JURNALIS.co.id – Ratusan masyarakat adat Desa Batu Daya, Kecamatan Simpang Dua, Kabupaten Ketapang melakukan pemasangan portal adat di Afdeling 11 dan 12 PT Swadaya Mukti Prakarsa (SMP) / Fisr Resource (FR).
Pemasangan fortal adat dilakukan sebagai bentuk kemarahan masyarakat adat. Pasalnya perusahaan telah berulang kali membohongi dan ingkar atas janji dan kewajiban perusahaan kepada masyarakat atau petani plasma setempat.
Pemortalan yang dilakukan pada Rabu (19/01/2022) hingga saat ini masih belum dibuka, lantaran masyarakat adat tidak mau membuka fortal sampai tuntutan terpenuhi.
Ketua Tariu Borneo Bangkule Rajakng (TBBR) Ketapang, Sumarlin mengatakan, pemasangan fortal adat merupakan buntut kekecewaan masyarakat, khususnya para petani plasma PT SMP/FR.
Menurut dia, sampai saat ini pihak perusahaan tidak juga merealisasikan kewajibannya dengan mengkonversi lahan plasma masyarakat.
“Perusahaan seperti sengaja mempermainkan nasib masyarakat, karena tidak menjalani kewajiban mereka sesuai janji yang tertuang dalam akta notaris yang telah disepakati,” kata Sumarlin, Kamis (27/01/2022).
Sumarlin menjelaskan, masyarakat sudah mencoba bersabar dan menunggu itikad baik perusahaan. Jika mengikuti perjanjian di akta notaris, seharusnya pembagian hasil plasma telah dilakukan pada Januari 2021 lalu. Nyatanya sampai sekarang tidak juga direalisasikan perusahaan.
Bahkan, sambung dia, pihaknya juga sudah mengadu ke DPRD dan sudah dilakukan RDPU yang difasilitasi Komisi II. Hasil RDPU sudah ada dan diterima perusahaan untuk melakukan kewajibannya, mulai dari pengukuran ulang plasma yang harusnya dilakukan Juli namun molor beberapa bulan.
Kemudia, pembayaran konvensasi yang harusnya beberapa bulan tapi hanya dibayar baru satu bulan, serta penambahan anggota koperasi yang tidak sesuai kesepakatan.
Hal tersebut, menurut Sumarlin merupakan bentuk pelecehan terhadap masyarakat dan juga lembaga DPRD. Karena RDPU yang dihasilkan di DPRD tidak digubris dan dijalankan dengan benar oleh perusahaan.
“Makanya pemortalan dilakukan. Ini sebagai bentuk perlawanan masyarakat dalam memperjuangkan hak. Kami mengecam perusahaan yang terkesan mengeruk keuntungan dari daerah, khususnya di batu daya tanpa menjalankan kewajiban yang disepakati,” tegasnya.
Sementara itu, Pateh Adat Desa Batu Daya, Jorben Puram Marinel menyebut, selain melakukan pemortalan adat, masyarakat adat Desa Batu Daya, serta para petani plasma juga menyampaikan tuntutan mereka.
Pertama, meminta PT SMP untuk melakukan evaluasi terhdap Izin konsesi di wilayah administrasi Desa Batu daya, baik izin lama maupun izin baru yang sudah di HGU maupun proses HGU. Sebab sesuai kesepakatan bahkan diikat di notaris pola 80:20, tapi yang diperoleh Desa Batu Daya tidak sesuai kesepakatan.
Kedua, sesuai kesepakatan Tanah Kas Desa (TKD) harus terpisah pengelolaanya dari koperasi dan dikelola oleh pemerintah Desa serta tidak diperhitungkan dalam hutang piutang.
Ketiga, menolak perhitungan Rincian Biaya Operasinal (RBO) Koperasi plasma yang dibuat oleh Perusahaan secara sepihak. Menurut pengurus koperasi Manajemen PT SMP tidak pernah mengajak Pengurus dan Pengawas Koperasi Tri Daya Mukti untuk duduk Bersama Menyusun RKB dan membahas RBO. Lantaran yang jadi pertanyaan di saat harga TBS mahal saja hasil koperasi minus.
Dengan pembiayaan yang tidak masuk akal sampai 2,5 miliar pada bulan September dan 3,06 miliar pada bulan Oktober. Pekerjaan tanam sisip, Jalan dan jembatan dan perawatan tananaman yang belum menghasilkan tidak menjadi tanggung jawab kopererasi karena saat konversi mestinya fisik kebun 100 persen baik.
Keempat, anggota baru plama Desa Batu Daya (CPCL) tahap 2 yang sudah dijaukan dan sudah dibayarkan konvensasi 1 bulan harus diakomodir perusahan sesuai kesepakatan yang sudah disepakati. Jika tidak, petani akan mencabut daftar anggo CPCL tahap 2 yang diusulkan manajemen kepada BSI.
Kelima, meminta manajemen PT SMP untuk mematuhi dan menghormati adat istiadat dan kearifan lokal yang ada di wilayah Desa Batu Daya.
Keenam, Anggota Petani Plasma di Desa Batu Daya menolak dana SHU yang ditransfer manajemen ke Rekening Koperasi Tri Daya Mukti, karena dana teresebut tidak mengakomdir anggota CPCL tahap II di areal izin baru sesuai kesepakatan manajemen dengan masyarakat Datu Daya dihadapan Notaris tahun 2017.
Bahkan, tidak sesuai dengan hasil RDPU di DPRD Kabupaten Ketapang yang dihadiri oleh perusahaan dan masyarakat yang kesepakatannya ditanda tangani Bersama.
Ketujuh, menyatakan keluar dari koperasi Tri Daya Mukti dan meminta Koperasi ini dibubarkan dan dibentuk Koperasi Baru khusus untuk wailayah Desa Batu Daya.
Terakhir, menegaskan jika apa yang disepakati anggota petani plasma di atas tidak dapat di akomodir manajemen PT SMP, maka kegiatan operasional PT SMP di wilayah Desa Batu Daya dihentikan sampai adaya kesepakatan tertulis antara manajemen PT SMP dengan Anggota Petani Plasma.
“Siapapun yang berani merusak atau membuka portal adat masyarakat adat Desa Batu Daya sebelum perusahaan memenuhi tuntutan masyarakat, maka akan ada sanksi adat dan akan berhadapan dengan masyarakat adat Desa Sembilan demong 10,” tegasnya.
Sementara perwakilan perusahaan, Robin Sianturi tidak bisa dihubungi. Begitu pula dengan Humas PT SMP, Indah juga tidak memberikan jawaban. Pesan singkat whatsaap yang dikirim serta telepon tidak direspon. (lim)
Discussion about this post