pada Rabu (07/10/2020) pagi kemarin, ratusan pengurus serikat buruh dari berbagai serikat pekerja di Ketapang mendatangi Gedung DPRD guna menyampaikan tuntutan dan pernyataan sikap kepada pemerintah terhadap UU Cipta Kerja.
Kedatanganan buruh diterima oleh Ketua DPRD Ketapang, M Febriadi, yang didampingi Wakil Ketua DPRD Ketapang, Mat Hoji serta Sekretaris DPRD Ketapang, Maryadi Asmu’ie.
Audiensi diikuti serikat buruh/pekerja dari DPC FSBSI Ketapang, DPC PSBSI Ketapang, Serikat Pekerja Kahutindo, FBSPK, DPC, SBPPF, SBKM, Serikat Pekerja PT.BAL, SPSM, dan Serikat Buruh Lainnya.
Berbagai tanggapan dan saran disampaikan pengurus serikat buruh/pekerja dalam pertemuan tersebut. Mereka berharap tuntutannya bisa disampaikan kepada Pemerintah Pusat.
Adapun isi tuntun di antaranya, federasi serikat buruh/pekerja se-Kabupaten Ketapang menolak klaster tentang ketenagakerjaan pada Bab IV Undang-undang tentang Cipta Kerja yang telah disahkan DPR-RI pada 5 Oktober 2020.
Kemudian, meminta kepada Presiden Republik Indonesia merevisi Bab IV Undang-Undang Cipta Kerja (Klaster Ketenagakerjaan) atau tidak menanda tangani pengesahan Undang Undang tentang Cipta Kerja.
Selanjutnya, para pengurus dan anggota serikat buruh/pekerja menginginkan agar tuntutan dan pernyataan sikap mereka disampaikan ke Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia. (lim)
Discussion about this post